Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 20: Terapi Kok Nggilani

 Chapter 20: Terapi Kok Nggilani


___________________________________


Miyadi, Sukasmin dan Sari berniat melakukan pengejaran.


Namun terhambat akibat batu besar yang menghalangi akses jalan keluar satu-satunya dari depan, Sukasmin mengumpulkan energi dan dipusatkannya ke kekepalan tangannya dan dengan sekali hentak. DUUUUUUUGGGHHH. BLENGGGG Batu besar yang menghalangi itu telah hancur lebur.


Sementara Billy Tukiran dan Komar, ditinggal begitu saja dalam posisi terluka parah tepat di bibir pintu gerbang. Tertimbun besi serta reruntuhan batu yang dihancurkan oleh Sukasmin.


Sari, Sukasmin dan Miyadi menghampiri tubuh bersimbah darah dari Billy Tukiran dan Komar, baju Billy ditarik dan tubuhnya diseret agar terbebas dari tindihan besi serta pecahan-pecahan batu, lalu didongakkannya kepala Billy oleh Miyadi. "Heh jembut komodo, lihat itu bos-bos itil yang kau layani, meninggalkan kalian begitu saja dalam kondisi terluka parah, dasar tolool bukan? loyal kepada bangsat yang tega menelantarkan anak-anak buahnya." umpat kekesalan Miyadi lontarkan.


Sukasmin: "Miyadi, apa yang harus kita lakukan dengan keparat-keparat ini serta empat orang yang udah tewas itu?".

Miyadi: "Kita harus melakukan sesuatu untuk mayat-mayat itu, tapi sebelum itu." dijambaklah tubuh Billy dan dipaksa untuk mendongak kepalanya meskipun itu kesulitan karena kondisinya saat ini.


Miyadi: "Heh bangsat, jika kau ingin tetap hidup, katakan dengan jujur, dimana saja markas-markas Suharsono dan Beno Lintang?"


Billy: "Guahhhhh" terpekik suaranya, darah mengalir dari mulutnya. "Bajingan Suharsono dan Beno Lintang itu, aku tak bekerja untuk mereka, aku hanya preman bayaran yang kebetulan di bawah naungan keparat Subeki yang tak ku sangka akan berkhianat begitu saja padahal aku sudah bekerja cukup lama untuk dia, selama ini misi kami tak pernah gagal sebelum berhadapan dengan kalian uhukk uhukkk ghaahh hah hah."


Miyadi: "Lalu dimana markas Subeki?"

Billy: "Gunung Galunggung, ada goa besar yang di dalamnya dibangun markas mewah, tapi untuk akses ke sana sangatlah sulit, tap tapiii… ambillah ini, ini kontak untuk mobil itu, salah satu dari kalian pasti bisa mengendarai mobil kan? uhuukkkk."


Pandangan tertuju ke arah Land Cruiser.


Sari: "Ya aku bisa nyetir."


Blugggg, dijatuhkannya tubuh Billy yang bersimbah darah dan batuk-batuk menyemburkan darah segar dari mulutnya, kemudian Miyadi beranjak.


Miyadi: "Sari, Kasmin, bantu aku mengurus mayat-mayat itu."

Sari: "Akan kita apakan dan bawa ke mana mereka?"


Miyadi: "Di belakang pabrik ini ada sungai dan juga septic tank pembuangan limbah air produksi, kita seret mereka kesana dan buang jasad-jasad mereka di pembuangan limbah yang cukup dalam itu, dan untukmu siapa namamu? apakah kau keberatan dan bersedia menjaga hal ini?"


Billy: "Billy, Billy Tukiran, ya, aku sama sekali tak peduli dengan bangsat-bangsat rendahan itu, mau kalian apakan, kalian bakar kalian buang atau apalah terserah, dan ku jamin aku akan tutup mulut mengenai hal ini, kalian bisa pegang kata-kataku meski sulit untuk kalian lakukan. uhuuukkhhggggg."


Miyadi: "Siapa juga yang akan percaya omongan penjahat sepertimu ha? kau bilang bangsat rendahan? bukankah dirimu jauh lebih rendahan dari mereka? kau bekerja untuk mereka bukan? dan kau bilang jamin jamin jamin, karena kondisimu terluka parah dan ditelantarkan, lihat dirimu ketika menyeret paksa dua kawanku itu, betapa angkuh dan sok jagoannya dirimu beserta kroni-kroni bangsatmu yang sampai hati membuang kalian begitu saja."


Miyadi pun berjalan menuju empat orang yang sudah tewas oleh serangan pertama yang ia lancarkan, lalu di pegang ujung baju Adi Riyadi dan Bardenta yang bersimbah darah, kemudian diseretlah tubuh mereka berdua, berjalan dengan seperti tanpa beban menyeret dua jasad, menuju bagian belakang dari bangunan SAB.


Disusul Sari dan Sukasmin.


Sukasmin: "Sampean ndak usah bantu narik biar aku saja." berbeda dari Miyadi yang agak manusiawi, Sukasmin justru menjambak rambut dua jasad yang tersisa, ialah Wasaton Agus dan Samil, dengan menjambak rambut yang lumayan panjang dari dua mayat itu, lalu diseret paksa.


Melihat hal itu. "Tekke wong koplak ik, hahaha tapi aku suka." seru Sari mendapati ulah Sukasmin yang tak manusiawi memperlakukan orang mati.


Sukasmin: "Aslinya sih mau ku perlakuan yang baik lha wong hukumnya wajib untuk memperlakukan orang mati dengan baik dan santun, tapi ini kan mayat-mayat bedebah yang sudah menghina kita, berlaku tak senonoh terhadapmu, ya meskipun sampean menikmati ya kan?" seraya menyeret dua jasad, dan sambil menyindir halus terhadap Sari.


Sari: "Dancuk ik, kalau ndak demi mengatur strategi dan gegabah main serang yang ada kita sudah mati bego, tuh lihat dirimu yang babak belur dihajar bukan? andai dirimu sabar dan tidak banyak bicara yang memancing emosi Suharsono ya ndak bakalan seajur ini. Di samping itu sudah ku tahan sedemikian rupa, kalau jadi situ pun jika diservis nikmat oleh empat orang pasti ndak kuat nahan kan, ojo maido tak idoni raimu lho."


