Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 18: Langkah Seribu

 Chapter 18: Langkah Seribu.


_____________________________________


Rambat pelan laju sang surya menuju sudut senja, teriknya masih terasa namun tak seganas satu dua jam sebelumnya.


Hari akan menuju sore, saat dimana kebanyakan orang akan bergegas dari kesibukannya, mengakhiri kesibukan-kesibukan yang melelahkan.


Akan tetapi dalam suatu tempat di tengah hutan belantara Wonopati.


"Darmadi" ucap Brawijaya Arjuna.


Darmadi: "Maaf nona Andarista, jika mengganggu perburuanmu, meski berbeda jalur tapi tujuan kita sama, sama-sama memburu Brawijaya Arjuna, jika kau ingin membantu itu akan jadi lebih mudah tapi jika tidak juga tidak masalah." ujar pria yang bernama Darmadi.


Brawijaya: "Memburuku? dari sampah rendahan pemburu binatang liar, pengusik ketenangan hewan-hewan tak bersalah, kini meningkat level menjadi pemburu manusia, bagus sekali peningkatan mutu yang kau alami Darmadi." dengan intonasi cibiran.


Darmadi: "Hahahaha, suka-suka kau saja mau mengatakan apa tentangku, tapi pertama-tama karena kau telah membuat gaduh, hingga memporak-porandakan kantor-kantor penting dalam intansi militer, hingga kau menghabisi beberapa nyawa termasuk para petinggi, lalu gara-gara ulahmu juga, banyak narapidana yang kabur, kejahatan semakin menyerebak menghantui kota-kota, di lain hal, fakta jika kau bekerja untuk Suharsono dan Beno Lintang, kepala desa yang tersangkut dengan jaringan kriminalitas tingkat tinggi, entah apa yang mendasari sehingga dirimu yang dulu kebanggaan prajurit kerajaan Singorondo, malah menjelma menjadi seorang kriminal di bawah naungan penjahat murahan."


Brawijaya: "Hoooo, jadi kau yang sekarang juga bagian dari kepolisian atau malah satu naungan bersama wanita itu?"


Darmadi: "Tidak ada kaitannya dengan Novi Andarista bersama lembaga keamanan swastanya, kau tidak tahu apa-apa tentang keberadaan dan posisi apa yang ku duduki saat ini."

Brawijaya: "Jiahahahaha, lalu apa faedahnya dengan mengetahui siapa dirimu dan apa pangkat yang sedang disandang?"


Darmadi: "Memang bukan suatu hal yang menguntungkan bagimu, justru kabar buruk untukmu."


Brawijaya: "Hoho, kau berkata seolah-olah dirimu adalah malaikat yang menyampaikan wahyu atau bahkan dewa yang menentukan takdir."


Darmadi: "Jadi memang benar dari kabar yang beredar, jika dirimu itu orang yang congkak, dan merasa seolah-olah orang paling hebat, paling benar, sehingga kau bisa seenaknya, mengambil keputusan dengan serampangan, seakan tindakanmu itu sudah paling bijak dan benar, ketahui lah, namamu masuk dalam daftar buronan dengan nilai imbalan yang fantastis, jangan senang dan bangga dulu, sebab itu pertanda hidupmu tidak akan tenang dan dalam bayang-bayang perburuan, akan ku tegaskan, aku sekarang adalah seorang yang menggantikan posisi Linggarjati, yang akan menangkap dan memenjarakanmu ke dalam seburuk-buruknya penjara, atau jika perlu ku lakukan hal yang sebagaimana yang kau lakukan terhadap Linggarjati."


Brawijaya: "HAHAHAHAAHAHAHAHA, kau bilang aku congkak? lihatlah dirimu sendiri, betapa angkuhnya perkataanmu memamerkan warisan jabatan yang kau sandang dan mengatakan seolah-olah akan mudah menangkap, memenjarakan atau bahkan membunuhku, tidak kah itu terlalu optimis dan ambisius?"


SRINGGGGGGG


"MURIAAAA?" pekik dalam batin pria yang bernama Darmadi itu.


JLAAAANGGGGGGG, BRUAAAARRRR

Hanya dengan membuka mata kanan yang berlapis kekuatan legendaris Muria.

Ledakan dan hentakan yang kuat mendorong paksa tubuh Darmadi, dia pun terpental jauh namun dengan kepiawaiannya untuk menetralisir kemungkinan terburuk akibat serangan lawan, dia sanggup berdiri tegak setelah dalam posisi terpental.


Hal berbeda dilakukan oleh Novi Andarista, dengan elemen bumi yang wanita itu kuasai, dari tanah kakinya berpijak, dibuatlah lubang besar untuk bersembunyi dan menghindari efek dari Muria yang dapat menghempaskan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya.


"Cihhhh, hampir saja, Muria sialan itu." pekik Novi di balik persembunyiannya.


"Perteda" seraya wanita itu melapisi tubuhnya dengan balutan kekuatan yang dapat melindungi dari efek ledakan yang dihasilkan Muria.


Sementara, dengan secepat kilat, Brawijaya menuju ke arah Darmadi dengan tangan merapal, lalu hasil dari rapalannya, melesat elemen petir, SLRAAAAAAPPPP, CLIRAPP.


DUAAARRRTTTTDDDDD

"Uaakhhhggggggggg" seru pekik kesakitan keluar dari mulut Darmadi yang terkena serangan telak tanpa sempat menghindar, saking cepatnya serangan petir itu.

Dan di saat dirinya terhuyung lengah, Brawijaya sudah melesat tepat di atasnya dan DUAAAGGHHHHH.


Dengan telak ia hadiahkan tendangan yang tepat menghantam ubun-ubun Darmadi, daaggg blughhh. Tersungkur seketika akibat rentetan serangan yang dilakukan oleh Brawijaya.


"GAHHHHHHHHH" darah mengalir dari ubun-ubun, merambat ke muka hingga leher, tak hanya itu, muntahan darah merah pekat juga keluar dari mulutnya.


