Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 14: Cantik dan Beruk

Chapter 14: Cantik dan Beruk


________________________________________________


Hidup ini penuh dengan kemungkinan, hal yang kita kira tidak akan pernah terjadi, terkadang malah terjadi pun sebaliknya, ketika optimis dengan apa yang diharapkan namun acap kali dikecewakan oleh realita.


Begitulah mungkin cara Tuhan menguji manusia, dengan membolak-balikan keadaan dan rasa. Ujian diberikan kepada manusia bukan semata-mata hanya karena sayang tapi bisa juga karena Tuhan pun kecewa terhadap hamba-hambanya yang tidak kunjung menyadari peran-Nya.


• • •


Hembus angin, deru deras air mengalir, cuitan-cuitan bersahut dari burung-burung, semarak kehidupan yang asri, yang belum terlalu terjamah oleh 'perusak' yang mengatasnamakan pembangunan.

Begitu tentramnya hidup di desa yang tidak terusik hiruk-pikuk politik selayaknya di kota.


Di tengah haru pertemuan mata yang saling pandang, Sari melanjutkan elegi curahan hatinya.


"Jika hanya disuruh-suruh selayaknya kacung dan dikata-katain dengan ungkapan kasar saja sudah cukup membuat suasana hidupku jadi tidak nyaman, rupanya itu belum cukup karena masih ada hal yang di luar nalar bahkan sama sekali tak terpikirkan jika hal seperti ini akan ku terima dari keluarga kaya raya yang ternyata memiliki sisi lain yang sangat tidak wajar".


"Wueleeeeh, lha tidak wajar yang seperti apa? apakah kamu dianiaya? dipukulin atau disuruh bersih-bersih rumah tapi tanpa busana?"


"Tidak, tidak seperti itu, memang aku tak pernah mendapatkan aniaya fisik seperti dipukul atau semacamnya, tapi keluarga besar itu memiliki subtitusi terhadap fetish yang aneh".

"Fetish yang aneh?"


"Iya, dimulai dari Nuriyan Subakir, dia kerap memintaku kentut dan saat aku mau kentut didekatkan hidungnya di pantatku, dia hirup dalam-dalam aromanya, menurutnya hal itu dapat memberikan energi dan dorongan penyemangat, baginya hal itu jauh lebih candu dari sekedar nikotin bahkan heroin, tapi tapi tapi kan, itu menjijikkan kan ya?! kalau aku ndak mau melakukan hal itu, dia ngambek, keluar kata-kata kasarnya, belum lagi kalau marah besar, seisi rumah bisa tahu, kan aku jadi merasa bersalah seolah-olah jadi istri tidak berbakti, hanya urusan kentut".


"Ladalaaaaah, lha kok iso ii lho?!! omaiii crot itu mah setres anjiiing." Sukasmin malah gatal kudu memaki, tanpa sadar dia juga nggak kalah menjijikkan, emang gitu ya, manusia kadang tempatnya salah dan dancuk.


"Malah semakin lama semakin ngelunjak, setiap saat memintaku, kalau mau kentut disuruh bilang, dan kalau aku mau kentut, dia plorotin celanaku, nah ini lah tindakan yang lebih menjijikkan, saat tanda-tanda kentutku sudah diujung tanduk, Nuriyan Subakir selalu ready sambil mangap, dan memintaku untuk menempatkan lubang anusku tepat di mulutnya yang menganga".


"…"


"Tak hanya soal menghirup kentutku, dia juga paling suka jika menjilati anusku, bahkan lebih suka menjilati bagian itu daripada menciumku atau menjilati kemalunku, sekali lagi kata dia, hal itulah yang membuat gairah dirinya meluap-luap, hasrat dia meninggi dengan melakukan hal jorok dan guoblooog itu, bahkan dia sudah cukup untuk orgasme hanya dengan seperti itu, dari itulah sering kali aku dianggurkan dan tidak pernah di jamah lebih jauh".