Sukasmin: "Alah alah alaaaah pinternya kalau soal ngeles mengeles, mantan guru les ya buk?"


Miyadi: "Cepaaaat keburu sore, tunda guyonannya ndes!!!" potong Miyadi yang sudah berada di depan pintu belakang. DUAAGHHHHH.


Pintu rapuh itu ditendang dan hancur berantakan. Disambut pemandangan indah, halaman belakang yang luas, dengan paving sebagai dasarnya, yang masih tersusun rapi, anehnya tak tumbuh rumput-rumput di sela-sela pavingnya, lalu sekitar 20 meter di seberang, terbentang sungai yang alirannya masih menjadi bagian dari sungai Blorong.


Sementara di tengah halaman lapang itu, terdapat tutup yang berbahan baja melintang, yang digunakan untuk menutup lubang pembuangan limbah.


Mungkin tidak tumbuhnya rerumputan lantaran tanahnya menjadi tandus akibat menjadi resapan limbah yang syarat akan bahan-bahan kimia.


Sukasmin: "Besar sekali tutup lempengan baja itu Di, apa ndak berat untuk mengangkatnya?"

Miyadi: "Jangan khawatirkan soal itu, serahkan padaku untuk mengurusnya."


Kemudian dengan menggunakan tenaga dalam, terataaaangggg. Penutup baja itu pun bergerak ke atas, terbuka secara perlahan, dan mulai terlihat apa yang ada di balik plat baja itu, ternyata berupa kolam yang sangat dalam, tampak dari kedalaman yang kurang lebihnya 20 meter, ada debit air, mungkin sisa-sisa limbah yang tak bisa terurai atau terserap seutuhnya oleh tanah.


Miyadi: "Sari, Kasmin, segera masukkan mayat-mayat itu, hari sudah mulai sore." kemudian Sari dan Sukasmin mendorong mayat-mayat yang berjumlah empat orang itu, dan dilempar ke dalam kolam limbah yang dalam.


JLEDUNGGG, begitu jasad-jasad manusia itu jatuh dan ternyata volume air yang di dalamnya itu menjadi tanda jika debitnya masih lebih dalam, terlihat dari bagaimana mayat-mayat itu tenggelam dan cukup lama untuk muncul mengambang ke permukaan.


Miyadi: "Huh, setidaknya itu cukup untuk menyamarkan" jedaaanggggggg. Dikembalikannya plat baja penutup untuk menutup kolam limbah yang kini menjadi kuburan alternatif bagi empat kroco-kocro malang.


Sukasmin: "Miyadi, darah di punggungmu terus mengalir, apa kau tidak khawatir akan berdampak buruk jika tidak segera ditangani?"


Miyadi: "Ya aku sudah memikirkannya tapi perlu perjalanan panjang untuk ke rumah sakit pusat kota yang bisa menangani luka yang ku yakini sangat dalam dan lebar ini."


Sukasmin: "Mungkin ini akan mengejutkanmu, dan bukan opsi yang bijak tapi itu tergantung bagaimana dirimu dan juga Sari."


Miyadi: "Hemmm apa maksudmu Min?"

Sari: "Aku tau apa yang sampean maksud Mas Kasmin, dan memang benar-benar pilihan yang gila, tapi jika itu berarti untuk menyelamatkan kawan yang telah menyelamatkan kami, rasa-rasanya bukan masalah besar untuk jadi pertimbangan."


Miyadi: "Langsung ke intinya saja, aku malah mumet dengan apa yang kalian bicarakan."


Sukasmin: "Sampean sudah melihatnya sendiri bukan? tadi yang dilakukan oleh empat orang yang sudah tewas itu, mereka bersemangat menjilati dua lubang bawah milik Sari, terutama saat cairan orgasmenya muncrat, hingga jatuh ke lantai yang kotor pun mereka berebut menjilatinya, bahkan dengan Suharsono saat terluka parah, dia menghampiri sisa cairan orgasme yang masih tercecer, dan aku sendiri yang baru membuktikannya, setelah borgolku dilepas, lalu Sari mencokol mulutku dengan lubang dubur dan vaginanya, setelah ku telan sisa cairan yang masih ada, ada kekuatan regenerasi dari cairan yang keluar dari lubang pembuangan Sari, aku sendiri tidak tahu pasti bagaimana mekanismenya. Sari, mungkin sampean bisa memberikan penjelasan singkat."


Sari: "Sederhananya itu adalah bagian dari ajian Ngokop Saripatining Anus."

Miyadi: "Tunggu, apakah benar itu bagian dari ritual yang diajarkan Putri Kadita?"


Sari: "Benar sekali."

Miyadi: "Bagaimana ceritanya kau bisa berhubungan dengan ratu sesat itu?"


Sari: "Panjang jika harus ku ceritakan, dan ada yang lebih prioritas daripada sekedar menceritakan kronologi, yaitu luka di punggung sampean yang menganga akibat tebasan benda tajam itu, ini memang bukan hal yang masuk akal dan sulit dimengerti, tapi semua kembali pada kalian berdua, restu dari kang Sukasmin dan kemauan dari sampean sendiri kang Miyadi."


Miyadi: "Hih cuuuk, aku mok kon ngokop tempik karo silitmu?"

Sari: "Ya, setidaknya itu pilihan darurat satu-satunya saat ini."


Miyadi: "Hihhhh nggilani men, iyo nek langsung terbukti ampuh, lha nek ora opo aku malah ndak rugi, udah nyeboki silitmu yang pasti bau."

Sukasmin: "Hualah guayamu cuuuuk, sok jijik, padahal asline yo ngaceng tur pingin, rasah muna-fuck conggrosmu su asu."


Miyadi: "Dhapuranmu yo edan maneh, opo kowe lilo tempik karo silite yank-mu diclomoti wong liyo?"

Sukasmin: "Yo asline gak lilo lah, tapi demi awakmu yang sudah menyelamatkan kami tadi, itung-itung balas budi."


Mendengar perdebatan tidak faedah itu, dalam batin Sari. "Min Kasmin, andai kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum digebuki janda-janda ayu itu."