"Darmadi guobloooggghh itu, cihhhh." sementara tak jauh dari lokasi pertarungan itu, dua orang yang sedari tadi hanya memata-matai dari jauh, merasa kesal atas apa yang mereka lihat.


Saat Darmadi berusaha bangkit, sebilah pedang hampir terhunus ke arahnya. TAAANGGGGGG, slaaappp


Klontaangggg. Namun pedang itu tiba-tiba terpental setelah tertahan, rupanya, ada dua orang yang menghalau sabetan pedang yang diayunkan Brawijaya dengan maksud menghabisi nyawa Darmadi.

Sejurus kemudian, SLAPPP, rapalan tangan lalu telapak tangan dihentakkan ke tanah.


"RETAK ING BOEMI" hasil dari rapalan itu, tanah tempat mereka berdiri, bergerak, terjadi patahan yang memisahkan, sementara tempat Brawijaya berdiri amblas cukup dalam.


Darmadi: "Nuriyan Subakir, Wahyudi." dengan suara parau menahan sakit akibat serangan yang ia terima.

Subakir: "Terlalu gegabah untukmu yang main serang tanpa strategi yang matang, sekelas Linggarjati saja tewas di tangannya apalagi dirimu yang jangankan sebanding, menyusul saja tidak."


Darmadi: "Tahu menahu apa kau sialannnn."

Wahyudi: "Tak perlu untuk mencermati, dengan melihat apa yang terjadi saat ini sudah cukup untuk diambil kesimpulan."


Darmadi: "Sejujurnya aku tak setuju orang-orang seperti kalian ada dan berkaitan dengan pemerintah."

Subakir: "Hahahaha jangan angkuh, lihat betapa lemah dan tidak bergunanya dirimu, tanpa kami selamatkan tadi, pedang itu sudah memenggal kepalamu, dan ingatlah satu hal mutlak bayaranmu sebagian besar berasal dari sokongan keluarga kami, selain cara culas kalian dalam menggerogoti rakyat dengan alasan pajak, jangan sombong dengan sesama pendosa."


Wahyudi: "Sejujurnya juga, kami keberatan dengan dirimu yang menggantikan posisi Linggarjati, seperti seakan-akan di dalam kubu militer kekurangan orang bertalenta saja, sehingga pria paruh baya yang lemah sepertimu yang harus menggantikannya."


Darmadi: "Banyak baco…." belum selesai kalimat itu. DAAAARRRRR dari atas mereka melesat energi listrik yang sekelebat melesat, bersentuhan dengan tanah, menghasilkan ledakan yang membuat ketiga pria itu terpental.


Rupa-rupanya di saat ketiga pria itu bersitegang dengan argumen, Brawijaya memanfaatkan momentum untuk melancarkan serangan dari bawah tanpa menunjukkan diri, sebab tempatnya berpijak dibuat terpisah dari ketiga lawannya dengan jarak yang sangat tinggi.


Meski serangan dahsyat itu telah sukses memporak-porandakan tempat ketiga pria itu berada namun ternyata tidak berdampak parah bagi mereka, lantaran salah satu dari mereka menggunakan lapisan Perteda (Perisai Tenaga Dalam) untuk melindungi tubuh mereka dari kemungkinan fatal akibat serangan kilat yang dilancarkan Brawijaya.


Baik Nuriyan Subakir dan Wahyudi tidak menerima luka apapun termasuk Darmadi yang juga terlindungi meskipun tubuhnya sudah babak belur.


Novi: "Perteda?! rupanya mereka juga bukan orang sembarangan." dari jauh lokasi pertarungan sengit itu terjadi, Novi Andarista memilih untuk tidak ikut campur, dia memutuskan untuk mengawasi saja, dan dengan tenang duduk di atas salah satu pohon yang tertinggi sehingga dapat dengan jelas menyaksikan pria-pria ahli dalam kanuragan yang tengah bersitegang.


Nuriyan Subakir: "Elemen listrik yang dapat menciptakan halilintar, tak ayal jika Linggarjati saja bisa kalah, ternyata lawan kita adalah orang yang sangat bertalenta, Wahyudi, bagaimana pendapatmu?"


Wahyudi: "Sebenarnya sulit untuk mengatakan, tapi meski dengan kekuatan kita, sepertinya tak sebanding dengan dia."


"SARI PATINING ROGOOOOO" terdengar suara parau dengan penekanan tegas, yang ternyata itu adalah suara Darmadi. Pria paruh baya yang masih bersimpuh menahan sakit, sedang merapal suatu kanuragan.


Wahyudi dan Subakir: "Sari Patining Rogo?"


Subakir: "Bukankah itu ilmu kanuragan terlarang?"


Wahyudi: "Keparat kalian aparat!!!! kalian melarang penggunaan teknik terlarang itu, mengultimatum serta mengancam siapa saja yang mempelajari dan mengaktifkannya, kalian memasukkan sebagai bagian dari undang-undang darurat, tapi kalian sendiri melanggar aturan yang kalian buat?"


Darmadi: "Amatir seperti kalian jangan banyak bacot" tap, kemudahan kedua telapak tangan Darmadi dihentak ke tanah, muncul sebuah segel pengikat.


Wahyudi: "Sialan kau Darmadi, apa yang akan kau lakukan" tubuh Wahyudi dan Subakir tidak bisa bergerak, tertahan oleh segel


Darmadi: "Cecunguk rendahan seperti kalian sudah selayaknya didaya gunakan semaksimal mungkin untuk persembahan dari jurus pamungkas terlarang ini."


Subakir: "BAAA JIIIINGAAAN kau Darmadi, kau bermaksud menggunakan tubuh kami untuk tumbal? uaaaaghhhhhhh" pekik kesakitan mulai terasa, rasa panas mendidih menyelimuti sekujur badan dua pria yang disegel itu.