"WUADUUUUHHH CUUUUK, HA KOK ISO I LHO? opo gak mikir eman-eman punya istri super cantik, montok bokong susune guweeede ngene kok malah disia-siakan?". Ujar Sukasmin berapi-api, andai bisa keluar api beneran, kebakaran bisa terjadi nih di area tempat ia berada.


"EALAAAAHHHH lha kok ceritaku malah makin ngelantur gini sih" sesaat kemudian tersadar Sari bercerita terlalu jauh perihal aib yang nggak hanya tabu tapi memang tak lazim yang seharusnya tidak dia ceritakan, tapi apes namanya ketemu orang yang pernah atau bahkan masih berarti, sekali bercurah, maka mengalir deras uneg-unegnya.


"Lah terus apa masalahnya, kan sama aku, sampean terbiasa terbuka, termasuk buka busana, hehehehe" timpal Sukasmin dengan aura khas biadapnya, ngeres.


"Weeeee ngawur aja, kapan aku pernah buka pakaian di depanmu? tak jotosi sisan kowe".

"Yeee barangkali sekarang mau dibuka, mumpung masih basah daripada masuk angin, ya sangat dipersilahkan hehehe" ujar Sukasmin dengan entengnya sembari terkekeh, tabiat mesumnya memang sering lepas kendali.


Sejurus kemudian *PLAAAAAKKK* renyah sekali suara itu, yang tak lain adalah telapak Buddha yang mendarat manja tepat di pipi durjana. "Aduuuh lho mbakyu, kok malah main tangan gitu lho" seru Sukasmin kesakitan.


"Kalau mau main tangan, sini mainin tangan disini" lanjutnya sembari menunjuk ke kemaluannya yang nggak punya malu itu.

"Oooo njaluk tak sikat raimu ya Min" kali ini geram Sari sembari mendelik.


"HAHAHAHA ndak owk ndak ndak, bercanda" Sukasmin bergidik ngeri melihat tatapan wanita cantik di depannya yang mendadak seram.


Tapi dasarnya manusia durjana, demi mendengar cerita dari Sari, pikiran dancuk Sukasmin justru flashback terhadap kejadian yang dia alami beberapa saat lalu sebelum ditemukan tenggelam oleh Sari.


"Jancuk silite Sumini warnane pink, gak ada jembutnya, bersih sih sih kayak pemain bokep, tau gitu tadi ku jilati aja, bau bau sekalian yang penting juga dapat kenikmatan hakiki. Oooh Sumini Sumini, bajingan ayu-ayu kemproh tapi aku sukaaaaakkkk, silitmu yu mbakyu, aaahhhh andai tadi bisa menikmati lebih lama tanpa harus tersiksa, coba tadi hanya berdua, bersedia dengan ikhlas hati aku Yu, andai disuruh menjilati anusmu, menghirup kentut setai-taimu Yu."


Bagi Sukasmin, cerita yang diutarakan oleh Sari justru menggugah gairah hewani-nya, memicu obsesi menjijikkan, benar-benar otak binatang yang apabila sange, membuat hayalan jadi ngawur, ngelantur sedapuk-dapuknya.


Di saat sedang seru-serunya Sukasmin membayangkan tragedi bapuknya, yang justru ia selaraskan antara kisah yang dialaminya dengan yang dialami oleh Sari, CEPLAAAAKKK kembali tapak Buddha mendarat, kali ini di jidatnya.


"Nooh hayooo mikir opo dirimu? mesti mesum? pancen rupamu rupo-rupo ngeres"

"Ora yo Ri, tenan"


"Ora ora, tak pancal ndasmu lho"

"Ladalaaaaah, galakmen lho sampean iki, ayu-ayu kok galak, sejak rabi terus hasilhya seperti ini ya? sisi garangnya termunculkan, padahal sampean itu orangnya lembut dan jangankan main tangan, ngomong kasar aja hampir ndak pernah, hampir lho ya bukan berarti ndak sama sekali, jangan GR sampean".


"Lho ini justru momentum yang pas untuk unjuk kebolehan, mumpung ada samsak hidup untuk jadi sarana praktek".

"Oooo lha bathukmu anjlok iku".


"HAHAHAHAHAHA" serempak keduanya pun tertawa lebar.