Sari: "Jadi gimana mas Miyadi? mas Kasmin sudah memberi lampu hijau."

Miyadi: "Bukane wegah mbakyu Sari, tapi mengingat silit dan tempikmu bekas diseruput oleh kawanan durjana yang bau mulutnya pasti tak kalah busuknya dari TPA Bantar Gebang, ditambah mulutnya Sukasmin tengik ini, bukannya sembuh yang ada bisa modar kagak lucu saya."


Mendengar pernyataan dari Miyadi, spontan Sari berlari, arahnya menuju ke sungai yang membentang, tepat sekitar 10 meter dari lokasi mereka berdiri.


Miyadi: "Yank-mu meh opo kae su?"

Sukasmin: "Koyoke meh cewok lah cuk, ben silit karo tempike ora patio mambu."


Miyadi: "Bajingan tengik, duleg njaran, lha terus piye ndes, emange awakmu lilo nek aku gelem mangkat nyucrupi tempike yank-mu?"

Sukasmin: "Wis, rasah kakean cocot, ndang susul Sari, cucrup sak waregmu banyu sing mili seko tempike, jilati sak resik-resike silite Sari, iku lho geteh ning gegermu sansoyo mili, iso-iso kowe modar kentekan geteh ndes, gage ndang rasah kesuwen, aku tak ngenteni kene sing adem disambi leren."


Miyadi: "Wiuuuh ini tenanan cuk? gak rugi sampean? gak cemburu toh dhapuranmu?"

Sukasmin: "Ya aslinya cemburu dan rugi lah bloook, tapi mau gimana lagi, darurat su, kakean cocot ae kowe ki, apalagi ada hal yang ingin ku pastikan, yaitu seberapa berkhasiat sih, ajian super menjijikkan itu, dah sana keburu sore!!!"


Dengan isi kepala yang bingung dan tidak tahu harus berpikir bagaimana, Miyadi pun melangkah menuju ke sungai, di sana Sari tampak sedang jongkok dengan tangan meraih air untuk menceboki anus dan vaginanya. Sementara Sukasmin berkecamuk dengan hatinya "Su asu, jabingan tengik, ndlogok njaran, opo-opoan iki suuaaahhh?!!! harusnya aku tuh cemburu dan menolak hal ini, tapi kenapa malah pasrah dan justru ikut menawari, kan gobloog biaaanget dancuk njaran asuuu, tapi kok jantungku berdegup kencang, sensasi apa ini? keparat sekali, malah antusias banget menanti perlakuan sahabatku terhadap kekasih hatiku."


Menyadari kehadiran Miyadi yang telah menyusulnya, Sari segera menaikkan kembali celana dan celana dalamnya, lalu berdiri menyambut Miyadi.


Sari: "Jadi sampean sudah memantapkan diri untuk melakukan terapi tidak masuk akal dan jorok ini?"

Miyadi: "Ah mbuh mbakyu, aku sendiri juga bingung, tapi punggungku mulai terasa sakit sekali, kepalaku mulai pusing darah terus mengecur perlahan, tapi yang lebih bingung kenapa sampean juga seperti suka rela menawari begitu saja, apa ini sudah jadi kebiasaan sebelumnya atau…."


Sari: "Hushh, jangan berpikir macam-macam, aku tak semurah itu untuk memberi tawaran menjijikkan ini kepada sembarangan orang, ini semata-mata karena ingin membalas budi, jika tidak ada sampean, bisa-bisa aku masih jadi budak nafsu mereka, dan mas Kasmin masih akan terus dihajar habis-habisan sampai klenger, hemmmmm tapi jangan terlalu percaya diri dulu, aku juga tahu siapa orang yang menendang pantat mas Kasmin hingga dia menggelinding dari atas bukit sampai akhirnya menimpa mbak-mbak jandawati aduhai yang sedang asyik mengghibah."


Miyadi: "Ehhhhhh, ka ka kalau itu….."

Sari: "Ssssttttt, tenang aku bisa tutup mulut mengenai hal itu, karena perbuatan mas Sukasmin di atas bukit itu juga tidak bisa ditolerir, ngapain coba coli sembari mengintip janda-janda yang sedang mengupas aib? kalau lagi mandi mah wajar, aaah mbuh mumet sirahku ngerasakno wong guebleg itu. Hmmmm…. anggap saja antara pertolongan sampean dan perbuatan sampean yang tidak manusiawi itu, impas, okey."


Miyadi: "Hehe, iya, mbuh Sukasmin dulu nggak segila itu, saya rasa gara-gara sampean, setelah kandas asmaranya, dia jadi klowor. Aahh yaaah, sudah abaikan saja kunyuk itu, sebelumnya matur nuwun dan ngaputen mbakyu, terus saya harus gimana ini?"


Setelah percakapan itu, sekonyong-konyong Sari melorotkan celana training panjangnya dan celana dalamnya kembali, lalu diapun berbalik badan membelakangi Miyadi, kemudian dengan bertumpu dengan dengkul dan tangannya, Sari menunggingkan pantatnya tanpa malu-malu. "Uhhh sensasi apa ini? sa bisanya aku ekshib di tempat terbuka dan menyogohkan bagian vitalku untuk pria lain tanpa sungkan-sungkan. Ah Sari kamu nakal." kecamuk dalam hati wanita cantik itu tak habis pikir atas ulahnya.


Miyadi: "Juoooh mbakyu!!!!!! sampean iku mpun ayu tempike juga gundul dan warnanya pink, silitmu juga kemerah-merahan tanpa ada jembutnya juga, jiaancukk ik."

Sari: "Sudahi pujiannya, lekas jilati keburu sampean mati kehabisan darah, dan ingat, barangkali ini tidak akan menyembuhkan seutuhnya tapi setidaknya akan menutup aliran darah dan mempercepat proses keringnya luka."


"Aduuuhhh Sariiiiii, kamu kenapa jadi binal gini sih? malah antusias menanti dieksekusi." lagi-lagi wanita itu menggerutu dalam hati, dengan ekspresi gemes-gemes biadap.


