Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 16: Lagek Wae Penak

Chapter 16: Lagek Wae Penak


_________________________________________________


Terik matahari mulai menampakkan amarahnya, ketika arahnya sudah mulai menuju barat, sengat panasnya terasa membakar kulit ari.


Seorang pria dengan langkah tegap, aura yang kuat, dari menembus sejuknya hutan yang lebat hingga sampailah ia melangkah di atas tanah lapang luas yang tidak tersentuh kesibukan manusia, rumput-rumput liar tampak menghiasi, bahkan tak jarang ia berjumpa dengan ular-ular berbisa.


Dengan sebilah kayu yang ia genggam, untuk mengibaskan rerumputan, tanaman rambat yang menghalangi langkahnya serta binatang-binatang melata berbahaya.


Ketenangan dan pengalaman tampak dari bagaimana ia menyikapi berbagai hal yang ia jumpai, sekalipun itu perkara berbahaya.


Setelah sebelumnya ia beristirahat dan menikmati makanan-makanan yang disajikan alam, tubuh yang sudah penuh energi itu tanpa terasa sudah melangkah terlalu jauh.


Langkah yang tujuannya diakomodir oleh peristiwa yang mengejutkan yang baru dialaminya, diserang mendadak oleh orang-orang yang tidak dikenal.


Miyadi, setelah sukses melumpuhkan bajingan-bajingan bayaran itu, kini dalam benaknya ingin menelusuri, jejak dan dalang yang memprakarsai yang merupakan seorang kepala desa.


Dalam analisisnya telah menebak-nebak arah dari serangan yang dimaksudkan untuk menghabisi nyawanya itu adalah untuk menguasai dan merampas tanah luas yang ia miliki. Sebelum iya menuju ke dalang di balik layar, Miyadi bermaksud mencari kroni-kroninya yang merupakan gangster kelas kakap, menurutnya akan kesulitan untuk membalas dan menghabisi kepalanya jika gagal melumpuhkan kaki-kaki dan tangannya.


Setelah sukses melewati luasnya tanah lapang dan berhadapan langsung dengan terik matahari, ia pun kembali harus menembus hutan yang masih asri.


Pria itu menuju ujung desa, yang harus melalui perjalanan yang cukup jauh, sampai tibalah ia di perbatasan antara desa Cenggur Asri dan desa Mbegal Wani.


Ia sejenak berhenti ketika nanar matanya menatap lurus ke depan. "Staalfabriek Autoriteit Bedrijf" dalam batinnya ketika membaca tulisan besar yang terpampang pada gapura megah yang sudah tak terurus.


Pandangan matanya tertuju pada deretan bangunan yang terbengkalai.


Staalfabriek Autoriteit Bedrijf adalah dulunya merupakan pabrik baja yang digunakan di jaman hindia belanda, untuk memasok kebutuhan baja dalam proses pembangunan jembatan dan rel kereta api yang dimaksudkan untuk kemudahan logistik, yang meliputi seluruh pulau Jawa.


Perusahaan tersebut juga merupakan bagian dari VOC.

Setelah era jatuhnya VOC akibat korupsi besar-besaran yang terjadi di dalamnya, banyak sekali pabrik-pabrik naungannya juga ikut kena imbasnya, termasuk Staalfabriek Autoriteit Bedrijf atau disingkat SAB.


Kini pabrik besar dan megah itu menjadi terbengkalai tak terurus, terlebih letaknya yang terlalu jauh dari pemukiman padat penduduk, namun kini rupanya justru dimanfaatkan oleh sekelompok preman untuk dijadikan markas. Tempat penyelundupan barang-barang haram seperti narkoba dan miras.


Miyadi sebagai orang pribumi desa Cenggur Asri juga paham betul akan hal itu, itulah yang menggiring kakinya untuk menuju ke arah pabrik tak terurus itu, yang harus menempuh perjalanan jauh.


Karena dalam benaknya meyakini, pasti kroco-kocro yang disuruh menyerangnya ada hubungannya dengan jaringan preman yang bermarkas di SAB itu.


Ketika sudah sampai di depan bangunan utama SAB, Miyadi mendengar ada suara-suara dari dalam bangunan itu, meskipun tidak begitu jelas.


Matanya nanar menatap atap bangunan utama, ketika di sudut tiang ia melihat ada besi-besi yang tersusun sebagai anak tangga darurat, hal itu memberikannya sebuah ide dan pilihan, akses jalan pintas masuk ke dalam tanpa membuat gaduh orang-orang di dalamnya yang merupakan para preman yang mungkin sedang berpesta pora dengan miras dan narkoba.


Tawa cekikikan dan bahasa-bahasa kasar terdengar dari luar meskipun tidak begitu jelas. Miyadi pun mulai memanjat tangga darurat itu dengan perlahan dan hati-hati agar tidak merusak momentum yang sedang ia rencanakan.


Sementara di lain tempat...


Sukasmin dan Sari, dua sejoli yang baru saja tanpa sengaja dipertemukan kembali dalam nuansa untuk bernostalgia.


"Ri, setelah muara itu, jalanan akan dipenuhi dengan bebatuan terjal dan banyak sekali ilalang, semak belukar sehingga tidak mudah dilalui, satu-satunya cara terbaik adalah dengan memanjat ke tebing itu, yang ada jalanan setapak yang bisa dilalui manusia"


"Oh iya Min, awal mula dirimu terseret arus kalau tidak salah dari sekitar muara ini kan?"

"Iya Ri, aku pikir tidak dalam, hanya arusnya yang kuat, tapi jadi pelajaran untuk tidak sembarangan nyebur ke muara, apalagi yang arusnya kuat seperti ini, potensi menimbulkan pusaran kencang di saat debit airnya tinggi, akan jadi sangat berbahaya sekalipun pandai berenang dan dilengkapi alat diving."


"Iya Min"

"Terimakasih telah menyelamatkanku, andai tidak ada dirimu mungkin entahlah nasibku ini, ehhh ehhhh lihat itu Ri... ituuuu???!!!!"


"Kayak rambut Min, eh ndak hanya rambut, itu.…"


"KEPALA" secara serempak keduanya menerka apa yang baru dilihatnya, hingga apa yang dilihatnya itu hilang, pusaran muara sungai itu sangat kencang, terhisaplah penampakan kepala yang mereka lihat, tenggelam.


"Min jangan-jangan memang itu manusia"

"Iya, tapi ndak begitu jelas karena jauh banget itu titik pusat pusarannya, coba amati ke atasnya itu, di air terjun kecil itu lihat Ri, darahnya juga masih ada dari situ, padahal yang tadi itu udah tenggelam terhisap arus".


