Chapter 24: Gentinge Kahanan
______________________________________
"Eh Har gue sange nih"
"Haa?!"
"Gimana nih?"
"Ya klo sange ngewe atau colmek lah."
"Eh anjing panuan, ya aku tahu lah, masalahnya ga ada lawan nih, mau colmek kurang asoy geboy, orang udah kena nikmatnya dipatok kontol mana enak pakai jari sendiri, kamu mau nggak ngewe ama aku Har?"
"Haa cocotmu serius Sof?!"
"I-iya serius lah asyuuk, bacot aja, mau ndak nih? atau aku tawarkan ke yang lain aja?!"
"Aaaaa aaaa siihaaap, haayuk!!! mana ada pria nolak diajak ngueweee ama cewek secantik Mbak Sofiatun".
BRAAAAAAK
"Tangi" (Bangun)
"BUAJIANGAAAAN"
"Opo? bajingan? baleni neh nyooooh" BYUUUR. (Apa? bajingan? coba ulangi lagi, niiiiih).
Tiada hujan tiada badai, namun sesosok jasad manusia terhantam telak guyuran air dalam volume yang cukup banyak, mengejutkan fase terindah dalam tidurnya yang tengah nyenyak berpadu dengan mimpi birahi.
"Aaaashhh, ashhh asSUUUUUU" melibas-libas tak karuan dalam mimik keterjutan.
"Opo? asu? jaaal baleni neh?!! asu iyo A S U?"
(Apa? anjing? coba ulangi lagi?!! anjing ya? A N J I N G?)
PRAAAK, suara kepala dihantam ember, puyeng nggak puyeng tuh.
"Aduh mbok'e???? nopo sih mbook?! kok ujug-ujug main siram, main kepruk, salahku opo mbok!?" (Aduh ibu?? apa sih buk? kok tiba-tiba main siram, main pukul, salahku apa buk?)
"Opo opo muatamu anjlok, rak melek matamu, iki wis esok leng, celeng, kowe kuwi wis pengangguran, awan gaweane micek nek mbengi keluyuran ora jelas, nek turu ngelindur ora karuan, ngewa-ngewe wae, cangkeme rusak, mbokne diasok-asokno, ooo alah le le, ngerti nek mung arep dadi munyuk anggora ora kanggo nggawe koyok ngene iki ngertio mbiyen pas lair tak pites ben modar, getun aku getun".
(Apa apa matamu, buka matamu, ini sudah pagi bi babi, kamu itu udah pengangguran, siang kerjaaanya tidur, kalau malam keluyuran gak jelas, kalau tidur ngigau gak karuan, meracau ngentat-ngentot mulutmu rusak, ibunya dikata-katain anjing, oalah nak nak, tau bakal jadi lutung anggora gak berguna seperti ini, dulu pas lahir ibu gilas aja biar modar, nyesel ibu, nyesel poool).
Pagi hari normalnya manusia normal, bangun, mandi atau sarapan, namun karena jajaran manusia abnormal ya tetap sarapan. Sarapan cacian dan umpatan pedas, level 24 lagi, nyonyor nggak tuh?!
Suharsono begitulah namanya, seorang pemuda yang tak lagi muda mengingat usianya hampir menginjak kepala orang eh kepala tiga, di usianya yang sangat matang itu namun tak berimbang dengan nasibnya yang malang.
Mentahnya pola hidup yang ia jalani, masih setia dengan predikat bujang yang ia sandang sebagai gelar dapuq yang belum jelas hingga kapan akan mengakhirinya, mungkin sampai ajalnya tiba kali ya?! eh astaghfirullah, jangan mendo'akan yang bener gitu lah. #plaak.
Selain bujang lapuk termakan rayap, ia juga eksis dalam kepiawaiannya sebagai pengangguran, andai ada award yang mengadakan dalam kategori pengangguran, mungkin ia bakal menyabet semua tropinya, 'Pengangguran terlama, pengangguran paling eksis sepanjang masa', ya dia punya kebanggaan tersendiri terhadap passion-nya sebagai pengangguran.