Sari Patining Rogo merupakan kanuragan tingkat tinggi, teknik ini adalah upaya membangkitkan kembali orang yang sudah mati, dengan tumbal tubuh manusia yang masih hidup. Untuk itulah teknik ini sangat terlarang, karena dianggap sesat dan melawan kehendak takdir, meskipun sebenarnya tidak membangkitkan orang yang sudah mati namun hanya membangkitkan raganya, dan kemudian dikendalikan lewat koneksi tenaga dalam.


Bahayanya, hal itu bisa mengendalikan seutuhnya kemampuan dari orang mati yang dibangkitkan, semakin berbahaya jika yang dibangkitkan adalah pendekar legendaris dengan segala kekuatan dahsyat yang dimilikinya, otomatis kemampuan-kemampuannya akan digunakan.


Novi Andarista: "Hmmmm, menggunakan kanuragan terlarang, lalu demi memenuhi syaratnya, rela berkhianat dan memakan rekan sendiri, bahkan kali ini dilakukan dengan terang-terangan, benar-benar instansi yang bobrok, cukup bisa memaklumkan dan memahami alasan mengapa begitu antusiasnya Brawijaya untuk mengobrak-abrik tubuh instansi aparat dan pemerintah, mungkin itu adalah usaha untuk merevolusi kecarut-marut dan ketidaksesuaian yang selama ini di jalankan."


"AGGGGGGGGGG" baik Wahyudi dan Subakir, berteriak kesakitan.


Subakir: "SIAL SIAAAL SIAAAL, tubuhku tidak bisa ku gerakkan, Darmadi bajingan tengik asuuu itu." teriakan dalam hati karena kondisinya benar-benar seperti dilumpuhkan, hanya tegak berdiri tanpa bisa menggerakkan sedikit pun dari anggota badannya.


Di tengah proses Sari Patining Rogo, Brawijaya menghantamkan pukulan ke udara dan keluar api dari tinju-tinjunya, api-api yang keluar melesat menuju Wahyudi dan Subakir, JLAAARRRRR.


Brawijaya: "Sialaaannn" slaaam slaaam slaaammm, serangan api kembali dia lancarkan untuk menyerang namun percuma, Perteda yang digunakan Darmadi sangat kuat untuk menghalaunya.


Darmadi: "Hahaha kau bermaksud menggagalkan ritual ini ya?" dengan cerdik, Darmadi sudah melapisi Perteda terhadap raga Wahyudi dan Subakir. "Terlambat untukmu anak muda."


"Bangkitlah para legenda….."


WUUUUSSSHHHHH

Terhentak angin bertekanan tinggi, menghempaskan tubuh Brawijaya.


"Keparaaattt" terlena dengan serangannya, Brawijaya tak sempat berkilah ketika hempas angin kencang menerjang tubuhnya.


Lalu setelah menjauhkan Brawijaya terhadap jangkauan poin-poin yang disiapkannya, Darmadi kemudian merapalkan tangan.


TAP.


Jlap jlap jlap jlaaappp jlaaappppp.


Tanah di sekitar bergetar sangat kuat, terjadi retakan kemudian terbelah, dari dalam tanah-tanah itu muncul ratusan manusia.


Ratusan manusia itu timbul dan kemudian berdiri tegap tanpa pergerakan apapun.


Manusia-manusia itu terdiri dari pria dan wanita, dengan kondisi tangan dan kaki terikat, mata tertutup diikat dengan kain, mulut disumpal dengan ikatan kain pula.

Mereka berdiri kaku, dengan segel melapisi seluruh tubuh, tak ada yang bergerak.

Rupanya ratusan orang itu adalah korban-korban penculikan yang menggegerkan Nusantara dan seiring waktu terus bertambah jumlah korbannya, yang selama ini masih dalam tahap pencarian namun tak ada satupun korban-korban itu diketemukan baik dalam keadaan hidup maupun mati, ternyata pelakunya adalah Darmadi.


Orang yang kini mendapatkan mandat untuk menjadi jendral militer.


Tujuan dari menculik dan mengumpulkan orang sebanyak itu adalah untuk jaga-jaga kemungkinan dibutuhkannya tumbal dalam upaya membangkitkan para leluhur yang memiliki kekuatan luar biasa, melalui jurus terlarang Sari Patining Rogo.

Hal itu dia persiapkan apabila di kemudian hari mendapati lawan tangguh, namun tetap saja mengorbankan nyawa-nyawa tak bersalah adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir.


Pusaran angin terbentuk, yang juga merupakan bagian dari perencanaan selanjutnya dari Darmadi, hembus tenaga angin semakin kencang, debu-debu bertebaran, menutupi pemandangan, badai terbentuk dan memperkeruh suasana.


Burung-burung bertebaran kesana-kemari menjadi pertanda keributan luar biasa, keramaian dari cuitan-cuitan yang saling bersahut, menyiarkan maklumat tentang kondisi yang gawat.


Binatang-binatang daratan juga tak lepas dari kepanikan, berlari-larian mencari jalan keluar dan tempat berlindung.

Sebagian di antaranya ada yang mati tertimpa pepohonan yang tumbang.


Ada pula binatang-binatang kecil yang terombang-ambing dihempas angin, dan berakhir dengan kematian.


Pusaran angin kencang itu menjadi bencana dan penghalang, membuat penglihatan terbatas, dari situasi yang serba kalang kabut itulah Darmadi merasa mantab untuk memanfaatkan momentum dan segera mengeksekusi jurusnya.


"Sari Patining Rogo, KUROWOOOO TANGIOOOOO".


JLAASSS JLAASSS JLAAASSS


"UAAAAAAAAAAAAAA" suara teriakan yang tertahan akibat mulut yang tersumpal, namun tetap menggema, paduan teriakan dari orang-orang yang dijadikan tumbal, berbeda dengan Wahyudi dan Subakir yang masih bisa berteriak lepas, namun tetap saja sama malangnya, dengan kondisi terikat oleh segel pengikat gerak raga.