"He ehhh, iya Min, yaudah Min ayo naik ke bukit"

"Yoook" berjalanlah keduanya memanjat terjalnya tebing demi menuju jalan setapak yang lebih ramah manusia.


Sari meskipun wanita bukan lantas dia perempuan lembek seperti pada umumnya, dia olahragawan dan senang dengan hal-hal adventure, seperti muncak ke gunung, panjat tebing, semasa remaja ia habiskan hidupnya untuk hal-hal yang memacu adrenalin.

Sehingga jika hanya menyusuri sungai dan hutan lebat, sudah bukan level yang sulit baginya, hal itu tampak dari bagaimana langkah dan akselerasinya, manjat, lewati bebatuan, sangat lihai dan lincah.


Sukasmin pun paham akan hal itu sehingga tak perlu khawatir untuk memandunya.


Tap tap tap, dua insan yang sama-sama lincah itu dengan mudahnya memanjat tebing yang kendati tidak terlalu tinggi tapi cukup sulit untuk dilakukan jika bukan orang-orang yang terlatih.


Sampailah mereka di jalan setapak dan dari sana aliran sungai tampak jelas, yang airnya tengah ternodai oleh warna merah, merah darah. "Ini masih jauh jika untuk sampai ke hulu, dan akan semakin menanjak".


"Ndak apa-apa Min, toh masih tengah hari juga, itung-itung sekalian kencan kita, hehe."

"Weleh kencan kencan kayak bocah labil aja"


"Ya ndak apa-apa toh, anggap saja kita labil, STW LABIL HAHAHAHA"

"STW labil? Ri Sari sampean memang pinter nyari bahan ndagel, tapi daripada kencan doang, mending kenthu kita mumpung ini di tengah alas yang sepi jarang dilewati orang, hehehehe".


POOOOOOKKKKKK, suara pipi yang disapu dengan telapak tangan lembut dari wanita cantik.


"Duuuh ndug, senengane main tampar tampar aja ini lho, ini pipi bukan rebana".

"Mau ditambah lagi?"


"Ndak ndak kan guyon Ri"

"Guyan guyon, kentha-kenthu aja yang ada di otakmu, kayak situ pernah kenthu aja"


"Diiih meledeknya terlalu, mentang-mentang yang udah pernah nikah"

"Lhaiya toh, coba ku tanya, mang situ sudah pernah kenthu? atau jangan-jangan memang sudah, tapi nyewa perek, iya kan?"


"Wih ojo ngasi ya, badut-badut gini pantang main sama WTS, sayang sama badan atletis dan kontol gede gagahku ini ehhhhhh ups, maap keceplosan."

"Wehhhh cocotnya, pakai nggaya sok sokan, kayak keren aja."


"Ya ndak harus jadi orang keren untuk stay clean and healthy kan?"

"Buahahahahahakkkhh, stay clean and healthy, bahasamu coook bikin aku mau muntah juiiiiihhhh".


"Looh benar kan apa yang ku bilang?!"

"Betul sih betul tapi apa yang situ ucapkan ndak sesuai fakta, tooh muka dan mulutmu bekas dioles-olesi silitnya mbak Sumini, dianiaya dan dihinakan oleh empat janda dengan sedemikian menjijikkannya, healthy healthy pala lu njeblug."


"Hahahasyuuuuu malah diingatkan lagi, nggilani ndug cah ayu"

"Nggilani nggilani, aslinya seneng dan pingin mengulanginya kan? apalagi mbak Sumini itu cantik bukan main, aku aja kalah kalau soal kecantikan dan kemontokan tubuhnya".


"Ya elah Ri Ri, sabisanya nuduh-nuduh gitu loh, lagi pula menurutku sampean tetep lebih cantik, titik no debat."

"Halah mbelgedes."


"Ciyuuus gendhug Sariku yang cantik jelita ini."

"Telek Min tellleekkkk."


"Looh ini sungguh dari dalam lubuk hati, eh itu lihat Ri, aliran darahnya terputus, aaahhh tapi sial itu ilalang menghalangi saja, jadi ndak jelas."

"Jalan lagi ke depan Min" namun apes semakin menuju ke utara, bagian bawah tebing semakin padat oleh pepohonan yang menutupi aliran sungai.


"Ayo jalan lagi Ri, jika lebih ke utara lagi bagian sana itu jalanan lebih lebar dan dari atas, sungainya akan tampak lebih jelas karena itu juga bagian dari hulu yang luas dan tak terhalang pohon maupun ilalang tapi tetep saja sangat tidak disarankan untuk turun ke bawah, bebatuannya licin."


Dan ketika sampai di titik yang dimaksud Sukasmin "Itu Min, aliran darah dari sekitar situ" hanya demi menelusuri jejak darah yang mengalir, darah yang menodai suci dan bersihnya sungai Blorong, kedua insan itu rela melangkah terlalu jauh demi menemukan jawaban.


"Min, capek ah, istirahat dulu yuk mumpung disini tidak terlalu rimbun rerumputan."

"Yaudah aku juga capek, eh itu kebetulan ada pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi, aku coba ambil kelapanya dulu, haus nih."


"Iya Min hati-hati"


Tap tap tap dengan sangat lihai Sukasmin sudah sampai di ujung pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi, dipetik lah 2 buah yang masih muda, degan begitulah sebutannya.


"Awas Ri" bluuukkkkk bluuuk

Setelah dijatuhkan, dan Sukasmin sudah turun.


Kemudian dengan dihantamkan ke bebatuan berkali-kali dua buah kelapa itu pun pecah dan airnya siap dikokop, usai dengan airnya, kembali dihantamkan ke bebatuan hingga terbelah, dengan pecahan batok kelapa, yang dijadikan sendok untuk mengkonsumsi buah degannya, sebagai pelepas dahaga dan penunda lapar.


Sembari mengobrol ngalur ngidul.


"Min, aslinya dirimu itu bikin keki dari tadi tahu ndak? apalagi saat berdiri begitu"

"Lah kenapa emang? apa yang salah dengan hamba wahai tuan putri?"


"Dirimu itu ndak pakai celana dalam kan? mana hanya dibungkus celana kolor pendek, manukmu itu lho guwondal-gandul bikin tengsin dan jengah saja."

"Oalah ini?" dengan geblegnya malah ia tunjukkan dengan meremas kemaluannya dari luar celana.


"Heh cuuuk" pekik Sari sambil menutupi matanya.