Menurutnya itu adalah prestasi non-kompetisi yang harus ia sugestikan selama hidupnya #Guoookil.
Siang tidur, malam ngelantur, tidur ngelindur, hah bedebah sampah yang masih hidup di era modern, seperti menjadi makhluk legenda yang masih eksis dalam perhelatan dunia. Dancoook.
Meski bujang lapuk namun ia tetaplah manusia yang hampir seperti manusia pada umumnya, iya hampir, ingat HAMPIR.
Suharsono juga memiliki hasrat manusiawi yang memiliki candu terhadap lawan jenisnya, meski hanya sebatas pemuja rahasia tanpa sanggup memperjuangkannya, mengingat ia siapa, dengan latar seperti apa, meskipun goblogg bawaan dari lahirnya belum juga hilang namun masih mampu berpikir dalam menyadari diri sendiri akan kekurangannya. #saluuut.
Sofiatun, perempuan cantik nan menawan yang sedari kecil telah menjadi teman sebaya, hingga pada akhirnya wanita itu telah menjadi istri sah seorang juragan karet.
Namun rasa kagum dan hasrat terpendam yang Suharsono arahkan kepada Sofiatun tak luntur meskipun hanya sebatas khayalan ngawur, menjadikannya sebagai objek onani dikala sperma-sperma mendesak dalam tuntutan birahi yang tak terstruktur.
"Keluarkan kami, keluarkan kami, dengan cara yang berkelas dasar jomblo biadap, temukan kami dengan sel-sel ovum berkualitas, jangan hanya dibuang-buang di kloset, dilap tisu atau dioles-oleskan ke tembok dasar gobloook, bisa jadi yang kamu buang dalam kloset itu calon-calon dokter atau anak-anak brilian yang pandai main tik-tok dan bling² live, dasar sampah masyarakat, kita bersumpah atas nama para sperma teraniaya, semoga yang jadi anakmu kelak adalah manusia tolol kayak Maqoli Inna Fima Gufron yang ngaku-ngaku bisa ngomong sama semut dan para Nabi." begitulah kiranya, secara bahasa verbal jika saja para sperma bisa speak up.
______________________________________
Di dalam goa gunung Galunggung.
"UAAAAGHHHHHH"
Sosok tubuh terhentak sadar dari pingsan dan berusaha bangun dengan ketidakberdayaan-nya.
"JANCOOOOOOKKKK!!!! BAJINGAAAN GELOLODEN TEMPIK" suara berat terpekik tertahan karena luka yang dialami teramat parah.
Subeki: "Akhirnya kau sadar juga, tapi tolong cocotmu dibangunkan pos kamling, BIAR DIJAGA, baru siuman joncak jancuk tempak tempik."
Suharsono: "Ooohhh Subeki, arghhhh"
Subeki: "Sudahlah jangan bangkit dulu, jangan memaksakan diri, tubuhmu masih sangat memprihatinkan seperti kondisimu di masa lalu, muehehe."
Suharsono: "ASUUUUUUUUUUU" pekik amarahnya meluap, namun teriakannya tak bisa maksimal. Sebab kondisinya memang sangat parah, botol kaca yang tertancap di leher dan mukanya memang sudah diambil oleh tim medis namun rasa sakitnya tentu tak otomatis hilang, ditambah patah tulang tangannya kian melengkapi penderitaannya.
"Duleg njaran sak kandang-kandange, bisa-bisanya ngimpi Sofiatun" rupanya teriakannya itu adalah refleksi geram atas apa yang terjadi selama dirinya pingsan yang justru bermimpi dengan masa lalunya.
Itu menjadi perjalanan mimpi di dalam mimpi, yang menceritakan tentang carut marut hidupnya di masa lalu.
Meskipun kini dirinya telah menjadi salah satu orang yang terpandang dan disegani.