Dari pohon tinggi, tempat Novi berada "Mengapa tak kau gunakan Muria untuk menghancurkannya? atau ada keterbatasan waktu dan menguras energi terlalu banyak untuk menggunakannya?" dari dalam hati Novi menerka-nerka. Lalu dia beranjak dari pohon itu, sebab bergoyang hebat akibat badai yang diciptakan Darmadi.

Sementara pohon-pohon di sekelilingnya banyak yang tumbang, saking kuatnya terjangan badai buatan itu.


Novi: "Situasi semakin gawat, benar-benar gawat, tak kusangka jika perkelahian yang ku mulai justru akan seperti ini." gumamnya dalam hati.


Dengan lompatan, raganya melesat meninggalkan pohon tinggi besar tempatnya mengamati perseteruan yang semakin memanas, genting dan mencekam, dengan kemampuan sensorik yang peka, wanita itu dapat merasakan, seluruh area hutan yang lebat ini dilingkupi kekuatan kegelapan.


Bergegas dia berlari dengan secepat kilat, melompat kesana kemari menghindari pohon-pohon yang tumbang akibat badai yang semakin kencang, suasana menjadi semakin kacau.

Sembari berlari, Novi memfokuskan energi pada indra penglihatannya, lalu dengan kemampuannya, meskipun situasi tampak penuh debu sehingga sulit untuk melihat bahkan yang ada di dekatnya, namun penglihatannya dapat menembus debu-debu yang menghalangi pandangan.


Tujuannya adalah untuk mencari dimana lokasi Brawijaya. Hingga pencariannya itu menuai hasilnya, ketika sudah dekat.


Novi: "Heiiii, tahan kekuatanmu, jangan buang-buang tenaga untuk situasi ini."


Terlihat Brawijaya melapisi tubuhnya dengan tenaga dalam, sehingga tubuhnya memancarkan sinar keunguan. "Apa urusanmu Novi?"


Novi: "Untuk saat ini kita harus melakukan gencatan senjata, serta tak perlu saling mendebat, akan ku beritahu, sebelum pusaran angin kencang dan badai ini tercipta, aku melihat ada begitu banyak manusia bermunculan dari dalam tanah setelah rapalan jurus yang Darmadi lakukan."


Brawijaya: "Aku sudah tahu jika dia akan menggunakan teknik itu, namun yang ku lihat tadi hanya sebatas Subakir dan Wahyudi yang akan dijadikan tumbalnya, aku tak yakin jika dia mampu menggunakan Sari Patining Rogo untuk membangkitkan mayat sebanyak itu apalagi tumbalnya hanya dua orang, sebab sebatas yang ku tahu, satu wadah untuk satu orang yang akan dibangkitkan."


Sari: "Manusia-manusia yang keluar dari tanah itu adalah orang yang masih hidup, kemungkinan besar itu adalah orang-orang yang akan dijadikan tumbal untuk membangkitkan manusia-manusia yang sudah mati melalui kanuragan Sari Patining Rogo, dan jika hipotesis ku benar, besar kemungkinan yang akan dia bangkitkan adalah tokoh-tokoh legendaris, manusia-manusia yang masuk dalam daftar tersadis sepanjang sejarah, orang-orang yang menjadi lawan besar bagi Pendowo Limo, mereka tak lain adalah KUROWO, mungkin saja tidak benar, tapi firasat dan kekhawatiranku ini didasari aura luar biasa yang ku rasakan di sekitar kita ini."


Brawijaya: "Haaaaa??? jangan terlalu mendramatisir dan berimajinasi berlebihan, dia tak akan sanggup, perlu kekuatan yang besar hanya untuk membangkitkan dan mengendalikan satu orang saja, apalagi Kurowo yang jumlahnya ratusan, mustahil."


Novi: "Sudah ku bilang kita tak perlu saling mendebat, aku menyarankan dibanding harus buang-buang tenaga untuk pertarungan ini, sebaiknya kita gunakan kesempatan ini untuk lari, ini bukan semata-mata takut atau menjadi pengecut, langkah yang bijaksana perlu dilakukan agar tidak terluka atau bahkan mati sia-sia, dan kau tau, aku yakin kau itu hebat dan sangat hebat, tapi aku hanya menyarankan pilihan yang lebih bijak, selain itu entah mengapa, tempat ini seluruhnya menjadi gelap gulita, bukan hanya karena badai ini, waktu yang masih siang menuju sore ini, langitnya tampak gelap gulita, lihatlah ke atas, itu bukan awan mendung biasa, aku yakin ini akan menjadi pertanda buruk, jika kita bersikukuh untuk tetap bertahan disini."


Brawijaya: "HUAAAH, sungguh sulit dipercaya, mengapa mendadak seperti ini? bukankah kau juga ingin memburuku, mengapa menjadi perhatian dan peduli dengan keselamatanku."


Novi: "Hemmm, sepertinya aku tak perlu untuk terlalu membujukmu, aku hanya memberimu saran, dan jika kau tak mengindahkan, tak ada masalah untukku." setelah mengatakan itu, sejurus kemudian Novi pun melesat tanpa sepatah kata pamit.


SLAASHH.


Brawijaya: "Hoeee tunggu." pria itu pun juga melesat mengejar Novi Andarista, karena kemampuannya dalam menguasai elemen petir, membuat pergerakannya lebih pesat, meski kalah star ia mampu menyusul dan tak hanya menyusulnya, dengan serta-merta ia gapai tubuh Novi lalu membopongnya dan membawanya melesat dengan kecepatan tinggi.


Novi: "Heeeeeehhh??!!! apa-apaan kau Brawijaya, ini memalukan turunkan aku CEPAAAT!!! aku bisa berlari dengan kemampuanku sendiri dan mengapa akhirnya kau akhirnya menyetujui usulanku?"