"Halah koyok sampean ki ndak pernah weruh manuk wae, kan sudah biasa lihat ngapain sok malu-malu koala coba?"


"Melihat sih lihat tapi kan milik suami sah, ndak sembarangan apalagi orang gebleg macam situ?" geram Sari menimpali.

"Halah halah halah"


"Halah gundulmu itu, lagian ngapain sih dirimu ndak pakai sempak dengan pedenya keluar rumah dengan koloran doang?"

"Yeee sampean belum tahu saja, selama ini kan memang aku ndak pernah pakai sempak, ribet dan bikin sering nyelempit, ndak tau saja kan situ, gimana rasanya salah parkir?"


"Salah parkir? apalagi itu aah, aneh aneh aja, bilang aja biar mudah untuk coli sambil ngintip ibu-ibu janda muda itu kan?."


"Mangkanya jangan maido karena situ nggak bisa ngerasain, apalagi punyaku segede dan sepanjang ini, nah kalau soal coli sambil ngintip mah, aji mumpung, ada momentum ya eksekusi." sembari ia goyang-goyangkan pinggulnya, menjadikan mobat-mabit penis di balik celana kolornya. Sari pun berpaling dari melihat ulah dancuk Sukasmin.

"Min polahmu ii lho iihhh jaaan nggilani owk"


"Salah parkir itu, salah posisi, selain kecepit bikin mules, bikin timbul rasa malu jika ingin mbetulin posisi di muka umum."


"HAAAAA??? dirimu itu punya rasa malu? wah wah ndak beres ini, tanda-tanda mau turun hujan badai ini."

"Ele ele, ngecemu lho ndug, ya punya lah kalau ndak punya udah aku giniin di sembarang tempat dikeramaian".


"Auuuuu Min, wong guobloooggghh" pekik Sari yang reflek menutup mukanya, demi menghindari dari melihat kelakuan Sukasmin yang gebleg nauzubilleee, betapa tidak, ia keluarkan kontolnya dan ia kocok-kocok di depan Sari.


"Wong iki jaaan guoblooog ikk"

"Hahahahaha"


"Ngguyu, emange lucu nyuk?!" hardik Sari sembari mendelik. Kembali Sukasmin memasukkan penis durjananya. "Hahahaha"


"Cah Asuuu" mulut Sari gatal untuk ngegas, menghadapi polah Sukasmin yang memang sudah sangat semrawut itu. "Makanya nikah sana cari janda kembang atau perawan tua kek biar penis nistamu ini kepakai dengan semestinya, kasian cuma dicekik tangan mulu kan?" lanjut Sari dengan ledekan.


"Wuahahahaha belum tahu dia, huh" dengan pongah Sukasmin menyahut hinaan yang diarahkan padanya.

"Huuuu guayaamuu emang sama siapa? sama tante sandi? tangan tengen sabun mandi?"


"Wong iki, ada aja bahannya, tukang jahit ya mbak?" lalu Sukasmin duduk bersebelahan dengan Sari, ia tarik nafas dalam-dalam. "Kandas darimu, aku dekat dengan seseorang yang memang sudah lama kenal dan tidak asing juga untukmu"


"Hmmmm siapa emangnya?"

"Dewanti"


"Dewanti? tetangga satu kosmu itu?"

"Iya"


"Kok bisa akhirnya punya hubungan dengan dia?"

"Entahlah dari mana harus ku mulai awal mula hubungan kami, yang jelas, akhirnya menjadi intens hingga berlanjut terlalu jauh."


"Sejauh apa emang?"

"Ya kami pacaran, sampe ngentot juga" tanpa tedeng aling-aling saat mengutarakan kata ngentotnya, seakan pamer dengan mempertegasnya.


"Cocotehh mbokya disensor gitu loh, lha terus gimana kelanjutannya, sampai sekarang masih berhubungan dengan Dewanti?"

"Sudah ndak Ri, kandas, hubunganku dengan dia cuma bertahan dua tahun."


"Kok bisa? emang apa masalah yang mendasari kandasnya hubungan kalian? orang ketiga kah? restu kah?"

"Huufhhh, lebih rumit lagi Ri, satu sisi perbedaan keyakinan, aku muslim ya walau muslim KW 10 alias Islam KTP, Dewanti sendiri beragama Hindu."


"Terus apa lagi masalah lainnya?"

"Ternyata justru selama ini aku hanya dijadikan sebagai pelampiasan, cuma dimanfaatin".


"Dimanfaatin? emang apa manfaat yang bisa diambil dari dirimu? hehehe dan emang kamu punya apa sampai bisa dimanfaatin dia?" ucap Sari mengejek dengan terkekeh.

"Fasih bener ya congor anda kalau urusan hina menghina?!"


"Hahaha lha gimana ndak gatel kudu dihina coba? orang amburadul kayak gini aja kok bahasanya, dimanfaatin dimanfaatin hahahaha, jadi apa yang bisa dimanfaatkan dari dirimu yang tidak bermanfaat ini wahai paduka Sukasmin?"


"Iki lhooooo" sembari ia keluarkan lagi kemaluannya, namun dari lobang samping kiri celana. "KASMIIIINNN" gertak Sari geram dengan ulah serampangan durjana tidak mutu ini.


"Dia hanya menjadikanku pelampiasan syahwatnya, awalnya aku tidak tahu hal itu, hanya menikmati momen-momen indah bersamanya, yang berpikir mungkin dia itu jodoh pengganti yang sesungguhnya. Hingga semua terkuak saat tiba-tiba ada kabar bahwa dia akan menikah, lagi dan lagi dikhianati oleh orang yang ku cintai, yang ternyata setelah itu dia mengutarakan semuanya".


"…."


"Dia mengakui jika aku hanyalah selingkuhan baginya, karena hubungan dengan kekasih sejatinya terhalang oleh jarak sehingga sulit bertemu, jarang sekali bertemu, tapi hasrat birahinya yang tinggi menuntut untuk mencari pelampiasan dan akulah yang dia pilih. Betapa naifnya, awalnya ku pikir dia itu obat pelipur lara atas kandasnya hubunganku denganmu, rupanya justru itu awal kisah pilu babak selanjutnya."


"…" Sari hanya diam membisu mendengarkan curahan hati Sukasmin.


Sementara Sukasmin melanjutkan ceritanya "Maaf min jika selama ini aku berbohong, cinta yang ku ucapkan setiap kali kita bercinta, hanyalah omong kosong, aku tuh cuma butuh kontol gedemu itu, karena punya calon suamiku tidak sebesar dan seperkasa milikmu. Bahkan begitulah isi pengakuan lewat chat whatsappnya kepadaku."