Dengan perasaan campuraduk, Miyadi pun menyusul bersimpuh, sebelum itu dia menengok ke belakang yang lumayan jauh dari pandangan matanya, tertuju pada Sukasmin yang malah tengah mengamati dari jauh seperti tanpa beban. "Bajingan amoh Kasmin guoblog iku, bejo tenan enthuk wong ayu tur istimiwir ngene iki, lha kok aku melu ngicipi, su asuuuu aahhhh mbuh." cemooh dengki dari batin Miyadi.


Lalu serta merta Miyadi membenamkan kepalanya ke arah vagina, ia hirup dalam-dalam aromanya. "Arghhhh, apakah masih ada bau jigong?" tanya Sari di tengah desahan spontanitas akibat rangsangan yang hadir dari hirup nafas Miyadi ke vaginanya.


UUUUFFFFHHHH. Sedalam mungkin menghirup aroma yang disajikan dari liang peranakan milik Sari. "Muantaab surantaaap siap santapppp." seru kegirangan dalam hati Miyadi.


Miyadi: "Sudah tidak bau, hanya bau memek sampean, tapi ini justru menggairahkan."

Sari: "Jangan terlena, tujuan dari terapi ini adalah untuk menyembuhkan sampean bukan menaikkan libido dan gairah seksual."


"Uuhhhh…. Mamfuuuus dapuranmu masehhh, cenggur manukmu kang hehe." sumringah iblis di dalam hati Sari.


Miyadi: "Hmmm iya maaf" sembari Miyadi menjulurkan lidahnya mulai menjilati mili demi mili vagina Sari.

Sari: "Dan, ughhhhh ahhh, yang paling penting adalah buat aku orgasme, karena cairan orgasme itulah salah satu yang terkandung obat untuk pemulihan paling mujarab, tapi jangan kira akan gampang membuatku orgasme, sebab hari ini aku sudah dua kali mencapai klimaks, pertama dengan mas Sukasmin kedua oleh ke empat kroco-kocro yang tewas itu, akan ku pastikan orgasme yang ketigaku tak akan teraih dalam waktu singkat."


Miyadi: "Wooooh, berarti sebelum disekap itu sampean sudah skidipapap sawadikap dulu sama Sukasmin?" tanyanya dengan antusias disela-sela jilatannya terhadap lubang vagina milik Sari


Sari: "Iya, aghhhhh, di sendang Waru."

Miyadi: "Jiancoook yo enak nooo." lalu lidah Miyadi beralih menjilati lubang dubur yang merah merona menggugah selera.


Sari: "Iya, enak, habis dapat enak, dapat apes ditangkap bajingan-bajingan itu, dan arghhhhh yang tak kalah penting, baguuusss, jilati anusku!!! karena syarat yang paling krusial untuk mendapatkan cairan pemulih luka, harus berpadu dari liur sampean yang merembet dari lubang anus ke vagina, semakin banyak ludah yang dikeluarkan saat menjilati anus, dan semakin banyak pula yang luber menuju vagina, maka itu akan sebanding dengan khasiat dan mujarabnya, sungguh tidak bisa dipikir dengan logika medis bukan? aghhhh enaknya, terus jilati dengan seksama, keluarkan ludah sebanyak-banyaknya!!!"


Miyadi: "Iyaaa, aku juga tidak percaya bahkan aku manut-manut saja mengikuti ritual sesat dan super tidak mutu ini, tapi ku tepis keraguanku sebab lubang bo'ol dan memekmu menggoda selera, benar-benar paket komplit sampean mbakyu. Tanpa ada urusan terapi terapinan pun saya mau mbakyu ngokopi tempik dan silitmu setiap hari, hahahaha." setelah mengatakan itu, Miyadi membenamkan hidungnya dalam-dalam ke anus Sari.


"Arggghhhhh" pekik kenikmatan yang wanita itu rasakan.

Miyadi: "Buaahhhh, silitmu mbakyu, hmmm baunya mantab."

Sari: "Bau ampas atau bau jigong sampean?"


Miyadi: "Perpaduan dua-duanya, tapi saya suka, mbakyu bisa kentut nggak? penasaran bagaimana rasa dan aroma kentutnya wong ayu macam sampean."


Sari: "Hah hah kebetulan sekali, tadi udah sempet ke tahan, bentar bentar, tunggu ya, dan jembreng anusku selebar mungkin." lalu Sari pun mengejankan silitnya, seperti melakukan dorongan energi dari dalam tubuhnya dan difokuskan ke titik akhir ialah lubang duburnya. "Bentar lagi mas Miyadi, mangap mas, mangap dan tutup silitku pakai mulut sampean, kentut itu juga berisi kemampuan pemulihan."


BRUTTTTTTT BRUBHHHHH suara kentut yang harusnya kencang, tertahan akibat disumpal pakai mulut Miyadi yang mangap menelan hampir semua angin yang keluar dari dubur Sari.


Sari: "Telan mas!!!" dan permintaan menjijikkan itu dituruti.


Dalam hidup kita tak bisa lepas dari perintah, larangan dan anjuran, tapi tapi tapi ini, perintah sih perintah, anjuran ya anjuran tapi anjuran untuk memakan ampas angin yang keluar dari silit dan dituruti begitu saja selain percaya hal jorok nauzubilleee itu bisa mengobati luka, di samping itu karena si biadap Miyadi ini pun punya selera tersendiri terhadap angin sepoi-sepoi tai. Agh mbuh wis aku yo bingung dewe.


Namun rupanya, ini bukan omong kosong, terjadi reaksi pada tubuh Miyadi, tubuhnya mulai terasa panas, uap uap air muncul dari sekujur tubuhnya, tak sampai disitu, kulit-kulit punggung yang luka dan tersayat yang masih mengalirkan darah perlahan terasa seperti menutup, hal itu dirasakan Miyadi lewat reaksi dari rasa sakit, perih dan kelu mendadak jadi tak sesakit sebelumnya.


Kepala Sari menoleh ke belakang sembari masih dalam posisi menungging, nyiliti raine Miyadi, wanita itu memperhatikan apa yang terjadi pada tubuh Miyadi. "Lihat mas Miyadi, ada reaksi dari terapi ini terhadap tubuh sampean."