Keadaan memang berubah 180 derajat meski sejatinya bukan karena prestasi atau kebaikannya akan tetapi karena keculasan, kelicikan dan sikap kejinya, lantaran dia pun juga semakin bisa mengasah penguasaan kanuragan berkat perkenalannya dengan Beno Lintang, membuatnya menjadi pongah, bengis dan arogan, tapi memang seperti itulah yang dibutuhkan oleh Beno sebagai syarat menjadi "rekan mainnya" adalah untuk menjadi eksekutor yang sadis dan tidak kenal ampun, siapapun yang dianggap menghalangi, HAJAR.
Merangkak dari fase itu pula akhirnya ia bisa memperoleh jabatan sebagai seorang lurah tentunya dengan cara kotor. Manipulatif dengan menggunakan orang-orang bayaran untuk menggiring opini, memberitakan citra buruk serta memfitnah lawan kandidatnya, keberhasilannya dalam bermanufer picik juga karena perkenalannya dengan Subeki, yang dikenal sebagai salah satu pentolan para mafia.
Penguasaan terhadap beberapa titik vital wilayah padat penduduk, membuat Subeki begitu tersohor dan disegani, sehingga hal itu semakin menguntungkan Suharsono atas kedekatannya.
Dari sokongan dukungan dua kubu Beno dan Subeki, itu adalah satu tiket kemudahan untuk menduduki tahta, walau hanya sebatas lurah tapi itu sudah lebih dari cukup untuk orang yang asalnya cecenguk yang jalan hidupnya ngeblur alias tak jelas.
Dengan ketersohorannya yang ia raih lewat jalur pintas, Suharsono yang dulunya hampir jadi perjaka tua karena kondisinya pun akhirnya berhasil mempersunting salah satu kembang desa Roro Sundari yang merupakan kakak dari Sukasmin yang ternyata sama-sama klop jahat dan culasnya.
Subeki: "Tapi saat-saat seperti ini, peran Sofiatun sangat kau perlukan!"
Suharsono: "Haaaa, aa-a apa maksud sampean? kenapa menyebut nama si lonte amoh itu?"
Subeki: "HA HA HA HA"
Suharsono: "Kenapa sampean malah tertawa? itu menjijikkan."
Subeki: "Jangan sok jijik begitu, dasar pecundang, kau menyebut-nyebut namanya di saat fase pembiusan yang dimana kondisimu setengah tak sadarkan diri. Hahahahaha, Sofiatun ayo ngewe. BUAHAHAHAHA apa ndak cukup memuaskan pelayanan si Sundari? ngoahahaha dia kan juga tak kalah cantik bin semokgekkk bin aduhai semlohai aserehe? atau masih kurang setelah kau juga nggabres beberapa tempik lonte-lonte ekslusif? hahahahahahaa dasar sampah, kalau sudah dapat jabatan pasti pertempikan duniawi yang selalu diburu. Tapi Sofiatun tetap nomer satu NGAHAHAHAHAHAHA"
Suharsono: "ASYUUUUUU menengo, tapuk cangkemmuuhhh sisan ngko….!!!" pekik emosinya tertahan tak bisa loooos, karena lehernya benar-benar dalam kondisi parah, masih bisa ngomong saja udah syukur.
Subeki: "Aslinya masih penasaran kan gimana rasanya hawok-hawoknya Sofiatun? karena sampai sekarang ente pun belum pernah menggagahinya? hehehehe.."
Suharsono: "Jembootmu Mohawk, cangkeman aja sampean itu."
Subeki: "NGIIIIIIAHAHA …….. "
BLAAAARRRRRRRRRR
Subeki: "SUARA APA ITU?" tawa guraunya sontak terjeda akibat mendengar suara ledakan yang mengejutkan.
Niuuuuuuuuu niuuuuuu niuuuuu
Raung sirine mengisyaratkan kondisi darurat.
DUNG DUNGGG DUNGGGG
Setelah suara ledakan, disusul suara yang menggema dan menggetarkan.