Matahari kian meninggi namun karena padatnya pepohonan yang menaungi sepanjang setiap tepi dari sungai besar itu, sehingga panasnya tak terasa, justru yang semakin memanas adalah obrolan dari dua insan yang terbentur oleh kerinduan.


"Lanjut lagi tuh ceritamu yang kepotong, katanya masih lebih tidak masuk akal".

"Wenak aja lanjut lanjut, lanjut napuki cangkemmu mah siap aku, lanjutin ritual penganiayaan yang dilakukan mak-mak asolole tadi sih aku siap banget min muehehehe" sahut Sari dengan terkekeh dan mimik mimik sadis.


"Lagi pula aku tadi los kontrol dan kebablasan cerita untuk bagian yang seharusnya tetap jadi rahasia dan tak layak ku ceritakan, lagian apa sih esensi dan hikmahnya jika diceritakan?!" Lanjut Sari.


"Dih sok yes kamu, sok-sokan esensi esensi, nih kontol nih ereksi" timpal Sukasmin mencibir seenak udelnya, asal mangap tanpa disaring, ciri khas cangkem rusak.


"Hiii cocotnyaaaah mbokya disensor gitu loh aaah, saruu owk ah, hemmmm"

"Halah sora saru sora saru, sampean apa ndak sadar omongannya juga saru dan vulgar?"


"Iya, iyaaaa, ndak mau kalah banget sih dasar beruk anggora, meskipun aku sadar aku pun bukan orang alim, pacaran sama kamu saja dulu kita udah bertindak lumayan jauh kan? eh nggak lumayan lagi itu mah, tapi jaauuh, ciuman bibir, lu grepein, lengah dikit tangan sudah mendarat ke bokong ke nenen".

"Yaelah kenapa malah arahnya nostalgia ke masa-masa kelam kita, kan jadi pingin mengulanginya".


"Wueleeeeh guayaamu masa kelam, kelam kelam, kelaminmu yang gagal tenggelam ke sarangnya malah mau mati tenggelam itu, ulangi ulangi, sini tak ulangi jegurkan ke sungai tadi biar modar di-reset nyawamu".

"Lo lo lo lo, lha kok cocotmu nggak cuma frontal tapi kokya jadi saru gini toh? sungguh herman sekali lho aku".


"Padahal dirimu itu juga lebih saru, yang ngajarin dan nularin itu ya dari situ itu". Balas Sari tak mau kalah sambil menunjuk bibir haram Sukasmin.


Pun Sukasmin manusia biadap juga tidak ingin merasa biadap sendiri. "Oooo kalau itu mah wajar, emang aslinya kayak gitu, lah sampean ini lho, wah parah bener ini pengaruh si kampret si siapa itu? Su Subakir ya? ealah, eman-eman sekali Sariku tersayang jadi wong gendheng, eh tapi gapapa ding, kan jadi selaras kayak hamba ini".


"Wuuuu" sembari menonyo kepala Sukasmin "Selaras selaras bathukmu anjlok itu".


"WUAHAHAHAHAHAHA"


Obrolan demi obrolan terangkai, bait bait rindu tampak terukir dari tampak mengalirnya interaksi dua insan yang telah lama dipisahkan oleh restu, oleh keadaan, oleh takdir yang tak diinginkan oleh keduanya.


Looooos dol, begitulah secara gampangnya.

Bahkan kini di saat topeng keduanya telah terlepas, sehingga sisi lain dari jatidiri masing-masing telah mereka saling tunjukan. Komunikasi dua arah yang sefrekuensi memang memiliki keseruan tersendiri, hingga yang keluar kata-kata kasar pun tak saling tersinggung, sama-sama menikmati dan memahami bahwa itu murni bahasa chemistry.


Sukasmin sosok yang dulu keren, semi agamis tapi juga sangean, perpaduan sikap yang dancuk sekali bukan?!.

Sari yang dulunya cantik anggun, kalem dan lucu, meskipun kini masih utuh paket lengkap kecantikannya, hanya ketambahan jadi frontal dan rusuh, jelasnya akibat dari pernikahan dan perantauannya ke Taiwan, yang memperluas pergaulan dan 'ehm', kenakalannya.