"Jadi intinya dirimu itu justru dijadikan selingkuhan oleh Dewanti?"

"Iya, selain sesak mendapatkan pengkhianatan, juga merasa bersalah telah menyelingkuhi kekasih orang, daannnnnn kamu jangan lantas seenaknya menjustifikasi, dirimu juga pelaku yang sama kejinya."


"Dih siapa yang mau nyalahin situ? kepedean banget"

"Yaa barangkali tiba-tiba sampean ngata-ngatain saya kejam, saya ndak punya perasaan, tukang tikung atau lain sebagainya."


"Suudzon amat, orang aku lagi fokus dengerin situ curhat, bahkan ndak terpikir kata-kata apapun untuk menyanggah dan menyela."

"Fokus dengerin atau fokus nyari bahan buat mengejek?"


"Ya amplooop sensian amat" sembari menonyo jidat Sukasmin.

"Fiuuuhh, bisa kah sampean bayangkan? ketika sudah pernah merasakan terpuruk karena patah hati, lalu alih-alih menemukan penawarnya yang ada justru melahirkan patah hati susulan? pernah kah kau bayangkan? ketika sudah sedemikian rupa berusaha bertahan namun masalah terus datang silih berganti, ketika satu masalah belum kelar, disusul masalah baru lainnya?" irama sendu kembali terangkai dari bibir semrawut Sukasmin, mengusik nuansa canda.


"Entah lah Min"

"Lalu untuk lepas dan lari dari tekanan patah hati, dipecat dari kerja, patah hati lagi, susah nyari kerja, padahal merantau di kota yang jauh dari sanak saudara dan keluarga. Ku putuskan kembali kesini di desa tanah kelahiranku ini, dan kesemrawutan hidupku di mulai di sini, ketika pulang-pulang mendapatkan kenyataan yang tak kalah pahit."


"Emang ada masalah apa lagi Min?"

"Rumah yang seharusnya jadi rumah yang diwariskan olehku, sudah berubah drastis, bukan hanya karena direnovasi tapi ganti kepemilikan, yang ternyata dijual oleh kakak iparku, suami dari kakakku, yang serakah dan culas, bahkan dengan keji membuat kedua orang tuaku terusir dan terpaksa tinggal di gubug di tengah ladang, ladang seluas 500 meter, satu-satunya harta orang tua yang dipunya, yang belum terampas oleh keserakahan yang bisa saja akan diusik jika aku tak segera inisiatif membalik nama."


"Kok jadi sedih gini ya auranya, aku tuh lagi nggak mau sedih-sedih, sudah bosan ahhhh, maaf bukannya nggak berempati tapi situasi lagi konyol-konyolnya, rusuh-rusuhnya, malah jadi haru biru."


"Hehehe, ntahlah jadi pingin curhat aja, ada kalanya uneg-uneg yang mengganjal, dan yang tak kalah penting, ini loooh aku tuh lagi menetralisir kengacengan kontol yang tak terkendali ini, gara-gara ngobrolin soal Dewanti jadi kebayang-bayang saat-saat bersamanya, ketika beradu kelamin dengannya, ngen.…"


"Jadi situ udah pernah ngewe beneran sama Dewanti?" potong Sari dengan mimik penasaran.


"Eleh elehhh antusias banget kalau soal perngewean, dasar mental-mental sangean hmmmmm."

"Guaaayyyaaamu lho Min, memang koya banget ya mentang-mentang dapat memek pengganti."


"Bujubuneng ndasmu oleng, memek pengganti udah kayak pemain cadangan saja, ya jelas boleh sombong dong, jelek-jelek gini masih ada yang merhitungkan, hahahaha meskipun hanya pelarian, saaat bangsaaat."


"Gimana? memeknya enak? nggigit nggak?"

"Nggigat-nggigit, untumu amoh itu."


"Laaah pekoookmu lho, maksudnya lower nggak? hahahahaha kan udah pernah dipake."

"Iya ih, asemnya dia dapat perjakaku."


"Huwaaadalah hayooo mbati tenanan tho si Dewanti, tapi situ juga dapat enak juga kan?"


"Wooo ya jelas, toh dia udah pengalaman, ruginya cuma nggak dapet perawannya paling nggak dapat servis nikmatnya, meskipun ujungnya tetep. SAKIITTT SEKALIHHH EPERIBADIH"

"Hualah, sokat-sakit, baru mikir sakit kalau udah jatuh seperti ini kan? coba enggak, bakalan tetep pongah dan angkuh merasa ada tempat sandaran yang tepat, betul demikian bukan wahai bedes yang terhormat?."


"Lambemu iii lho Sar, jaaan fasih poool kalau soal ngata-ngatain, belum pernah dijejali kontol besar kan mulut mungilmu itu?"

"Mana mana kontol besar yang bisa njejali mulutku? mana?" Sari malah nantangin, padahal dia sadar yang ditantang seorang manusia koclok yang otaknya pindah ke selangkangan.


"Wih ngece ik nyooooh" sesaat Sukasmin berdiri, dengan mengeluarkan rudal balistiknya dan dengan kurang ajar, ia tampar-tamparkan ke muka Sari yang berusaha menghindari tindakan tak sopan dari manusia durjana. POKKK PUOOOKKK, hantaman kontolnya mengenai kepala Sari, dan diapun menangkisnya dengan lengan tangannya, "Gak usah ditahan, anggap aja ini hukuman buat sampean yang udah berbuat keji mengkhianati pria tulus macam saya ini".


Malah semakin dikipat-kipatkan kontolnya kesana kemari, dipukul-pukulkan ke Sari yang hanya pasrah meringkuk sembari menahan tawa, iya, Sari diperlakukan demikian juga malah cekikikan pelan dan tidak ngamuk sama sekali.


"Udah Min udah Min, jangan tuman ya, aku kruwes kontolmu lho" lalu Sari dengan mata mendelik mulai menghardiknya, agar tindakan tak senonoh Sukasmin segera diakhiri.


Dan Sukasmin pun berhenti memukul-mukulkan kontolnya, ia masukkan kembali ke celana kolornya.


"Huuuuh wong edan, wis ah, mandi yoook, ke sendang Waru atau sendang Ringin, udah mulai gerah nih gara-gara munyuk ekor di depan ini" ucap Sari.

"Gerah atau birahi? ngaku aja sampean"


"Birahi ndasmu ah"

"Lha terus ini telusur soal sumber air warna merah ini gimana? ndak dilanjutin?"