Sementara itu di luar bangunan dari goa yang berada di tengah-tengah perut gunung Galunggung yang menjadi markas besar rahasia, bagi geng Beno Lintang, Suharsono, Subeki dan kroni-kroninya serta kroco-kroconya.
"Makhluk apa itu?"
"Itu, iii tu"
"Woeee woeeeee!!!! kalau tau makhluk apa itu, lekas katakan"
"Iii iii ituuuu, jika tidak salah….."
"…."
"DURMAGATI"
"HAAAA Durmagati? seperti nama tokoh fiksi dalam pewayangan saja"
"Iy… i.. yaaaa, memang dia adalah tokoh dalam pewayangan. Aku mempelajari sejarah pewayangan yang memang ku pikir hanyalah karangan, tapi yang di hadapan kita ini benar-benar memiliki ciri-ciri seperti Durmagati, yang merupakan tokoh dari seratus Kurawa yang karakternya terkenal. Ciri-ciri fisik yang dimiliki cukup kentara, yaitu bermata telengan putih, hidung berbentuk haluan perahu, bermuka mendongak, bermulut gusen, rambut gimbal terurai, bergelang, berplontoh dan berkeroncong, berkain parang rusak barong. bercelana cindai."
"…."
"Dalam kilas sejarah yang tertulis, Durmagati memiliki senjata-senjata ampuh yang bahkan sanggup membunuh Abimanyu. Namun demikian dia juga tewas setelah itu, terdapat dua versi tentang kematiannya yaitu ia mati dipukul gada Rujakpolo milik Werkudara dan versi satunya lagi ia tewas di tangan ayahnya Abimanyu yaitu Raden Arjuna, huuuh…… tak ada waktu untuk menjelaskan lebih details, yang terpenting adalah dia sudah semakin mendekat dan lihatlah betapa besar ukurannya meskipun jaraknya masih ratusan meter dari tempat kita".
DUUUUNGGG DUNGGGGGG DUNGGGGG
GLRRRRR GLRRRRRRR
Setiap langkah kakinya menggetarkan tanah, makhluk besar yang diasumsikan sebagai Durmagati itu pun semakin mendekat ke arah gapura masuk ke Goa Gunung Galunggung.
KREEEEEEEKKKKKKK makhluk besar itu menundukkan tubuhnya, rupanya ia mengambil bongkahan batu pahatan besar yang menjadi penghias untuk jalan masuknya goa.
"GUAWAAAAATTTT"
"Kita perlu menghindar, dia akan melemparkan batu itu kesini."
SWOSSSSSHHHHHHHH
BLAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKK
Batu besar itu pun dilempar ke arah mulut goa. Menggetarkan suasana di dalamnya.
Beno Lintang: "APA LAGI INI?" geramnya lalu berlari melesat ke luar"
BRAAAAKKK BRRAAAAKKK
BLENGGGGGGG!!!!!!!!
Raksasa itu memporak-porandakan seisi dalam goa dengan di injak-injaknya dari atas, serta ia hantamkan bebatuan besar yang merupakan pondasi alami.
Markas besar yang di dalamnya didesain begitu indah, estetik dan nyaman, seketika roboh tertimbun tanah di atasnya.
Banyak ruangan tertimbum dan hancur lebur akibat amukan makhluk besar yang diidentifikasikan sebagai Durmagati itu.
Hanya beberapa titik yang masih utuh, karena didesain untuk tahan terhadap gempa atau bencana alam yang mungkin terjadi.
Meskipun kerusakan hebat terjadi, akan tetapi tidak ada korban yang terenggut dari peristiwa itu, mengingat isi di dalamnya adalah para gangster hebat, hanya beberapa orang biasa di dalamnya seperti para medis dan wanita sewaan namun mereka aman karena terlindungi oleh balutan kanuragan.