Kedua pasangan ini benar-benar pernah menyita perhatian orang-orang di sekitarnya, karena saking serasinya.

Perpaduan wanita cantik dengan Beruk Anggora, eh ndak ding kala itu memang dia tipikal pria sejati, yang tak hanya macho tapi juga berkharisma.


Mengingat Sukasmin dulu juga merupakan anggota seni bela diri, berangkat dari itulah yang membentuk dirinya menjadi sosok pejantan, tangguh dan menawan, yang berhasil mencuri hati si Sari, wanita cantik yang berasal dari keluarga kaya raya.


Meskipun pada akhirnya keserasian tak selalu berarti membawa keselarasan untuk di-bersamakan. Kandas euy.


"Huuft" helaan nafas keluar dari bibir indah Sari, yang umurnya kini sudah kepala tiga tapi kecantikan masa mudanya tidak luntur akibat bertambahnya usia. Masih utuh cantik meski ada sedikit yang berubah, iyalah badannya yang tak selangsing dulu, tapi bukan berarti njebeber nggak karu-karuan, sedikit berisi tapi tetep masih masuk kategori body goals.


Kalau bengkak namanya body offside.

Lo lo lo ini kenapa malah jadi body swimming sih? maafkan hamba wahai pemirsa.


Deras aliran air sungai, menciptakan irama, alat musik hayati yang menyemarakkan nuansa nostalgia. "Dirimu tadi bilang kangen suasana berdua gini kan? jujur aku juga kangen Min, kuangeeeen banget".


"Wuidih, tapi sorry ya, aku ndak kangen beneran sama sampean, emangnya sampean siapa?! tadi cuma basa-basi thok yang udah basi."

"Yeee dasar kunyuk, jadi mentang-mentang nih ya, aku injak lehermu nih ya"


"WKAKAKAAKAKAK"

"Dih malah ketawa, dikira lucu kali ya"


"Yee emang lucu buktinya situ gagal move on dari saya kan? muehehehe buktinya tuh bilang kangen banget kan? Weeeekkkkk".


"Cih kepedean banget ini munyuk anggora"


"Eh Ri, dari pernikahanmu sama si Chihuahua Subakir itu, udah ada hasil belum?"

"Hasil apa nyuk? hasil bumi? noh ada banyak tuh, singkong ada, kentang ada, cabe juga ada kalau mau buat ngeraupi muka mu yang kayak bedes jamaika ini?"


"Oalah bocah iki tak rasak-rasaken kok semakin rese ya?!"

"HUAHAHAHAHAAHAHAHA santai dong mamennn, muka cemberutmu itu lho, makin tambah jelek itu jadinya, andai ada perlombaan jelek-jelekan sama simpanse, simpansenya dapat runner-up itu, gold medalnya kamu yang sabet, JIAAHAHAA"


"EALAH CUK, untung ayu sampean.…"

"Terus nek gak ayu?"


"Yoo wis piye ya, paling yo tak tapuki nggo blarak ben ajuuur sisan."

"Halah halah, dasar bedes jamaika, emange po wani tho?"


"Wis lah karepmu mau ngunek-unekkan aku, ngata-ngatain seenak jembuoootmu"

"Eeeeeeee sosoteee iku lho ya amplop, njaluk dijejeli tungkak yo sampean iku?!!!!"


"HAHAHAHAHA, eh wis ah serius iki takon, dirimu udah ada anak dari hasil pernikahan dengan si biawak itu?".

"Kalau udah ada kenapa dan kalau belum terus gimana?" masih saja dipermainkan oleh Sari.


"MBUH" kali ini Sukasmin seolah benar-benar ngambeg, muka tidak mutunya semakin menampakkan ketidakmutuannya.


"HUAHAHAHAHAHA, rupamuii lho jaaaan uwelek ngono dadian, hmmm".


"Belum min, dieksekusi aja jarang, yang ada selama ini hanya menuruti fantasinya yang super aneh itu, seringnya dianggurkan, tidak dianggap sebagaimana istri seutuhnya malah terkesan seperti alat dan babu".