"Lanjutin nanti, tuh lihat, udah nggak kelihatan lagi, udah disapu bersih oleh derasnya air, barangkali jika benar jasad manusia, mungkin sudah terseret terlalu jauh mungkin sampai ke muara laut selatan". terang Sari. "Lagi pula ini udah beneran panas padahal sudah dipayungi pohon-pohon tinggi dan lebat"


"Ke sendang Waru saja yook Ri, disana lebih kondusif dan tidak ramai, eiithhh jangan mikir aku mau macam-macam yaaa, kalau keberatan sampean mandi dulu saja nanti, aku nunggu di luar, janji nggak ngintip, justru aku ndak rela kalau kamu mandi bareng orang lain apalagi sampai ada laki-lakinya"


"Halah, sok sokan dirimu itu, padahal mah ngacengan dan kurang ajar"

"Ngacengan gini tetep ndak rela kalau wanita cantik seperti dikau ini jadi konsumsi banyak orang, suweerrrr kewer kewerrr mamen."


"Suwar suwer suwar suwer, tak samplok lambemu ben ndower, ya wis lah kagak usah kakean bacot, yoook keburu sore nanti"


Keduanya berjalan beriringan sambil bersenda gurau, ngobrolin hal-hal tidak jelas, saling ledek saling kontak fisik seperti ngeplak atau menggelitik, dan di antara obrolan tidak jelasnya. "Eh Min, aku tuh selama pacaran sama situ aja belum sempat megang apalagi lihat secara jelas."


"Pegang dan lihat apaan emangnya?" selidik Sukasmin yang entah benar-benar tidak tahu atau pura-pura gobloog, tapi emang goblogg sih.


"KONTOLLLMUUU Min, gak usah sok sokan nggak tahu yang ku maksud deh, kontolmu itu lho ternyata besar sekali, ku pikir punya mantan suami sudah sangat besar untuk standar asia tapi punyamu itu lho, bikin merinding ukurannya."


"Oalaaaah" balas Sukasmin singkat sembari garuk-garuk kepala.

"Aku cemburu Min."


"Lah cemburu kenapa? cemburu pingin punya kontol juga? ya sana ke Thailand!! operasi."

"Woeh wong goblooog, bukan cemburu soal punya kontol ya bloook, tapi cemburu sama Dewanti yang udah nyicipin lebih dulu."


"Yeeee, ya saya juga cemburu, keperawanan sampean bukan kontol saya yang merobek, bahkan dulu meskipun sering aku mesumin tapi ndak ada pikiran pingin merusak lebih jauh, pikirku akan ku jaga sampai tiba saatnya sudah halal, tapi dasarnya apes malah sampean dijodohkan sama begundal, emosi bener lho saya ini".


"Huahahahaha rupamu iiii lho, jadi makin jelek kalau pas mutung gitu."

"Bodo amat mau jelek atau ganteng, yang penting punya kontol besar dan bisa ngaceng."


"Wuiiiiih cocotnya emang ya kalau soal yang seronok-seronok fasih beneerrrr"

"Yaaaa biarinnn" sembari Sukasmin goyang-goyangkan pinggulnya, hal itu malah membuat Sari berseloroh.


"Keluarin lagi tuuh, daripada gondal gandul di ruang sempit, mana masih ngaceng kan?"

"Eeee buseetttt, benarkan yang ku pikir, kalem-kalem selain rusak lambemu, juga udah mulai berani vulgar ya? hahahahaha"


"Wkakakakaka situ sih virusnya, jadi ketularan kan, lagian ngapain digoyang-goyangkan? niat mau pamer kan? kebiasaanmu kan suka pamer padahal ndak punya apa-apa."


"Cocotnya itu lho Sar, kalau ngebully kok jan renyah sekali" lalu sejurus kemudian Sukasmin pun menuruti permintaan Sari yang sebenarnya hanya candaan tapi malah dianggap beneran, bahkan lebih gila lagi "Lepas aja udah aaah biar si Lucky bebas" geblegg sok ngasih nama kontolnya dengan nama lucky padahal yang punya nggak lucky sama sekali hidupnya, laknat sih iya.


"Heeeehhh dibukak beneran cuk, lucky lucky lambemu ahhhh" pekik kaget Sari membalasnya, namun fokusnya teralih pada penis Sukasmin yang sudah bebas tak lagi terbungkus celana. Gondal-gandul, ngaceng terombang-ambing seiring si empunya melangkahkan kaki.


"Yeee salah siapa nantangin" dengan tanpa rasa malu sama sekali, Sukasmin kibas-kibaskan penisnya yang layak dinistakan itu.


"Hixixixi, wong edan, tapi lucukk" Sari justru terhibur atas ulah nekad Sukasmin itu, toh mereka yakin tidak bakalan ada orang lain yang sempet-sempetnya main-main ke tempat mereka berada, kalau bukan pemburu binatang atau orang kurang kerjaan.


"Sini biar ku gandeng aja kontolnya" Sari malah semakin menunjukkan sifat kevulgarannya dan sembrono dengan menawarkan diri memegang kontol besar mantan kekasihnya itu, lalu digenggamlah kontol Sukasmin, sembari keduanya berjalan bersama.


"Guwedeeene Min, aaahhh jadi pingin"

Sukasmin hanya diam saja tak menimpali apapun.


Di tengah perjalanan sesekali Sari mengurut-urut kemaluan Sukasmin yang sudah ngaceng maksimal, bentuknya jadi mendongak ke atas, mengacung angkuh seperti menantang dunia. Seakan ingin bilang, lihatlah meskipun si empunya hanyalah durjana tidak memilih daya guna, tapi sebagai kontolnya mendapatkan keistimewaan tersendiri, bukan tangannya yang digandeng oleh tangan wanita cantik jelita, janda muda tanpa anak.


Sari pun sempat mendekatkan bibirnya lalu CUUUUHHH, ia ludahi kontol durjana itu, agar licin saat ia mengurut-urutnya.


Tampak Sukasmin diam saja sama sekali tak menunjukkan reaksi, entah keenakan atau geli dan semacamnya. Datar, sok cool. "Kok diam saja dari tadi Min? mana sisi koplak dan mesumnya paduka Sukasmin yang terhormat ini?" goda Sari yang hanya dibalas deheman oleh Sukasmin.


Hingga tanpa disadari mereka sudah hampir sampai sendang Waru, yang posisinya di ujung aliran sungai, mereka perlu melewati jalanan menurun, sehingga acara gila menggandeng kontol itupun terpaksa disudahi, konsentrasi mereka terhadap jalanan yang terbentuk alami berupa susunan bebatuan namun licin dan berlumut.