Beno Lintang: "SIAAAAALLL!!!!!, BAJINGAN!!!! rupanya dirimu pelakunya, makhluk besar goblooog idiooot sialan, siapa yang menggunakanmu ha? kau pasti bukanlah manusia di jaman ini, mungkin dirimu dibangkitkan dengan jurus terlarang Sari Patining Rogo ya?!" lurah separuh baya itu telah berada di puncak gunung Galunggung dan dengan seringai amarah, matanya tajam tertuju ke raksasa yang sedang mengamuk itu.
"BENO LINTANG" suara serak raksasa itu terdengar menggema.
Beno Lintang: "HAAAA? bagaimana kau bisa tahu namaku bangsaat!!!"
Raksasa itu melempar bongkahan batu yang besar ke arah Beno, BLAAAAARRRRR namun dengan kekuatan tenaga dalamnya, dengan mudah sekali ayunan tangan, batu besar itu hancur lebur, sejurus kemudian, pria tersebut melesat.
Saat sudah berada persis di depan muka raksasa, sekelebat ayunan tangan besar menghampiri Beno yang tampak kecil di hadapan makhluk itu.
SLAAASHHHHH
Gamparan tangan besar itu pun dengan mudah dihindari olehnya. Kemudian.…..
"WATU ADEM" slraaaakkkkkk
Sebuah jurus dirapalkan.
Dari bawah kaki tempat raksasa itu berpijak, tanah berubah menjadi es, lalu dengan cepat juga menjalar ke kaki raksasa.
"TARIAN ANGKORO JIWO"
Wushhhhhhhhhhhhh
DUAAAAGGGGGHHHHH sebuah tendangan telak mengenai janggut raksasa, karena kondisi kakinya terkunci oleh tanah yang membeku berubah jadi es, raksasa itu tak dapat bergerak mengelak saat lesatan tendangan menghampiri dagunya.
WUUUNGGGG BLENGGGGGG makhluk itu pun tumbang. Namun tak sampai di situ.
"TELAPAK-ING ANGKORO MURKO"
Dari atas, Beno Lintang melesat dengan ayunan tangan yang di belakangnya muncul chakra luar biasa berbentuk telapak tangan.
GLEGAAAARRRRRRRRRRRRRR
Saat chakra berupa telapak tangan super besar itu menghantam telak ke tubuh si raksasa yang baru saja ditumbangkan, ledakan dahsyat terjadi.
Dari ledakan itu berhamburan serpihan hitam bak dedaunan terbakar yang disapu angin. Akan tetapi, sesuatu terjadi dari titik pusat ledakan, seberkas sinar menyala dan kian melebar menyilaukan mata.
Beno Lintang: "Apa lagi itu?"
Lalu setelah ledakan sinar cahaya yang menyilaukan mata itu berhenti.
Dari sibak kepulan asap tampak sesosok manusia.
Beno Lintang: "KKKKK KA KAAAUUUUU!!!!" suaranya tertahan setelah menyadari siapa yang ada di hadapannya.
"HOOOOO jadi dirimu yaa, hebat sekali bisa dengan mudah membebaskan ku dari cengkraman kuat Sari Patining Rogo."
Beno Lintang: "LINGG….. ARRRR…." dalam kondisi terkejut tak percaya.
"Oh ya, daripada bengong begitu, bisa ambilkan untukku pakaian, rasanya sangat dingin dan tidak sopan telanjang begini".
Beno Lintang: "Bu… buk buuukkankah kau seharusnya sud……"
"Hooooo……!!!!! terasa ada energi luar biasa nun jauh di sana, bahkan dari radius sejauh ini, terasa kuat sekali energi yang penuh kebencian, aura kebenciannya berkali-kali lebih mengerikan dari dirimu hmmmm…. sepertinya akan jadi masalah jika tidak segera dihentikan."
___________________________________
Berpindah ke lain tempat.
Gegap gempita dan huru-hara akibat terbakarnya hutan belantara Wonopati.
Menciptakan situasi mencekam di tengah keheningan malam, orang-orang dari berbagai desa yang ada di sekeliling hutan belantara, berbondong-bondong mendatangi sumber dari kebakaran.