"Oooh nah jawab yang bener gini dari tadi kan yang bagus toh mbut, jujur aslinya itu aku juga ngenes lho setelah denger dari sampean, tentang apa yang sampean alami".


"Hhmmmm ngenes ngenes, koyok dirimu ki nggak ngenes aja Mintul Mintul, tapi aku sudah lega kok sudah melewati masa-masa sial itu".

"Ya syukur deh, ehhh mumpung belum punya anak, aku anakin mau ndak?"


"Ooooooo cocotmu iii lho pancen njaluk dikruwes owk suuuuuu" Muidah benar-benar tampak fasih ngegas dan misuhnya, saking sebelnya kali ya sama beruk anggora ini.


Lalu digapailah rambut Sukasmin yang lumayan panjang itu dan dijambaklah sekuat-kuatnya.


"Attaaah ataaaah, ampun ampun" Sukasmin pun merintih kesakitan.

"Biar aja, biar lepas nih ya, biar lepas nih kepalanya, uh uh toh isi kepalanya nggak ada kan? otaknya nggak kepake kan?" dengan balutan gemas gemas emosi.


"Yang bener dong Sari, tadi katanya mau ngeruwes cangkem tapi kenapa malah rambutku yang jadi sasaran?".


"Yo terserah aku tho ya, rupamu iii lho saiki dadi semrawut, patah hati seko aku kroso abot kan des bedes? mulo dadi amburadul ra karu-karuan ngene kan?" gantian Sari yang mengintimidasi.

"Lha kok njenengan sadar Raden Ayu Sari rondowati???? sadar sesadis itu makanya kena karma". tak mau kalah Sukasmin balik meng-counter.


"EEEHHHH malah ngelunjak ini bedes". Semakin kuat jambakan rambut yang Sari lakukan.


Namun bukannya kapok, Sukasmin justru menjatuhkan kepalanya ke paha Sari, mencari kesempatan dari tindakan jambak menjambak yang Sari lakukan. "Eee eee ehhh, lha kok enak-enakan nyari kesempatan gini ya?!!!".


"Iya makanya lepasin rambutku wahai yang mulia" terjadi interaksi dengan nuansa labil, seperti selayaknya muda-mudi yang dimabuk stella mobil, eh dimabuk asmara, dua insan yang usianya sudah tak lagi muda, akan tetapi pertemuan ini kembali memicu hasrat romantisme selayaknya masa-masa muda, sebab keadaan yang sempat memaksa memisahkan tali kasih mereka berdua dalam kurun yang cukup lama, namun rajutannya tak pudar seutuhnya, sungguh bukti jika cinta sejati telah terpatri maka dipaksa sekuat apapun untuk memalingkan hati, tetap akan kembali pada cinta sejatinya.


"Mmmmmuuhhhh kok pesing ya Ri?" dalam keadaan masih ndusel di paha Sari yang malah dibiarkan saja oleh wanita itu, Sukasmin berseloroh dengan khidmatnya.


CEPLAAAAAAAKKK... kali ini tengkuknya yang jadi sasaran telapak tangan Sari yang gemoy-gemoy perkasa itu.


"Eeeeee malah tuman iki anak pedet"

Sembari bangkit dari paha Sari "Duh Gusti cah iki kok dadi pekok ngeten ya Gusti, haaa bejimane ceritanya pedet punya anak?" Sukasmin pun juga heran Sari jadi seberubah ini dalam berkosa kata, jadi ikutan aneh ndak kayak dulu yang meskipun humoris tapi tidak frontal dan vulgas serta nggak masuk akal.


"Looo bisa saja, kan pernikahan di bawah umur akibat perjodohan". Masih tak mau kalah si Sari dengan ikut dalam ketidakmutuan berbahasa.


"Ooooo pancen wis parah iki bocah, wis sarapmu pedot kabeh koyoke, apa sekalian curhat di bagian perjodohan itu?" Balas Sukasmin.


"EEEEEE asyik banget ya lambemu kalau soal ngece mengece".