Setelah dengan sedikit usaha kecil dan kehati-hatian akhirnya mereka sampai di pintu masuk sendang, Sari masuk terlebih dahulu, memastikan jika di dalam tidak ada orang dan iya memang kosong, artinya keduanya tepat sampai di sendang ini, ketika empat janda yang baru saja dimabuk birahi sudah selesai dan pulang.


"Sepi min, sini masuk"

"Kan aku udah bilang, sampean mandi dulu, aku nanti kalau sampean sudah selesai"


"Bawel ya, sini masuk" geram Sari, ia pun berinisiatif menarik Sukasmin namun yang ditarik bukan lengan tangan atau tubuhnya, melainkan kembali menarik kontol ngacengnya.


Bak kerbau yang dicucuk hidungnya, Sukasmin pun pasrah dan ikut masuk, kemudian tanpa basa-basi Sari pun melucuti seluruh busana yang ia kenakan, Sukasmin tampak kaget namun dia tetep berusaha stay cool, emang licik banget ini biadap anggora.


Pun Sukasmin pun juga ikutan melepas satu-satunya pakaian yang masih menempel ditubuhnya, kaos oblongnya. Hingga ia pun telanjang bulat, berdua bersama Sari mantan kekasih hatinya.


Kontolnya tegang maksimal, ia berulangkali meneguk ludah melihat tubuh Sari dari belakang yang tengah menyiramkan air dengan gayung batok yang memang jadi fasilitas umum di sendang itu, BYUUURRR BYUUURRR.


Di tepi tembok sendang Waru ini, ada batu besar tempat untuk menaruh baju dan juga selalu ada sabun yang ditinggalkan oleh beberapa orang, jadi andai tidak bawa dari rumah pun sudah ada sabun gratis yang tersedia dengan catatan tidak parno dengan bekas berbagai kulit apapun yang telah memakainya.


Sari tetep fokus memunggungi Sukasmin yang masih berdiri kaku bersama kontolnya yang juga kaku, menyaksikan Sari yang tanpa malu-malu malah asyik bertelanjang ria. "Hehh ayook mandi ngapain bengong, sange ya ngeliatin aku bugil?" Sari malah nekad menggoda.


Bergabunglah Sukasmin dengan mendekati Sari, ia sirami tubuhnya dan bergantian memakai sabun yang ada.

Lalu usai membilas hingga bersih, Sari pun berdiri, bukan untuk memakai baju malah ia tunggingkan pantatnya ke arah muka Sukasmin.


"Dibandingkan pantat mbak Sumini, bagusan mana sama punyaku Min?" walah walah edan tenan, Sari malah semakin nekad.


"Mmmm sama-sama bagus Ri, tapi punyamu lebih eksotis, warnanya merah merekah, nggak ada jembutnya sama sekali, pun sama bo'olmu juga, sampean kok nekad gini sih?"

"Bacooot, suka ndak sama pantatku"


"Pertanyaan macam apa ini? ya jelas siapapun pasti suka lah kalau sama yang ginian ini."

"Ndak juga buktinya mantan suamiku ndak nafsu nafsu banget, justru jorok dia itu, yaudah jilatin dong kalau suka, jangan ke lobang pantat kalau jijik, cukup memekku aja".


"Ya mana ada jijikkkkk ahhhh" lalu srupuuuthhh, dihisap dalam-dalam lobang anus Sari yang malah ia prioritaskan lebih dulu, tidak sesuai permintaan yang punya hajat, emang saklek nih orang.


Dengan antusias Sukasmin menjilati kedua lubang Sari yang tengah nungging berdiri itu. "Aaahhh enak min, buat aku lebih enak, tapi apa ndak bauk silitku?" erangan Sari mulai ditunjukkan.


"Enggak, malah punya Sumini tadi bauk taunya, ini mah sedaaaappphhh" tukas Sukasmin dan ia lanjutkan mengeksplorasi dua lubang limbah milik Sari, dengan lihai lidahnya menari-nari membuat Sari kelonjotan.


"Ri, mau ku entot ndak? aku juga udah ngaceng berat dari tadi"

"Aahhh mauk sayang, mauk banget, aku penasaran pingin dikontolin sama dirimu aghhh cepet" dengan dikuasai nafsu birahi yang meledak-ledak, Sari beranjak menuju dinding sendang, ia sandarkan tangannya, ia tunggingkan pantatnya. "Sini sayang aghhh masssukin" tampak sisi liar terpancar dari rona wajah Sari.


Sejurus kemudian Sukasmin pun mendekat, lalu dengan kontolnya yang sudah ngaceng maksimal itu, ia coba masukkan ke vagina Sari. "Susah Ri, sempit banget tempikmu, belum muat untuk kontolku, tolong ditahan ya kalau sakit"


"Iya Min, alon-alon asal kelakon ya Min" Sari sudah kehilangan kendali dirinya, yang ia inginkan cuma penuntasan hasratnya.


Pelan tapi pasti, dari palkon hingga mili demi mili kontol besar itu merangsek masuk ke liang peranakan wanita cantik dan seksi itu. "Aghhhh Minnn" suara desahan kian memanaskan suasana yang padahal tubuh mereka baru saja dibasahi air sendang yang dingin.


Ketika sudah hampir sepenuhnya masuk, oleh Sukasmin ditarik keluar lagi perlahan namun tidak benar-benar lepas, lalu ia coba masukkan lagi, hal itu dia lakukan untuk agar vagina Sari dapat menyesuaikan dengan besarnya kemaluan Sukasmin ditambah Sari sudah lama tidak dijamah, dan seolah kembali ke perawan yang masih sempit, susah untuk diterobos dengan grusa-grusu, yang ada malah bikin pihak wanitanya kesakitan.


Rupanya hal yang dilakukan Sukasmin disadari oleh Sari.


"Pinter banget lu Min, kayak udah pengalaman banget, mainnya selow dan telaten, aku pikir kayak brondong yang buru-buru, bat bet sat set, hehe."

"Ketahuan kamu, pernah main sama brondong kan ngaku ajaa" balas Sukasmin dengan asas praduga tak bersalah.


"Yeee enak aja, ini memek bukan memek gatelan ya."

"Laaah ini gatel minta digaruk pakai kontol besar saya kan? atau ndak aku terusin nih?."


"Wuiiih lagaknya ya, sok yak-yak'o"

"HAHAHAHAHAHA" masih sempat-sempatnya bercanda, disaat konsentrasi terfokus pada kontol dan meki.


Ya biar nggak grogi-grogi amat kali ya, kan sama-sama orang yang udah lama tidak melakukan adegan senggama.