Miyadi: "Yaaa, aku merasakannya sendiri, rasa sakit dan perihku berangsur terasa ringan, meskipun masih ada rasa perihnya."


Sari: "Sabar saja, ini baru tahap permulaan, kita akan melihat hasilnya sampai cairan orgasmeku tiba, berhasil atau tidaknya akan kita lihat setelah sampean meminum air vaginaku yang bercampur dengan jilatan ludah sampean di anusku, dan aku heran, mau-maunya sampean memakan kentutku? apa rasanya ndak menjijikkan dan bau?"


Miyadi: "Bau sih, tapi aku suka, kontolku sampai ngaceng keras lho ini."

Sari: "Dihhh, tapi jangan harap bisa memuaskan kontol sampean ya!! karena ini ritual penyembuhan bukan pemuasan hehe."


Miyadi: "Hehe iya mbakyu, lagi pula saya ndak minat mengenthu sampean, selain itu nggak enak juga sama cecenguk Kasmin itu." di saat bersamaan mereka menoleh ke belakang, melihat dari jauh dan mendapati keterkejutan ketika mata mereka berdua menyaksikan pemandangan, yang mana Sukasmin malah asyik coli seraya menyaksikan Miyadi yang sedang mengokop lubang limbah Sari.


Kan bajingan amoh tenan tho iki.


"Duancoook, gondes klowor itu malah ngocok peline, asyuuu ndlogok njaran sak pak kusire. Iso-isone birahine munggah mergo nyawang bocahe digarap wong liyo." tak habis pikir Miyadi dalam hatinya, meskipun dia sendiri juga ndak memiliki banyak stok pola pikir, tapi ya dalam kasus seperti ini tetep dipaksa mikir. Lha kok iso i lho?


Sukasmin sadar perilakunya ketangkap basah, yang sebelumnya tidak diperhatikan mereka yang masih fokus berjibaku dengan terapi tak masuk akal tai asu itu.

Kemudian Sukasmin pun berdiri, dengan posisi sudah tidak bercelana dan disampirkan ke bahunya.


Ia berjalan sembari mengurut-urut kemaluannya, mendekati Sari dan Miyadi lalu serta merta duduk di samping mereka masih dengan kondisi tangan kiri mengocok kontolnya. "Aku gak normal opo ya? kok iso-isone malah sange melihat ayank ku dimesumi kancaku, ra tahan tak kocok wae kontolku, maaf ya Ri, aku dadi semakin ra jelas koyok ngene iki."


Tidak habis pikir Miyadi dan Sari demi menyaksikan tindakan tolol yang Sukasmin lakukan. Padahal tindakan mereka berdua juga sama-sama tololnya sih, ini memang kumpulan orang tolol sedang berjibaku dengan terapi tololan toyiban.


Sari: "Sejak kapan dirimu itu punya kejelasan bloookkk? dari lahir saja kayak kamera bokeh, ngeblur."


Miyadi: "Bruakakakakakaa cocoteeeh, sampean yo iso ndagel ngono tho mbak?" demi mendengar banyolan Sari, terpingkal-pingkal Miyadi dibuatnya.


Sukasmin: "Iyo Di, pancen cocote kudu disumpel peli wong iki jaaaan."


Sari: "Wis ndang, daripada coli tur kakean cangkem, masukkan kontolmu itu ke sini cepat, kenthu tempikku agar aku lekas orgasme dan mengeluarkan cairannya untuk mengobati sohibmu ini."


Sukasmin: "Welehhhhh….!!!!??"

Sari: "Wis gak usah welah-weleh, ndang lebokno ning tempikku, mas Miyadi minggir dulu, Min tiduran di sini, cepat, kita WOT."


"Jiangkrikk cuk, malah arep kenthu ning ngarepku." gerutu Miyadi di dalam benaknya. "Tapi yo wis lah, koyoke seru iki, hehe." seru? seru ndasmu iku Di Miyadi.


Sukasmin pun menuruti dan ia telentang dalam kondisi kontol sudah ngaceng menjulang menantang. Kemudian Sari memposisikan vaginanya, dan pelan tapi pasti diposisikan untuk menelan kemaluan Sukasmin yang nggak punya malu itu.


Bleeesss, karena birahi Sari yang sudah meninggi ditambah vaginanya sudah basah akibat stimulus yang dilakukan Miyadi, mempermudah akses melahap kontol besar Sukasmin. Dan beberapa saat kemudian, ketika dirasa sudah siap penetrasi, ploook ploook ploook, dengan antusias Sari bergoyang naik turun menunggangi Sukasmin beserta kontolnya. "Mas Miyadi sekarang jilati anusku, dan jika sampean tidak jijik, sebab ini kasiatnya tidak hanya menyembuhkan sebagian luka, jilati vaginaku dan batang kontol mas Kasmin yang basah akibat cairan memekku, arghhhhhh ah ahhhh ahhhh." di sela-sela penjelasan diiringi desahan.


Miyadi: "HAAAHHH????"

Sari: "Wajar jika aaah aahhh sammmpph sampeaanhh terkejut dan lebih bingung lagi, tapi coba saja dulu, itupun jika sampean bisa mengabaikan asas jijik ngelamuti kontol pria lain."


Bukan menolak malah bak kerbau dicocok hidungnya, Miyadi menuruti arahan dari Sari, di saat kontol Sukasmin timbul tenggelam timbul tenggelam akibat penetrasi dari atas yang di lakukan dari, di sela sela timbul kontol sahabatnya itu, Miyadi menjulurkan lidahnya, menjilat kontol basah oleh cairan vagina. "Hahingan guwateli cooook, lagek iki kontolku diklamuti lanangan." gerutu Sukasmin.


Miyadi: "Asuuu rasah cocotan suuu aku yo jane jijik tho ndes, aku udu LGBT cuuuuk, mung kepekso gara-gara ngempet loro ben ndang mari, bajingan asu malah kudu ngelamuti kontolmu leng celeng."


Sukasmin: "Geli cuuuk asu raimu guoblooog".


Sari: "Hahahahaha ndak usah padu kalian, nikmati saja proses ini, mau tak mau memang inilah akibatnya dari mencari jalan pintas."