Brawijaya: "Sudah sudah cerocos omongannya, jadi kau mau melanggar perkataanmu barusan? soal kita tak perlu saling mendebat, bukankah ini yang kau sarankan, selain itu pelarianmu akan sangat lambat dan besar kemungkinan sebelum terlalu jauh melakukan pelarian diri, kau sudah ditangkap oleh mayat hidup yang dibangkitkan Darmadi? aku tak ingin kau menjadi mangsa cuma-cuma, jika harus mati yang ku inginkan adalah kau mati di tanganku, bukan orang lain, ingat pertarungan kita belum selesai bukan? terima saja kenyataannya, dan aku akan membawamu menjauh dengan secepat mungkin, untuk meninggalkan hutan belantara Wonopati ini."


JLAAARRR JLEGAAARRRR

Suara petir menyambar di antara gemuruh angin dan badai, dengan lesatan berkecepatan tinggi, Brawijaya berusaha menumbus riuh gemuruh angin, tumbangnya pohon-pohon, situasi menjadi berkalang dedaunan, debu, pasir, kerikil yang bertebaran, pandangan mata menjadi sangat sempit.


"Ciiihhh" akhirnya Novi hanya pasrah tubuhnya digendong depan, tangannya pun berinisiatif merangkul leher Brawijaya, lantaran lesat dengan kecepatan tinggi yang dilakukan Brawijaya membuatnya khawatir akan kemungkinan terjatuh. "Kau perlakuan Aku selayaknya balita saja. Huh." gerutunya kesal.


Brawijaya: "Selaras dengan yang kau rasakan, aku mulai merasakan gelagat tidak beres disini, bukan hanya tentang Sari Patining Rogo dan badai ini, tapi hal lain, hal yang lebih jauh, seperti suatu desakan kuat, hasrat untuk bangkit dan bebas dari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskannya."


Sementara itu. "AHHHHHHHHHHHHHH" gema teriak dari raga-raga yang seperti sedang meregang nyawa. Pilu.


JLAAZS JLASS JLAZZ JLAZS JLASS JLAZZ


"Sari Patining Rogo".

"Lekas tangio Kurowo."


Satu per satu tubuh orang-orang yang terikat oleh segel itu, perlahan berevolusi, kulit-kulitnya mengelupas, seluruh anggota badan membengkak, rambut memanjang, sedangkan dari dalam tulang-belulangnya juga senada semakin membesar serta mendesak paksa selayaknya proses pertumbuhan namun berlangsung singkat, balutan kain yang melilit mata dan mulut terlepas, wajah dan rambut mulai berubah bentuk, ornamen-ornamen asli secara biologis seutuhnya terganti.


Kini jatidiri raturan orang-orang yang menjadi "wadah" itu tak lagi dikenali, berganti menjadi sosok lain.


Tak hanya pergantian rupa dan bentuk tubuh, tapi tinggi badannya pun juga berubah drastis, dari normalnya manusia pada umumnya menjelma menjadi sangat tinggi setidaknya 3 meter.


Dan kini mereka-mereka telah menjelma menjadi Kurowo.


Sari Patining Rogo yang Darmadi gunakan memang bertujuan untuk membangkitkan 100 legendaris yang namanya masih populer dan diabadikan dalam dunia perwayangan.


Kurowo Nelongso. Yang sudah seyogyanya dibiarkan bersatu kembali dengan bumi, tapi kini dipaksa bangkit dan diperalat oleh manusia masa kini yang masanya sangat jauh berbeda.


Meski tubuh-tubuh manusia yang ditumbalkan itu sudah berganti bentuk, namun rupanya mereka masih tetap hidup, jiwa dan pikiran masih bisa bekerja meskipun sudah tidak bisa digunakan untuk mengontrol tubuhnya sendiri secara otodidak, pengaruh pengikat yang kuat dari Sari Patining Rogo. Itulah mengapa jurus ini sangat terlarang, karena sangat tidak manusiawi terhadap manusia yang masih hidup serta sangat kurang ajar memperalat mayat-mayat yang sudah mati.


Mayat yang sudah berbaur dengan bumi dan kembali menjadi tanah, sari-sari kehidupannya yang tidak sepenuhnya terurai dipaksa menyatu kembali, kekuatan sesat yang melawan kehendak takdir sang Pencipta. Itulah mengapa dinamakan Sari Patining Rogo.


"Hahaha, Subakir rupanya kau memiliki tenaga dalam luar biasa, apakah kau melakukan ritual Ngelamuti Silit ajaran sesat Putri Kadita dan memperalat istrimu untuk kau jilati silitnya setiap kau butuhkan demi mendapatkan kekuatan? hahaha menjijikkan sekali, tapi karena perbuatan rendahan yang kau lakukan, ternyata bermanfaat juga.  Prabu Destarastra hahahaha, seharusnya cukup sulit untuk membangkitkan biadap hebat ini, tapi kini dia bisa bangkit dengan wadahmu Subakir, hahaha." seringai iblis terpampang dari ekspresi wajah Darmadi.


Subakir: "Bajingaaan Darmadi, aku tidak bisa mengendalikan tubuh ini." jiwa dan pikiran Subakir masih bisa sadar dan melihat dengan jelas keadaan yang ada di dunia fisik, melalui penglihatan dari Prabu Destarastra yang kini dibangkitkan dengan tubuhnya yang ditumbalkan.


Darmadi: "Sementara kau Wahyudi, aku tak menyangka jika kau juga menguasai Sasanalaya seperti Novi Andarista, kemampuan yang sangat langka, tapi terimakasih untuk itu, Dursasana bisa ku bangkitkan hahahaha. Bersiaplah bajingaaan Brawijaya, mereka-mereka ini akan menjadi momok menakutkan dan akhir bagimu."


Tak hanya pada Subakir dan Wahyudi, wadah lainnya juga tetap bisa merasakan jiwa dan pikirannya bekerja, meskipun upaya untuk mengendalikan tubuhnya melalui perintah pikiran adalah hal yang sia-sia, sebagian yang lainnya hanya bisa menangis meratapi nasib yang akan sepenuhnya menjadi alat dan tumbal.