Dengan kesabaran dan usaha keras, agar kontolnya yang keras bisa amblas ke memek sempit marimpiit pit, karena merupakan milik seorang janda rasa perawan, akhirnya BLESSSS.


"AHHHHHHHHH" proses masuknya manuk seutuhnya ke dalam lubang turuk, disertai lenguhan panjang, menjabarkan betapa nikmat tiada tara yang dirasakan khususnya bagi Sari, normalnya wanita yang punya sembilan hawa, jika hawa-hawa itu terstimulasi dengan baik dan benar, sungguh akan melukis rona bahagia dan wajah yang berbinar-binar.


"UHHHH MIIINNNN, guwedeee tur duowooone kuontolmuuuhhh, aaah aku jadi semakin cemburu sama Dewanti yang udah lebih dulu mencicipi, ahgggghhh, sekarang puaskan aku lebih dari caramu memuaskan Dewanti." rajuk manja birahi yang juga diperpanas rasa cemburu, kadang wanita itu gitu, serakah dan gemar nyari masalah, kayak nggak afdol kalau ndak bikin bahan untuk diributkan.


"Cooook, tempikmu wis dicokol kontol tapi cocotmu masih saja mbanyol." timpal Sukasmin dengan intonasi gemes-gemes pingin nubles, nubles lebih dalam lagi, dengan kontol guwediiinya, agar pujaan hatinya ini lebih berfokus menikmati ketimbang nyari-nyari perkara.


Kenthu kok ya sempat-sempatnya mbahas perkara pemicu huru-hara.


Pelan, pelan, dari perlahan, ritme sodokan semakin meningkat, PLOK PLOOOK PLOOOOK, indah nada-nada terbentuk dari paha yang bertumbuk.


"Lebih keras lagi Min, siksa aku Min, siksa pakai kontol perkasamu wahai paduka durjana." celoteh Sari di antara puing-puing birahi yang perlahan menyatu mengobrak-abrik pertahanan diri, rasa malu dan sungkan sudah tak ada arti yang penting harus tertuntaskan tuntutan birahi.


"UHHHH AAAAHHHH AIIUHHHH, IKEH-IKEH KUWACIII."


"Dancoook njaran, kimochi cuk, kuwaci kuwaci mbahmu geloloden kuwaci." geram Sukasmin di tengah penetrasinya, menanggapi erangan Sari dengan bahasa candaan. Selain cantik dan seksi, emang lucu sekali wanita satu ini, pantas saja Sukasmin dibuat jadi sedemikian setres paska kandasnya kisah asmara dengan pujaannya yang sekarang malah bisa dientot dengan sukarela.


Seiring bertambah cepatnya genjotan yang dilakukan Sukasmin, semakin kencang pula erangan Sari, ia serasa tak peduli jika ada yang memergoki atau yang diam-diam mengintip ulah mereka, Sari telah terhipnotis nikmatnya silaturahmi kelamin, yang selama ini sebenarnya Sari dambakan, yang gagal ia peroleh dari suami sahnya.

Karena gobloknya pria itu yang lebih terangsang dengan anus dan kentutnya daripada memeknya.


"Uhhhh Minnnnn, mantab sayang, aahhhhh terus sodok yang kenceng sayang."


PLAAAAKKKK PLAAAKKK PLOOOGHHHH PLOOGGGH, tak hanya semakin keras pompaannya namun juga disertai tamparan-tamparan gemas di pantat bahenol Sari, yang semakin membuat wanita cantik itu mendesah keras, air yang membahasi tubuh mereka hampir mengering, tergantikan peluh-peluh akibat perpaduan dua kemaluan yang berbeda.


PLOGHHH PLOGHHHH suara merdu dari benturan keras paha ke paha.

Lalu dijambak pula rambut Sari sehingga ia pun mendongak, mulutnya pun mangap megap-megap menikmati sensasi perkentuan duniawi, dipalingkan wajah cantik itu, hingga menghadap ke belakang, tampak sangat seksi menggairahkan rona sayu berbalut birahi dari wanita cantik yang tersia-siakan ini.


Sukasmin kian bernafsu, lalu ia pun melumat bibir Sari dengan sangat beringas, yang disambut oleh wanita itu dengan tak kalah beringasnya. CUUHH CUUUH, tak hanya lumatan namun juga diludahi bibir seksi merona itu, bukan jijik justru ia pasrah dan menikmati perlakuan kotor itu, bahkan dengan tanpa disuruh, Sari menelan ludah ludah yang keluar dari mulut manusia paling tidak bermutu di alam semesta ini.


Cinta, hasrat dan hawa nafsu, benar-benar kombinasi maut yang dapat melumpuhkan logika.


"Anjinggg lu Sukasmin sayang, ludahi aku lagi ludaahiiiinnn." kebinalan semakin menjadi-jadi, tanpa jijik sekalipun malah meminta nambah, nambah kalau nasi padang sih oke ya, ini air liur durjana yang tak kalah menyeramkan dari liurnya Komodo.


CUUUHHH CUUUHHH, dengan semangat tanpa rasa sungkan Sukasmin pun menuruti.

"Gantian ludahi muka dan bibirku, sebanyak yang kamu bisa." mungkin untuk mengimbangi penistaan yang ia lakukan, Sukasmin balik meminta Sari untuk meludahinya.


CUUHHH CUHHH CUUHHH, tentu dengan senang hati, wanita itu menyanggupi, seluruh wajah Sukasmin penuh berlumur ludah dari wanita cantik yang semlohai, yang sedang diobok-obok tempiknya.


Di tengah keras bertumbuknya selangkangan, Sukasmin justru melepaskan kontolnya dan beranjak bersimpuh, dan mukanya tepat menghadap pantat Sari, lalu dengan sekonyong-konyong ia lahap vagina Sari, dengan lidah kasarnya, ia sapu, ia hisap kuat-kuat liang peranakan yang belum sempat mengeluarkan anak itu.


"Ahhh ahhhh min, ahhh terus, akuhhh akuyhhh mau keluar ahhhhghhh min."


Semakin bersemangat pria durjana itu bermain dengan mulutnya, hisapan, jilatan, berganti-gantian ia akselerasi-kan demi memuaskan hasrat wanita pujaannya.


"AGHHHHHHH KELUUUUHHH KELUAAARRRR." seruan itu semakin memupuk semangat Sukasmin untuk menunjukkan kemahiran lidah dan mulutnya hingga.