Sebentar dari fase yang menjijikkan itu, Miyadi terpekik. "AGHH, tubuhku mbak, panas." segera setelah rasa panas itu, Miyadi merasakan gelegat aneh. "Loh kok kayak orang habis makan? aku jadi merasa kenyang." dalam batinnya menerka-nerka, apa reaksi sebenarnya yang terjadi sekarang yang membuatnya merasa seperti kenyang.


Sari: "Gimana mas Miyadi, ada sesuatu yang terjadi? kau merasa kenyang kah?"

Miyadi: "Betul mbakyu, apalagi ini mbakyu, kok semakin membingungkan saja?"


Sari: "Ritual barusan selain pemulihan juga sekaligus mengembalikan energi yang terbuang akibat proses aktivitas dan metabolisme, seperti menumbuhkan kembali nutrisi dari dalam."


Sukasmin: "Bajilaaak ono ono wae sih iki, wis mbuh sing penting lancar kabeh, ndang gage selak sore." sementara kontolnya masih diobrak-abrik oleh vagina beringas Sari, wanita itu semakin kranjingan naik turun dalam posisi women on topnya. Plok plok plokk plok.


Ploooggg plooog plog, semakin kencang ritme yang diakselerasikan oleh Sari.

"Ah ah ah ah ah enaakk, kang Sukasmin, mas Miyadi, sebentar lagi aku akan sampai puncaknya."


Miyadi semakin antusias dan mendekatkan mukanya ke lubang anus Sari yang tak kebagian jatah penetrasi, toh tidak mungkin juga sebab lubangnya masih perawan dan sangat sempit, sekali lagi Miyadi dengan antusias menempatkan lubang hidungnya dan berdiam menyambut naik turunnya pantat Sari, ia hirup kuat kuat ketika hidungnya tersapu anus naik turun itu, lalu ia julurkan pula lidahnya, menanti sapuan demi sapuan dari lubang dubur yang turun naik, turun naik, turun naik terusss. Lah malah nyanyi asuuukkk.


"Suka sekali sampean dengan lubang anusku, enak ya? ahhhh ahhhh uhhhh."


Miyadi: "Enak sekali mbakyu, aroma terapinya mantab, saya suka." sedang Sukasmin hanya diam saja tapi tentu batinnya tidak bisa diam. "Oalah goblooook gobloook, jebul podo karo aku, maniak silit, hahaha." cibirnya dalam hati.


Sari: "Bentar" sejurus kemudian wanita itu menghentikan hentakkan pinggulnya. "Mangap lagi mas Miyadi, aku mau kentut lagi, makan kentutku seperti tadi ya?"


Sukasmin: "COOOOOOK!!!! Opo-opoan maneh iki?"


Sari: "Wis gak usah bacot sampean, ini antara aku dan mas Miyadi yang bisa memahami. Mas Miyadi sampean siap?!"


Miyadi: "Siap saestu mbakyu." sekonyong-konyong Miyadi membuka mulutnya lebar-lebar guna memblokade lubang anus Sari yang sedang mengejan, dan beberapa detik kemudian.


Bruoooophhh, broppphhh. brepp.


Sama seperti sebelumnya, suara kentut yang seharusnya keras itu pun tertahan, tiga kali berturut-turut kentut keluar dari silit merekah milik Sari, dan semuanya masuk bablas ke tenggorokan Miyadi.


"UAHHHHHH ENAKNYA mbakyu." setelah menelan angin biadap menjijikkan itu, Miyadi bersendawa nikmat, seperti orang kekenyangan. Jancoook njaran, wareg kok wareg entut bajingan, ceritone ra karu-karuan.


Sukasmin: "WUASIUUUUU, gobloggg kabeh dapuranmu, entut diuntal iku faedahe ben opo? kembung kembung angin wajar lha nek kembung mergo entut terus gak iso ngentut, wis mbuh aku bingung tenan karo terapi iki, terapi kok mbingungi tur nggilani."


Miyadi dan Sari serempak: "Wis dapuranmu rasah kakean cocot."


Miyadi: "Cocotmu siji thok ae mangane akeh oponeh kakean cocot, ngentekno beras sak ndeso cuk!!! Cukup aku wae sing reti sensasi dan kasiat menelan kentutnya ayankmu ini suuu."


Lantas, Sari melanjutkan goyangan pinggulnya naik turun dari lambat menuju cepat, PLOG PLOG PLOG.


"Ah ah ah ah enaaakkk." akselerasi goyangan pinggul yang Sari lakukan dengan lihai, sukses mengalihkan perdebatan dan tanda tanya besar yang hadir di benak Sukasmin. Bedes anggora itu akhirnya pasrah menikmati permainan yang penuh kejanggalan ini.


Di saat bersamaan Miyadi berinisiatif memasukkan jemarinya ke lubang anus Sari, clog clog clog, satu jemari cukup untuk masuk ke lubang yang masih sempit itu, tidak ada protes dari Sari sehingga Miyadi tetap melanjutkan aktivitas ngobel jemarinya ke lobang pantat Sari yang sedang naik turun di atas Sukasmin.


Plog plog plog plog.


Jari yang dimasukkan ke lubang pantat Sari, ditarik keluar lalu dihisap kuat-kuat jari itu oleh Miyadi. "Uhhh mantab istimewa rasa silitnya wong ayu ini, ada bau bau tainya dikit, hehe jadi gini rasanya tai, pait. Jiangkrikk kenapa aku jadi sedancuk ini sih?!" dalam batin Miyadi malah lebih tidak waras lagi, sangat gembira ria demi mengerti rasanya tai.


"UHHHHH, sensasi apa lagi ini?" masih dalam batin Miyadi, ia menerka-nerka dengan apa yang dialami setelah menjilati jarinya "Ya tidak salah lagi, ini seperti ada aliran energi dari dalam, seperti mendesak proses pembuatan hemoglobin dan darah putih, agar tubuh yang luka bisa segera dipulihkan, mungkinkah lubang besar akibat sabetan benda tajam dari si keparat itu bisa tertutup oleh ritual jorok ini?"


PLOG PLOGHH PLOG PLOG PLOG

"Aahhh bentar lagi aku akan orgasme, mas Miyadi."