Jiwa-jiwa malang berteriak, namun tak ada satupun yang akan mendengar.


Darmadi: "Resti Juliana, aku tak begitu tahu seluk-beluk tentangmu, dan tak berharap banyak terhadapmu, memilihmu hanya sebatas pertaruhan tapi mengejutkan melihat tubuhmu mampu tetap bertahan menjadi wadah Dewi Gendari yang merupakan ibu dari para Kurowo, tanda kau bukan orang sembarangan."


"Dewi Gandari dengan kemampuan pelacakmu, temukan lokasi dimana Brawijaya berada, aku akan menghentikan badai ini tapi tidak bisa ku lakukan dengan serta-merta begitu saja." perintah Darmadi kepada salah satu Wadah yang menjelma menjadi Dewi Gendari.


Lalu wadah itu pun menuruti perintah itu, selain membangkitkan, Sari Patining Rogo juga berfungsi untuk mengendalikan.


Seluruh area hutan itu mendadak berselimut sonar sensorik, cakupan sonar itu sangat luas, frekuensinya menjangkau hampir seluruh penjuru hutan Wonopati.


Dewi Gendari: "Tak ku temukan lokasi dia berada, kemungkinan besar dia telah kabur."


Darmadi: "Apa kabur? pengecut sekali dia."


"Justru dirimu lebih pengecut, dasar tua bangka biadap terlaknat." suara hati dari Resti Juliana yang menjadi wadah untuk Dewi Gendari.


Darmadi: "Lalu coba temukan yang satunya, ada satu wanita yang tersisa yang seharusnya belum pergi dari hutan ini." yang ia maksud adalah Novi Andarista.


Dewi Gendari: "Tak juga ku temukan tanda-tanda dia berada, sepertinya dia juga telah melarikan diri."


"Tua bangka laknat ini, saat ada lawannya yang bisa melepaskan segel pengikat Sari Patining Rogo ini, akan ku pastikan ku remukkan tubuh-tubuhnya, dan ku biarkan hidup dalam penderitaan, biadap anjing peliharaan pemerintah ini." kecamuk emosi dari jiwa dan pikiran Resti Juliana.


Resti Juliana: "Aku yakin pengikat jurus ini ada pelepasnya, semua jurus pasti memiliki kelemahan, tinggal momentum yang menentukannya dan oleh siapa orangnya, atau mungkin ada di antara mereka berdua, Novi Andarista dan Brawijaya Arjuna yang bisa melepaskannya, cih hanya itu yang ku harapkan saat ini."


"Keparat keparaaat itu, kalian semua menyebar dan cari di seluruh penjuru Singorondo, mereka semua pasti masih ada di negeri ini." geram Darmadi, lalu mayat-mayat hidup yang sebenarnya memang tidak hidup hanya dipinjam bentuk jasad dan kekuatannya, mereka menyebar ke segala penjuru arah, masing-masing dari mereka mendapatkan perintah yang sama, temukan dan tangkap Brawijaya sampai ketemunya. Kendali tak akan berhenti untuk menuruti titah tuannya.


Pemilik raga sudah kehilangan hak atas tubuh dan dirinya.


Itulah kejinya Sari Patining Rogo.


DASH DASH DASH DASH


Di lain hal, Brawijaya Arjuna yang masih dengan membopong tubuh wanita cantik Novi Andarista, menghentakkan kaki yang berlapis energi halilintar, setiap hentakkannya membuat tubuhnya melesat super cepat, mengarungi luasnya belantara-belantara lainnya setelah melewati luasnya Wonopati dalam upaya melarikan diri.


Menjauh dari kemungkinan terburuk yang dikhawatirkan Novi.


Terkadang bertemu luasnya sungai yang harus diseberangi meski itu bukan hal yang sulit, hutan sungai hutan lagi sungai lagi, akselerasi kecepatan dari ilmu kanuragan tingkat tinggi telah membawa mereka menjauh sejauh-jauhnya hingga tiba di kaki gunung, sejenak berdiri dan diturunkannya Novi Andarista dari gendongannya.


Novi: "Bagaimana selanjutnya? apakah sampai disini saja dan kita akan berpisah?"

Brawijaya: "Ha? dari rautmu sepertinya kau tak rela berpisah dariku? ada apa? kangen?!"


Novi: "Dih bodoh, kepedean sekali dirimu itu, maksudku ini pelarian yang terlalu jauh dan untuk kembali ke markas Lekas pun aku harus menembus hutan-hutan di selatan itu, dan bukan perjalanan yang mudah dan singkat, di samping itu, aku kehilangan banyak energi hasil dari pertarunganku denganmu."


Brawijaya: "Hahaha, aku hanya bercanda jangan terlalu kaku begitu, hemmm, tujuanku membawamu hingga ke kaki gunung Cempaka ini tak lain dan tak bukan untuk mengajakmu mendaki ke atas, di atas gunung ini ada kawah suci, yang di tengahnya ada danau yang airnya memiliki kekuatan regenerasi yang dapat menyembuhkan luka, memberikan energi dan memulihkan tubuh yang kehabisan tenaga."


Novi: "Baguslah jika begitu, aku malah tidak tahu menahu jika ternyata danau yang indah itu memiliki rahasia luar biasa di dalamnya, setahuku kita dilarang untuk turun ke kawah itu karena berpotensi berbahaya, selain kawah yang mengeluarkan hawa panas, juga terkadang muncul letupan-letupan hasil desakan larva, badan penanggulangan bencana juga mewanti-wanti jika gunung Cempaka ini masih aktif."


Brawijaya: "Jiiiihh, peringatan marabahaya itu hanya untuk orang-orang amatiran, orang seperti dirimu takut dengan fenomena alam yang bisa dengan mudah kau hadapi, lucu sekali bukan."