Para penggiat kanuragan dan warga desa yang secara umum didominasi manusia biasa, bahu membahu berusaha memadamkan api agar tidak menjalar lebih jauh lagi, namun upaya pemadaman menjadi semakin sulit karena badai topan yang berputar kencang.
Pegiat kanuragan melalui ilmu tenaga dalamnya berusaha menetralisir kencangnya badai, di antara lainnya ada pula yang menggunakan elemen air guna memadamkan apinya, warga lain yang manusia biasa, bahu membahu secara estafet mengambil air dari sungai Blorong.
Sebuah hikayat arti goyong royong, citra dan jatidiri bangsa yang hampir punah tergerus arus globalisasi.
Akan tetapi api telah melahap separuh lebih areal konsesi hutan lindung Wonopati, dan kobaran apinya semakin melebar seiring pepohonan yang terbakar yang kian memperkuat kobaran api.
Suhu udara menjadi panas berkali-kali lipat melebihi suasana terik di siang hari, sehingga orang-orang yang sedang berusaha memadamkan api, membasahi sekujur tubuh mereka namun sengatan rasa panas tetap kuat. Akan tetapi tak melemahkan nyali mereka untuk berusaha memadamkannya.
_____________________________
Berpindah Di Rumah Muidah.
"Apa-apaan ini?"
"Ada apa Gi…?"
Gianto: "GAWAAT MPOOK GAWAAAT!!!"
Muidah: "Gawat gimane? yang jelas kalau mau ngasih tau sesuatu, jangan mentang-mentang muke ga jelas terus semuanya jadi serba nggak jelas"
Tak menjawab seloroh pertanyaan itu, Gianto justru dengan cepat melesat.
SWOSSSSSHHHH terpaan angin terasa menyapu wajah Muidah, ketika gerak kilat Gianto melesat di depannya.
Pria itu menuju keluar rumah, lantas melihat ke arah pagar bumi bagian barat dari rumah Muidah.
Muidah: "Buju buneng, cepet banget gerakan si kunyuk anggora itu, tidak salah lagi, dia adalah pegiat kanuragan, firasatku pasti tepat, semenjak mengetahui dia bisa memanjat pagar bumi rumah ini yang tingginya lebih dari 6 meter itu dengan mudah, bahkan saat mendaratnya pun mulus hampir tak ku sadari, oh iyaaa…" sontak wanita itupun terhenyak dari lamunannya.
"Daripada memikirkan hal itu, lebih baik mengecek keadaan di luar, yang sampai membuat si Kontol Giant itu seperti panik, arghhh kok jadi kepikiran kontolnya si beruk itu sih ah, hush hush".
Sesampainya Muidah di luar rumahnya, didapati pemandangan yang mencekam, asap dengan cakupan luas mengepul ke langit, memang tak sampai di area rumahnya, bahkan dengan pagar bumi sebesar itu, kepulan asapnya terlihat membumbung tinggi.
Diamatinya dengan seksama tampak bayangan tubuh terlihat di antara kegelapan malam, yang tak lain adalah Gianto yang sudah berdiri di ujung pagar bumi.
Muidah: "Gianto, apa yang sebenarnya terjadi?"
Gianto: "Sulit untuk dijelaskan, akan lebih baik jika mpok menyaksikan sendiri"
Muidah: "Woeee goblok bagaimana bisa aye melihat dari sini, bahlul." sejurus kemudian, kilat bayangan melesat ke arahnya dan merengkuh tubuhnya. "EH EHHH EHHH" pekik terkaget-kaget dari wanita itu, mendapati tubuhnya sudah diboyong dan dinaikkan ke utas pagar bumi rumahnya.
Muidah: "Woeeee tulul, ini gimane kalau aye jatuh, awas aja ente ya!!!"
Gianto: "Diamlah, dan amati apa yang ada di depan mpok, aku akan memegang mpok dan memastikan agar tidak jatuh"
Muidah: "I … it ituuuuu???" matanya terbelalak, mulutnya kelu melihat penampakan yang terekam di kedua matanya.