Mendengar suara wanita itu, Miyadi bergegas membantu kembali, ia jilati dari anus hingga vagina, tak pelak juga tersapu kontol Sukasmin yang timbul tenggelam oleh aksi penetrasi. "AH AH AH AH NIKMAAT AAAHHHH." teriak desahan Sari semakin kencang.


"UAAHHH MAS MIYADI, baringkan tubuhmu lalu mangap mas mangaaappp!!!!!!" bak kerbau dicucuk kontolnya eh hidungnya, Miyadi menuruti saja perintah wanita itu.


Setelah ia berbaring, Sari kemudian lekas menghampiri dan menyodorkan lubang memeknya tepat di mulut Miyadi yang sudah siap sedia untuk menampung seluruh cairan yang akan Sari keluarkan.


Rasa sakit dari punggungnya paska digunakan untuk menopang tubuhnya yang sedang berbaring, tak ia hiraukan.


Sari mengobel-obel memeknya hingga "UAKHHH KELUAARRRsrrrr srrrr srrrr srrrr, sembari menyibakkan lubang memeknya dengan dua jari, sehingga deras semburan cairan orgasme tepat menyasar ke mulut Miyadi.


"Gleg gleg gleg gleg" dengan sebisa mungkin Miyadi berusaha menelan sebanyak-banyaknya cairan yang disemburkan dari vagina Sari.


SLOOSHHHHHHHHH seluruh tubuh Miyadi mengeluarkan asap, sangat tebal, saking tebalnya sekilas menutupi seluruh tubuh Miyadi. Reaksi dari terapi tak masuk akal ini mulai menampakkan kesungguhannya.


"ARGGGGGGGGG PANAS MBAK PANAASSS" tak tahan dengan panas yang dirasakan di sekujur tubuhnya, terkhusus bagian yang paling parah adalah punggungnya, pria itu bangkit berdiri.


Sari: "Tahan mas Miyadi tahaaan!!!! itu cuma akan berlangsung sesaat saja."


Dan benar saja, setelah rasa panas itu dirasakan Miyadi, perlahan tampak ada semacam pergerakan kulit punggung Miyadi yang sebelumnya menganga sangat lebar dan memanjang ke bawah, perlahan tapi pasti, luka itu menyempit, menyempit dan menyusut, sampai dimana asap-asap yang keluar dari tubuhnya hilang, di saat itu pulalah proses regenerasi itu berhenti.


Namun rupanya, proses itu tak seutuhnya menutup luka yang cukup parah itu, masih terbentuk luka, meski demikian tak lagi semengerikan sebelumnya.


Tertinggal segaris lurus dan sedikit lebar, luka dan sisa-sisa darah yang mulai mengering.


Miyadi: "Benar-benar tidak bisa dicerna terapi dengan jalan pintas yang menjijikkan ini ternyata benar-benar ampuh, rasa sakitnya hampir hilang seutuhnya, tapi aku bisa merasakan jika luka ku tak tertutup sempurna, akan tetapi ini sudah lebih dari cukup untuk saat ini, di lain hal, ini sudah cukup memberikan ku tenaga, kita harus bergegas pergi dari tempat ini dan mencari tempat aman untuk bersembunyi, besar kemungkinan orang-orang itu akan membuat propaganda, menyebar nama dan foto kita, kemudian disebarluaskan ke publik dengan diberi judul sebagai buronan. Kalian pasti tidak heran Kasmin, Sari, musuh kita ini backingannya adalah kepolisian, tidak dapat kita hindari apabila mereka akan bermain kotor dengan memanfaatkan wewenang untuk memutar balikkan fakta serta menggiring opini demi memburu kita."


Sari dan Sukasmin pun beranjak.


Sari: "Tapi mas Kasmin belum ngecrot, kentang tuh."


Sukasmin: "Kita pikirkan itu belakangan, yang penting penyelamatan diri kita. Lalu apa saran dan rencanamu Miyadi?"


Miyadi: "Yakin maseeeehhhh??? ndak uring-uringan? ndak pusing kepalamu yang nggak ada isinya selain soal cawet mulu itu?"


Sukasmin: "Bacot kowe leng celeng, cangkemmu bar nglamuti kontolku kok malah tambah rese ya su."


Miyadi: "Ndlogok njaran, rasah mok ilingno su, marai kudu muntah aku su."


Demi mendengar duo bedes anggora, Sari tak kuat menahan tawa. "HAHAHAHAHA".


Sari: "Sudah sudah ndak kuat aku, kalau mau kalian lanjutkan bisa sembari bergegas dari sini, kalian lanjutkan di dalam mobil, aku yang nyetir sementara kalian berdua ngentot."


Sukasmin dan Miyadi: "COOOK COCOTEEEH."


Sukasmin: "Awake dewe ora homo su, aku injak leher sampean lho yank."


Sari: "HAHAHAHA ya gak apa-apa, coba sesekali kalian beradu pedang tumpul kalian. Ckakakakaka."


Miyadi: "Cukup!!! ayo bergegas." perubahan mimik yang drastis dari bercanda menjadi serius seketika, dan menampakkan aura yang intimidatif, sehingga Sari dan Sukasmin pun diam seketika, lalu ia melangkahkan kaki untuk kembali menuju ke dalam bangunan utama SAB. Sukasmin dan Sari secara otomatis pun mengikuti langkah Miyadi.


Di sana tampak masih ada Billy Tukiran dan Komar, yang keduanya sama sekali belum bergeser sedikitpun dari tempat semula, bahkan Billy tampak tak lagi membuka mata, namun bukan karena mati, mungkin sedang mengistirahatkan tubuhnya, apalagi kondisinya terluka parah, dan tak ada pilihan lain ketika diperparah tidak ada bantuan yang datang menyambangi.


Sukasmin, Sari dan Miyadi pun sama-sama tak peduli dengan nasib mereka, ketiganya fokus untuk segera pergi dari tempat ini.