Lalu slaaappp, tanpa ba bi bu kembali dibopong tubuh Novi dan dibawa melesat. "EHHHHHHHH JANGAN SELALU SEPERTI INI YA!! MAIN SEROBOT SAJA, MEMBUATKU KAGET SIALAN." kembali dengan gerutunya namun kembali lagi seperti sebelumnya, pasrah.


Dasar wanita.


Lesat secepat kilat, tak butuh waktu lama, gunung Cempaka adalah gunung yang tinggi, dengan ketinggian 6674 Mdpl saking tingginya di ujungnya bersalju hanya saja cekungan kawah panas di dalamnya melelehkan salju-salju itu sehingga tak selalu bersalju.

Dengan ketinggian itu membutuhkan waktu berjam-jam untuk mendakinya, belum lagi medan yang terjal dan jarang terjamah, semakin menyulitkan untuk pendakian.


Di lain hal mitos dan stigma, tentang perkara-perkara klenik dan mistis, yang katanya angker lah, banyak demitnya lah, tempat sakral lah, yang memperkuat alasan mengapa gunung ini sangat tidak ramah untuk para pendaki.


Tidak demikian jika urusannya dengan pendekar hebat seperti Brawijaya Arjuna, hanya dalam hitungan detik sudah berada di puncak lalu diturunkannya Novi Andarista dari bopongannya dan lantas keduanya serempak dalam sekali lompatan sudah terjun, lalu dengan lompatan-lompatan dibarengi kecermatan, berlari kesana kemari menghindari titik titik didih lahar yang meletup-letup, tak butuh waktu lama untuk menginjakkan kaki di tepi danau.

Sepanjang tepian danau berupa pasir dan bebatuan yang berwarna senada, hitam.


Pandangan mata dimanjakan dengan keindahan hayati yang benar-benar murni karena tidak terjamah oleh banyak manusia yang seringkali menimbulkan kerusakan.


Danau yang jernih, airnya berwarna hijau kebiruan, uap yang tercipta akibat panasnya air tampak berlomba menari-nari, lalu di tempat yang sekelilingnya adalah kawah dengan lahar panas, yang seharusnya semerbak bau belerang tapi kawah gunung ini berbeda sebab dengan adanya danau yang tak hanya luar biasa indah namun juga dari uap-uap airnya, menghasilkan semerbak aroma wangi seperti bunga cempaka, itulah mengapa gunung ini dinamakan gunung Cempaka.


Novi: "Fiuuuhhhhhh, indah banget ciptaanmu Gusti." sembari menghirup dalam-dalam aroma wangi cempaka yang menyejukkan relung indra penciumannya.


Brawijaya: "Kita kemari bukan untuk terlalu bersantai sementara besar kemungkinan kita sedang diburu oleh Darmadi bersama bidak-bidak caturnya, lekas benamkan tubuhmu ke air." tegurnya, setelah melepaskan alas kaki, tanpa melepas apapun lagi selain itu, kemudian ia melangkah dan menceburkan diri ke dalam danau.


Air tepian danau itu tak begitu dalam hanya sekitar 1 meter sehingga nyaman untuk merilekskan tubuh.

Slesshhhhh, panasnya air terasa, namun bukan masalah yang berarti untuk pria itu.


Novi: "Iya iya bawel." sahutnya, lalu dilepaskannya rompi seragam militernya, braket senjata tajam dan pistolnya, sepatu dan kaos kakinya ia sisakan celana panjang dan kaos dalamnya, lalu ikut menceburkan diri, senada dengan yang dirasakan Brawijaya, tubuh wanita itu merasakan reaksi panas pada tubuhnya dan seketika memunculkan uap dari dalam pori-pori kulitnya. "Huuuffff mantab."


Dalam hitungan menit, ada reaksi yang terjadi dan mereka rasakan, tubuh yang pegal dan lelah akibat pertarungan, serta luka-luka yang terasa perih berangsur pulih, energi yang terbuang juga perlahan terisi kembali, perasaan nyaman dan tentram hadir menyelimuti dua insan yang sedang berendam di danau gunung Cempaka ini.


Menyadari khasiat air danau yang ternyata benar-benar manjur, Novi menenggelamkan kepalanya yang masih terasa sakit sebab menerima hadiah tendangan keras dari Brawijaya.

Dalam hitungan detik wanita itu masih menyelam, lalu memunculkan kepalanya kembali ke permukaan. "Hah hah hah, ufhhh mantab, benar-benar ampuh untuk penyembuhan."


Kembali ia menyelam dan malah ketagihan sehingga dia berinisiatif untuk berenang-renang, melihat hal itu Brawijaya pun menegurnya. "Berhenti bermain-main, jika kau sudah merasa pulih dan baikkan kita harus segera pergi dari sini, jangan buang-buang waktu sementara kita ini adalah buronan."


Novi: "Kita buronan? hah kita? elu aja kali, hehe."

Brawijaya: "Ya sudah jika kau merasa demikian, aku akan menyelesaikan terapi ini dan akan segera pergi dari sini."


Novi: "Hahaha aku hanya bercanda, jangan kaku gitu, ayolah, rileks sejenak kenapa sih? tak perlu terlalu terburu-buru, kalaupun mereka menemukan kita dan pertarungan kembali harus dihadapi, dengan kondisi sudah pulih dan prima seperti ini, bukankah itu layak untuk menguji adrenalin menghadapi Darmadi lalu menghentikan tindakannya yang sudah terlalu jauh dalam menyelewengkan wewenang itu."


Brawijaya: "Jadi apa sebenarnya rencanamu, kau mengajakku melarikan diri seperti seorang pengecut tapi sekarang seolah mengajak menantangnya kembali?"


Novi: "Hehhhhh??! hahaha jadi kau menafsirkannya demikian? aku tak ada rencana apapun untuk saat ini, aku juga tak terlalu bermaksud mengatakan untuk benar-benar beradu kekuatan dengan si Darmadi itu, yang ku inginkan adalah menikmati momen untuk relaksasi, bukankah tempat ini terlalu mahal untuk disinggahi sejenak begitu saja?"