"Wooooo jelas, kenikmatan hakiki itu sih, apalagi kalau bisa bikin emosi jiwa, wuaaahhhh mantab surantaapppp".


"Pancen bener layak dianiaya diapuranmu iku owk, tau gitu aku ikut join ibu-ibu yang main hakim bersama itu tadi, wah jiaaan gethun aku ra melu unjuk rasa nganthemi bedes anggora".


"HAHAHAHAAHAHAHAHAHA" lagi dan lagi, obrolan ngalor ngidul nggak jelas, berpadu dengan banyolan yang dari itu semakin mempertegas nostalgia, kembali ke masa-masa indah yang dulu pernah mereka tapaki.


Namun dikala keduanya tengah asyik bercanda, saling hina, meracik kembali kisah yang hampir lusuh, dari sisi mereka, sungai yang berisik karena alirannya yang deras itu, membawa serta suatu hal yang tak lazim.


Warna air menjadi merah, merah pekat kehitaman, warna merah itu yang membuat Sukasmin sempat nekad untuk mencari tahu, yang alhasil hampir merenggut nyawanya, hanya demi mencari tau warna merah itu berasal dari mana dan apa.


Warna merah pekat yang mencemari jernihnya sungai itupun semakin meluas dan mengalir bersama derasnya air.

Dari itulah fokus Sari dan Sukasmin mendadak teralihkan dari yang sedang seru bersenda gurau memadu rindu, berubah menjadi cemas.


"Eh Min Min, airnya Min, kok jadi merah Min???"

"Iya Ri, itulah alasan tadi aku nyemplung sampai keseret arus ya karena ingin mencari tahu dan menelusuri sumber warna merah yang ku yakini sebagai darah itu, entah darah hewan disembelih atau yang lainnya, tapi kalau dipikir-pikir masyarakat disini kan nggak pernah buang darah binatang hasil sembelihan ke sungai".


"Iya Min, jangan-jangan.…" Sari pun jadi menerka-nerka. "Jangan-jangan itu darah manusia Min, sebanyak itu Min, apa karena dimakan buaya atau hewan buas lainnya ya? eh eh kok analisaku jadi liar gini ya?"


"Tapi apa iya, di sungai Blorong ini ada buayanya? toh selama ini juga ndak pernah kedengeran ada kabar buaya eksis hidup di sini"

"Ada Min"


"Mana ada, kapan dan dimana pernah ditemukan? gak harus di sungai Blorong ini deh, tapi di seluruh penjuru desa sampai tingkat kelurahan"


"Ada, ini di depanku, buaya buntung, buntutnya gak di belakang tapi di depan mana nggak pernah kepakai lagi, eh kepakai ding, mung nggo dalan uyoh wae onone BUAHAHAHAAAHAHA" di kala suasana sedang serius-seriusnya, Sari justru membercandai Sukasmin.


"Dancuk sampean, malah berjanda ups maaf bercanda, mentang-mentang sudah pernah merasakan jadi sarana untuk buang air hina". gantian Sukasmin meledek, dasarnya nggak mau kalah kalau soal hina menghina.


PLAAAAAK suara kepala dikeplak "Yeee daripada tegang gini suasananya, eh tapi tapi apa baiknya kita telurusi dengan melawan arus ke arah utara? (aliran sungai menuju ke selatan)".


"Yaudah yook, firasatku nggak enak Ri".

"Iya Min aku juga, seperti mendadak merinding gitu, padahal pakaian kita sudah agak kering dan hawanya lumayan panas karena matahari udah terik, tapi kok mendadak jadi dingin gini".


"Hemmm tapi sampean bukan penakut kan?"

"Yeee kan kamu juga tahu aku mah kendel orangnya, hehe"


"Yaudah yook gas cari tai eh tau" CEPLAAAAAKK

 Tamparan demi tamparan yang Sari lakukan dan semakin antusias lagi.


"Pancen lambemu minta dijejali tai yooo?"

"HAHAHAHAAHAHA" keduanya pun tertawa dan berjalan beriringan untuk menelusuri sumber dari warna merah itu berasal.


TAI BEE CONTINUED

Komentar