Ketika mereka sudah berada di dalam Land Cruiser, Sari lekas menyalakan mesinnya, ia injak gas menerabas sisa-sisa bongkahan batu besar yang sudah hancur, dalam sekejap mereka sudah meninggalkan gapura SAB, Sari dengan gesit mengendarai mobil tipe off-road itu, menerjang jalanan yang jarang dilewati dan kadang berjumpa dengan jalanan berbatu.


Sari: "Apakah punggung sampean sudah tidak sakit? maaf jika menyetirku agak ugal-ugalan, karena hari sudah mulai gelap."


Miyadi: "Masih agak terasa perih, tapi tak masalah, dan aku heran betapa piawainya dirimu, cewek cantik dan semlohai, bisa bela diri bisa nyetir dengan lincah, tapi lebih mengherankan lagi dirimu itu guoblog, kok bisa-bisanya jadi pacarnya lutung jamaika satu ini?!"


Sukasmin: "Aku meneng lho su asu, kok isih disenggol wae, tak bacok gegermu sing isih mlocot iku ben tambah leh mlocot lho cot nek kakean cocot."


"BUAHAHAHAHA" baik Miyadi maupun Sari secara spontan tertawa renyah.


Sari: "Mas Miyadi, jika kau ingin lukamu seutuhnya sembuh, ada satu orang di desa Cenggur Asri yang bisa membantumu, lewat dia akan lebih cepat menyembuhkan karena kelasnya sudah lebih tinggi dan jauh berbeda dari ku dan lebih tepatnya dia yang belajar secara langsung kepada Putri Kadita."


Miyadi: "Benarkah? siapakah dia yang kau maksud?"


Sari: "Mbak Sofiatun, salah satu dari geng janda ayu empat sekawin, tapi entahlah apakah dia mau membantu sampean atau tidak, tergantung dari upaya sampean untuk bisa membujuknya, karena untuk bisa melakukan terapinya, ada tirakat khusus, yang nanti saja untuk sampean ketahui dengan bertanya langsung pada mbak Sofiatun, karena bukan ranahku untuk mengutarakannya, sebab bisa jadi malah menimbulkan salah persepsi."


Miyadi: "Hmmmm oke, akan aku usahakan membujuknya dan meminta bantuannya, tapi untuk saat ini ada satu hal prioritas yang harus aku lakukan."


Sari: "Apa itu?"


Miyadi: "Aku akan bersemedi, antar aku ke sendang Waru, di antara tebing sendang Waru, ada batu mencuat yang sebelumnya sekitar 7 tahun yang lalu, pernah ku gunakan untuk semedi dalam rangka mengusai beberapa kanuragan."


Sukasmin: "Jadi begitu rupanya, kehebatan sampean tak lepas dari banyaknya upaya latihan dan tirakat? lalu bagaimana dengan kami berdua? sesuai perkataanmu, besar kemungkinan status kita akan menjadi buron oleh permainan picik komplotan Suharsono."


Miyadi: "Bawa uang ini, lalu pergilah ke kerajaan Prambanan, kerajaan yang terisolir dan jauh dari campur tangan pemerintah pusat, seharusnya kalian akan aman disana, temukan desa yang bernama Wonolopo lalu carilah rumah yang berwarna jingga di tengah hutan, tepatnya 500 meter sebelum sampai ke Kali Wareng, itu adalah rumahku, bawa kartu identitas ini dan serahkan ke petugas di sana, jangan sampai hilang kartu ini, karena ini satu-satunya tiket agar kalian bisa diterima untuk tinggal di kerajaan itu, lalu sebut pula namaku jika diperlukan agar mereka lebih yakin, mintalah petunjuk ke petugas agar lebih mudah menemukan rumahku karena berada di pelosok yang aksesnya sangat sulit. Dan yang lebih penting jual mobil Land Cruiser ini sebelum kalian memasuki kerajaan itu, gunakan uangnya untuk memulai kehidupan baru kalian, jangan pergi dari tempat itu sampai aku menghampiri kalian. Jangan khawatir soal pemenuhan kebutuhan hidup, selama kalian rajin, tak akan ada kata kelaparan jika tinggal di sana, sebab memiliki tanah yang subur, hutan yang asri dengan air pegunungan yang jernih yang gratis dan mudah di dapat dimana saja. Jika merasa perlu selama kalian tinggal disana, latih dan kembangkan kanuragan kalian, besar kemungkinan kedepannya, konfrontasi besar-besaran dengan preman-preman di instansi pemerintahan akan terjadi, selama rezim ini tidak digulingkan maka keadaan negeri ini beserta kerajaan-kerajaan di bawah naungannya akan terus terbelakang seperti ini, dan kejahatan akan semakin meluas."


Sari: "Hmmm…. sebuah solusi yang patut untuk diapresiasi, terimakasih atas hal itu, sepertinya bukan perkara sulit jika memang ada niat, apalagi aku sudah terbiasa hidup dengan perjuangan setelah masa-masa pernikahan. Dan mungkin ini jalan yang tepat untuk melanjutkan jalinan kita yang sempat terjeda begitu lama, benar demikian kah mas Sukasmin?"


Sukasmin: "Aku manut saja lah, lagi capek banget ini badanku, aku mau tidur dulu aja deh, ndak masalah kan Ri?"


Sari: "Ya sudah silahkan saja, istirahatkan dirimu yang masih ada sisa-sisa babak belurnya." -------


Selang beberapa saat, setelah perjalanan yang lumayan jauh namun kini di tempuh lebih mudah karena ada kendaraan, Miyadi akhirnya turun dari mobil untuk melanjutkan sisa perjalanan ke sendang Waru yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, setelah itu Sari berpamitan meninggalkan Miyadi, untuk lekas menuju tempat sesuai arahan pria itu.

Sedang Sukasmin sudah molor di jok belakang dengan posisi berbaring.


Hari sudah mulai gelap, perjalanan panjang masih harus ditempuh.


Beruntungnya di dalam mobil SUV mewah itu ternyata juga banyak persediaan makanan ringan dan minuman seperti kopi serta susu, Sari merasa tenang, sebab dalam perjalanan yang akan lumayan panjang, menjadi tidak perlu sering mompar-mampir warung kecuali untuk makan besar, hanya perlu mampir ke SPBU untuk isi BBM atau sekedar buang hajat.



Bersambung

Komentar