Brawijaya: "Terserah kau saja." seraya menyandarkan kepala di antara bebatuan yang menjadi pondasi alami tepian danau. "Dirimu ada benarnya juga, kita memang perlu menikmati kesempatan ini sebaik mungkin tak hanya untuk memulihkan tenaga tapi juga merelaksasikan pikiran, fuuuhhh."


Sementara itu Novi Andarista kembali melanjutkan aktivitas berenangnya, dengan berbagai gaya yang ia kuasai, ia lakukan, gaya telentang, gaya katak, gaya kupu-kupu, sembari menikmati panasnya air yang merontokkan lelah-lelahnya, berpadu dengan aroma wangi cempaka yang memanjakan hidungnya. "Huaaahhh mantab jiwa." serunya di sela helaan nafasnya.


Di tengah relaksasi sembari berenang penuh kebebasan bermanuver dengan berbagai gaya yang ia nikmati.


"EHHHH" terpekik dari dalam hati, menyadari ada kejanggalan yang ia rasakan.


"Jangan-jangan ini?! ya tak salah lagi, jauh di bawah danau ini terdapat sumber energi Sasanalaya, apa aku harus memberitahukan tentang ini pada Brawijaya? lalu bagaimana jika ini malah menjadi pedang bermata dua? hmmm tidak tidak tidak, tidak seharusnya aku meragukannya, meskipun saat ini dia adalah buronan dan dianggap kriminal tapi aku yakin semata-mata karena benar-benar saking kecewanya pada instansi polisi dan tentara militer, ada tujuan baik di balik tindakan sembrono yang ia lakukan." kemelut dalam hati Novi Andarista setelah merasakan adanya energi Sasanalaya, kekhawatiran terjadi lantaran sumber kekuatan legendaris itu, sangat langka dan primadona, menjadi objek perburuan bagi orang-orang serakah yang menginginkan kekuatan supranatural yang dihasilkan dari Sasanalaya.


Meskipun hanya sedikit bahkan untuk saat ini belum banyak terdengar kabar ada yang bisa mengendalikan dahsyatnya Sasanalaya.

Novi Andarista adalah salah satu yang spesial karena sudah bukan hanya mengendalikan tapi juga menyatukan kekuatan itu ke dalam tubuhnya sehingga tanpa perlu mengektraksi dari sumber lain, karena sudah cukup dengan menciptakan Sasanalaya melalui kekuatan tenaga dalamnya sendiri.


"Semoga saja firasatku tidak salah, dan semoga kepercayaan ku kepada pria itu tidak mengecewakan, selain itu aku ingin sebelum nanti pergi meninggalkan tempat ini, agar dia menyegelnya dengan kekuatan Pituduh Songo Arah yang ia kuasai."


Setelah berenang dari agak tengah kembali ke tepian.


Novi: "Brawijaya, akan ku beri tahu kau satu hal, semoga tidak ada niat buruk darimu setelah ku sampaikan soal ini."


Brawijaya: "Ha? berisik mengganggu orang bersantai saja, tak usah kau beri tahu, aku sudah paham apa yang kau maksudkan."


Novi: "Maksudmu? apa yang kau maksud dari sudah paham dengan apa yang akan ku katakan? jangan sok peramal deh."


Brawijaya: "Tentang Sasanalaya, yang ada jauh di dalam perut gunung ini, benar begitu bukan?"

Novi: "EHHHH kok dirimu bisa tahu juga? apakah kau juga punya kemampuan sensorik?"


Brawijaya: "Ya, dan aku sudah merasakan dari tadi semenjak menceburkan tubuh ke danau ini. Alasan mengapa aku terburu-buru mengajakmu bergegas juga karena ini, maksudku adalah lekas kita selesaikan urusan pemulihan tubuh dan tenaga dalam, lalu bergegas meninggalkan tempat ini, dan sebelum meninggalkannya akan ku segel kawah dan danau ini dengan segel Pituduh Songo Arah, karena aku merasa khawatir jika Darmadi mengejar dan menemukan kita, serta menemukan fakta di balik perut gunung ini yang mengandung Sasanalaya, maka orang ini akan semakin menjadi ancaman yang sangat serius."


Novi: "Laaahhh? kok bisa-bisanya tidak hanya merasakan hal yang sama tapi juga memikirkan solusi yang senada aku juga berpikir untuk memintamu menyegel tempat ini nanti, aahhh kamu memang paling mengerti soal aku ya, hehehe, kita ini serasi euy hahahaha."


Brawijaya: "Kurangi bercandanya, ayo kita segera bergegas pergi, dan aku akan merapal Pituduh Songo Arah untuk menyegel puncak gunung ini agar tidak mudah dijamah orang-orang serakah jika saja menyadari kandungan energi luar biasa di dalamnya meskipun aku yakin tidak akan mudah dikendalikan, tapi jika sekelas Darmadi yang bahkan menguasai Sari Patining Rogo tentu hanya masalah waktu untuk dia menguasai dan mengendalikan Sasanalaya."


Novi: "Ya. Kita harus segera bergegas meninggalkan serpihan kecil sauna surga ini. Brawijaya jika kau tak keberatan setelah ini tetap kawal aku."


Brawijaya: "Ha? memang mau kemana sampai harus butuh pengawal?"


Novi: "Tempat yang

kau kenali, gunung Muria."


Brawijaya: "Hoooooo?! jadi begitu ya? sepertinya aku bisa menerka arah tujuanmu, mengajakku pergi ke sana."


Novi: "Tak perlu banyak analisis dan tebak-tebakan, ada sesuatu yang perlu kita lakukan disana, jika memang benar yang dibangkitkan oleh Darmadi adalah Kurowo, ini menjadi masalah serius yang tidak bisa disepelekan."


Bersambung

Komentar