"Aaaahhh awassss awaasss Min, aku mau pipis aaghhhh AGHHHHHH." pekik yang Sari tahan agar tak menjerit terlalu keras, tak digubris oleh Sukasmin, justru ia semakin kuat menghisap lubang memek Sari yang sedang orgasme dan benar saja. SURRRRRRRR SURRRRRRRRR, orgasme yang disertai air seni menghasilkan squirting yang luar biasa, orgasme seperti itulah yang jadi dambaan setiap wanita, yang tidak banyak wanita bisa menikmati fase itu.


SLURUPPPHHHH SLURUPPHHHH dengan lahap dan liar, Sukasmin menelan cairan yang mengalir deras dan meluber kemana-mana itu, tanpa jijik ia telan sebisa mungkin dan sebanyak mungkin seakan tidak ingin menyia-nyiakan asupan gizi dari proses birahi ini.


"HAH HAA HAAAHHH." nafas Sari tersengal-sengal yang diprakarsai oleh kenikmatan maha dahsyat. "Mantab banget anjiiingg." lanjutnya dengan misuh, misuh gemas.


Sementara itu pandangan matanya tertuju langsung ke kontol Sukasmin yang masih tegak perkasa belum mengeluarkan kuota ejakulasinya.

Wanita cantik itu pun beranjak menghampiri dan tanpa menggunakan tangan sama sekali, langsung mulutnya lah yang mengeksekusi, ia kulum langsung, berusaha menelan sampai mentok, meskipun hanya sanggup setengahnya saja, sembari menyepong matanya nanar menatap Sukasmin, kedua mata saling bertemu, mata yang sama-sama sayu akibat nikmatnya birahi.


Tampak lihai sekali mulut seksi agak tebal yang Sari miliki, cara ia mengoral seperti seorang profesional, ya jelas lah, kan udah pernah nikah, ABG SMP jaman sekarang pun juga lihai-lihai untuk urusan oral mengoral.


Karena lihai dan mahirnya permainan mulut Sari, hal itu cukup ampuh untuk membuat pertahanan Sukasmin jebol, sebenarnya ia ingin lanjut eksekusi ke tempik Sari, tapi ia sadar sudah menyodok terlalu lama dan takut kelamaan sehingga nanti malah tiba-tiba ada orang yang mau mandi kan bisa gawat, yang ada malah jadi kentang.


Akhirnya dia pasrah, tidak terlalu menahan-nahan saat kontolnya diemut liar oleh wanita cantik yang sedang bersimpuh di depan kontolnya. Agar orgasmenya pun segera tercapai, dan "AHHHHHHHH SAR.….." Crooot crotttt crotttt, bukan dilepas justru oleh Sari dibiarkan keluar di mulut seksinya, dan "Glekkk" ia tampung dan telan semua benih bayi yang di keluarkan Sukasmin.


"Aghhhhhh" saat Sari melepas kemaluan Sukasmin dari mulutnya. "Pahittt beudtt anjing, kayak brotowali, ini gara-gara kamu makan silitnya mbak Sumini kan? jadi pait gini."


"CUKKKKK"

"HAHAHAHAHAHAHA" lalu tawa keduanya pecah, setelah sama-sama memecahkan dinding birahi.


Setelah asyik bercinta dan menikmati puncak kenikmatan hakiki, baik Sari dan Sukasmin bersamaan menyiram tubuh dengan sejuk dan jernihnya air sendang, akan tetapi tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara. "Wohohoho saatnya eksekusi." arah suara dari satu-satunya pintu masuk sendang Waru.


Ada 5 orang pria, empat di antaranya berbadan besar dan kekar dengan pakaian serba hitam. "Kalian diam saja dan jangan teriak atau didor kepala kalian." salah satu dari pria-pria itu bersuara memberikan ultimatum.


"Si-SIAAAAPPHAA KALIAN???" pekik geram Sukasmin.

"Tidak usah banyak tanya dan tidak perlu kamu tahu, pakai pakaian kalian CEPAAATTT."


Setelah berbusana baik Sukasmin dan Sari, keduanya didekati masing-masing oleh dua pria, was-was Sukasmin "Kalian boleh lukai saya tapi tolong jangan apa-apakan wanita itu."


"Hahahahaha tenang, kami tidak akan macam-macam, apalagi untuk wanita jalang seperti dia yang bekas digagahi oleh manusia hina seperti kamu, bikin kami makin ndak nafsu, kami hanya ingin menangkap kalian dan memasangkan ini." sembari ditunjukkan borgol.


Mendelik Sukasmin dan Sari, dari pancaran mata Sari, tak ada raut ketakutan.


"Pasrah saja dan ikuti, jika tidak ingin, kontol besarmu ini kami kebiri, eman-eman bukan? nanti tidak bisa lagi dipakai memuaskan si jalang ini, hahahahaaha". Setelah kedua tangan Sukasmin dan Sari diborgol.


"Ayoo jalan, nurut dan jangan teriak atau kalian berdua akan mati hari ini juga." dan kedua insan malang itupun digelanggang oleh pria-pria misterius berbadan besar dan kekar, serta beraura intimidatif.


Sukasmin dan Sari, dua sejoli yang padahal baru saja meracik bumbu-bumbu kebahagiaan bernostalgia, suasana menyenangkan itu terusik.


Di tengah perjalanan, dengan nada menghina, pria yang memang dari tadi yang paling dominan bersuara dan paling pendek di antara lainnya: "Hooooh iya, tadi saya bilang bahwa di antara kami tidak ada yang minat dengan wanita jalang yang cantik ini, tapi barangkali nanti di markas, dia bisa jadi primadona untuk memuaskan kroco-kocro ngacengan, ngoahahahaha jadi jangan berkecil hati wahai nona cantik, kata-kata yang merendahkan tadi jangan diambil hati NGOAHAAHAHA, senajis-najisnya dikau, tentu masih ada manusia berotak babi yang minat BUAHAHAHAAHAA."


Demi mendengar hal itu, dalam diri Sari tentu mendidih amarah, memicu letupan-letupan emosi jiwa, gatal rasanya ingin menghadiahkan bogem mentah ke mulut angkuhnya. Namun ia sadar, meskipun baik dirinya maupun Sukasmin adalah orang yang memiliki kemampuan bela diri, tapi dalam posisi ini akan kalah karena jumlah serta ada kemungkinan ini menjadi akhir bagi keduanya, adanya pistol di masing-masing pinggang dari orang-orang yang tidak dikenali itu, menyiutkan nyali atau lebih tepatnya bukan langkah bijak jika harus sembrono dan grusa-grusu.

__


BERSAMBUNG

Komentar