Hutan di seberang tempat tinggalnya yang terbelah oleh salah satu hulu sungai Blorong tampak terbakar, kobaran api sangat luas, meskipun jaraknya berkilo-kilo meter dari rumahnya namun pantulan kobaran api tergambar di aliran sungai yang tampak jelas jika dilihat dari tempat setinggi 6 meter itu.
Gianto: "Jika yang di depan mpok terlihat mengkhawatirkan, ada yang jauh lebih mengerikan, tengoklah ke kanan." diturutilah arahan itu, lalu keterkejutan kembali menyambangi benaknya.
Muidah: "It… ituuu apa To? besar sekali to meskipun jauh dari sini, da…n… dan dari langkahnya sepertinya dia akan menuju kesini kan? iy… iyaa kan?"
Gianto: "Ya tak salah lagi, mungkin dia akan menuju kemari, dan jika tidak salah makhluk itu adalah Destrarastra, yang merupakan ayah dari Kurawa."
Muidah: "Bu….- bu kan kah itu hanya ada dalam cerita pewayangan semata?"
Gianto: "Mungkin iya, tapi meskipun di tengah malam seperti ini, kebakaran hutan telah menjadikan pemandangan kita jadi jelas, dan bila melihat dari ciri-cirinya memang dia sangat identik dengan tokoh mendiang Kurawa. Destrarastra atau hanya jelmaan tiruannya, meskipun dari jarak sejauh ini, aku dapat merasakan aura kekuatannya yang luar biasa."
Muidah: "Lalu bagaimana jika memang dia menuju kemari? apa yang bisa dilakukan? mungkin elu memang ahli kanuragan tapi apa elu punya ide untuk mengatasinya?" kemelut khawatir tergambar jelas dari rona wajahnya.
Gianto: "Entahlah….."
Muidah: "Hmmmmm" lesu ekspresinya mendapati jawaban yang tak menenangkan itu.
Gianto: "Tapi…. sepertinya aku punya cara untuk mengatasi, yang semoga saja akan berhasil, namun jika itu gagal…."
Muidah: "…..????"
Gianto: "Kita harus menerima kenyataan, ini mungkin akan menjadi akhir bagi kita." sementara itu….
BLENGGGGG BLEEEEENGGG
Dan benar, langkah kaki raksasa itu tampak kian menuju ke arah mereka, sungai Blorong yang terkenal dalam dan berarus kuat, disebrangi tanpa halangan berarti, karena debit airnya hanya sebatas mata kaki bagi si raksasa itu. Lebarnya jangkauan kakinya, membuat langkahnya menjadi tampak cepat mendekat meskipun dalam radius berkilo-kilo meter dari arah Gianto dan Muidah berpijak.
BLENNGGGG BLENGGG BLENGGGGG
TAAAPPPPP suara tangkupan kedua telapak tangan.
Tiba-tiba dari arah atas, JLEEENGGGG
Mendarat sosok raksasa tepat di depan Gianto dan Muidah yang masih berdiri di atas pagar bumi.
Muidah: "Giiiiiiiiii…….??!!!" terbelalak kedua matanya, dengan ketakutan luar biasa. Bergidik ngeri di hadapannya tiba-tiba muncul makhluk sangat besar dengan tampilan bak Singo Barong, wajah dipenuhi rambut, bertaring dan dari taring-taringnya mengalir liur bercampur darah.
Gianto: "Rupanya boneka mainan berukuran jombo ini tidak hanya satu ya?!"
"GERRRRRRRRRR" deru nafas raksasa itu seperti suara deruan Harimau namun lebih menggelegar, berbalut wibawa yang menakutkan.
DENGGGGG
__________________________________
Sementara itu di tempat Darmadi berada.
"HAH? aura kekuatan apa yang tiba-tiba ku rasakan ini dan darimana asalnya?"
"Ini……????? tidak mungkin…..!!!!"
_
BERSAMBUNG
Komentar