Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 8: Terhasut Hasrat

Chapter 8: Terhasut Hasrat


____________________________________________


Imun dan iman adalah kombinasi yang diperlukan manusia, imun diperlukan untuk kekebalan jasmani dan iman untuk kebal secara rohani.


Bila seseorang memiliki dua pilar tersebut maka kehidupannya akan baik-baik saja, apapun yang ia hadapi, masalah yang menyapa tak menciutkan nyali begitu pun ketika nikmat yang ia terima tak menjadikannya lupa diri.


• • •


"Djiaaaancuk, mosok cuma gara-gara kontol biadap dari manusia tak berlabel good looking dan good rekening ini, bisa meruntuhkan pertahanan iman sih?" gerutu Muidah dalam kalbunya, menyesalkan dirinya yang terlanjur kebablasan, bahkan hingga nekad melorotkan sedikit celana yang dipakai Gianto, demi melihat kontol ngaceng tak terkontrol dari pemiliknya yang masih lelap tertidur dengan dengkuran halus.


Rasa penasaran wanita itu terobati, diiringi rasa penyesalan yang juga datang menghampiri. Sebagai bagian dari sejatinya dia yang seorang wanita yang mampu menjaga diri, kok bisa-bisanya tergoda oleh seorang durjana.


Padahal selama menjanda, sudah banyak yang mencoba peruntungan, bahkan tidak main-main, yang didominasi oleh pria-pria golongan berkecukupan dan terhormat, mulai dari pejabat daerah, pengusaha bahkan pak lurah di desanya pun ikut unjuk keberuntungan namun nyatanya tak membuat Muidah goyah untuk kemudian kembali menjalin hubungan pernikahan.


Rasa traumanya masih menghantui sehingga menahannya agar berpikir dua kali dan sangat selektif untuk urusan menambatkan hati pada lekaki.


Dia juga tidak pernah punya pikiran macam-macam, untuk menggoda lawan jenis, bahkan untuk urusan masturbasi saat dirinya terundung birahi, hanya Subeki sebagai mantan suaminya yang ia jadikan bahan fantasi, tak terlintas membayangkan pria lainnya, pun sekelas lelaki fiksi dari drama-drama Korea.


Akan tetapi kini, hanya oleh hamba jelata yang tak memiliki sisi keistimewaan yang luar biasa, ganteng enggak, kaya juga enggak, gimana mau kaya, orang kerjaannya nganggur dan ngelantur. Ngalor ngidul gak jelas, kadang sendiri kadang bareng dua sohib durjananya.


Gamang dan dilema oleh manusia durjana? uniknya hidup, kadang yang tak berarti apa-apa bisa sangat menarik perhatian hanya karena satu sisi kelebihan.


"Anjiiir, tapi ini beneran gede banget" Muidah masih hanyut dalam perasaan terkagum dan takjub. Pun demikian dengan vaginanya yang juga setuju dan selaras dengan pemikiran hasrat manusiawinya. Becek.


Iya, dia merasa benar-benar mulai semakin becek dan bahkan sebagian cairan kewanitaannya melumer meski tidak begitu banyak. Nafsu? Sange? bisa jadi, wanita juga manusia normal, bahkan kalau soal nafsu birahi, malah lebih besar daripada lelaki, hanya saja umumnya wanita mampu menutupi dengan topeng yang bernamakan rasa malu.


Tapi apa yang terjadi pada Muidah sekarang ini, sudah menerjang rasa malunya.

"Persetan" batin Muidah, seperti sudah tak lagi peduli dengan benteng terakhir untuk menundukkan gejolak hasratnya.


Kini tangan wanita itu, perlahan mendekat ke arah batang kemaluan yang masih berdiri kokoh bak tugu, kian pongah karena gaya tegaknya benar-benar lurus vertikal, tidak membengkok ke arah perutnya.


Lalu, HAP. Tangan kanannya sukses mencengkeram lembut penis si durjana yang masih terlelap, sembari wanita cantik itu tetap dalam status siaga bin waspada. Merinding, gemas dan cemas menjadi satu, namun sensasi tersebut semakin menyulut nafsu Muidah, janda cantik nan kaya raya yang kini terpesona oleh senjata balistik sang tuna asmara, jejaka kepala tiga yang bahkan seumur hidup belum sempat mengendus ketiak wanita apalagi sampai mencium pipi.


Benar-benar murni orisinil, onderdilnya belum dipakai lawan jenis, kalaupun dipakai ya secara swalayan, eh tapi udah dijamah tante ding. Tante Sandi, Tangan tengen (kanan) sabun mandi.


"ANGET" ujar si wanita itu tegas namun lirih.


Kini perlahan naik turun gerakan tangan wanita yang tengah menggenggam lembut batang kemaluan nan besar itu, dikocok pelan, dan amat pelan sembari mengawasi ekspresi muka sang durjana. Takut-takut tiba-tiba bangun, bisa mati gaya dan keki sejuta rasa, bayangkan saja dia yang selama ini dihormati tapi kini benar-benar di bawah kendali hasrat hewaninya.


"Buset, kok aku rasa-rasain kok makin terasa menggemuk gini ya? apa ini belum maksimal?" dalam batin Muidah tercengang oleh keperkasaan benda tak bertulang yang sedang ia genggam dan kocok perlahan.


"Seret ah, gak luwes" masih dalam batinnya, lalu "Cuuuh" diludahi tangan kanannya sesaat setelah melepas genggaman pada penis Gianto, lalu kembali wanita itu bermanuver dengan pelan nan gentle, agar si bangsat yang beruntung ini tidak bangun tiba-tiba.


Dilanjutkan adegan mengocoknya, disertai rasa penasaran dan harapan akan adanya kejutan, harapan dimana Muidah ingin tahu, penetrasi maksimal dari batang penis yang ia urut itu, akan sebesar apa nantinya.


Clooook clooook cloook, meski pelan dalam mengurutnya, namun karena telah berpadu dengan ludahnya sehingga menghasilkan noise, meski tidak begitu kentara.


Croook croook, "WAW" seru lirih Muidah "Sialan, beneran makin gede dong" dilanjutkan dalam seruan hatinya.


"Diaaaampuuut, bikin makin basah aja" seketika suasana tubuh Muidah semakin memanas, ketika tangan kirinya meraba kemaluannya yang masih tertutup daster beserta celana dalamnya, untuk memastikan lebih lanjut, ia pun mengangkang sedikit dari posisi bersimpuhnya lalu disingkapnya daster yang ia pakai, dan tangan kirinya meraba tepat di area sentral celana dalamnya.


"Semakin basah". ujarnya lirih.


Sementara diluar fokus tentang hasrat dan birahi, bau semerbak wangi yang sejatinya terendus oleh hidung Muidah semenjak ia memutuskan untuk mendekat ke jasad pemuda tua keparat yang masih terlelap dalam buaian entah mimpi indah atau buruk.


"Oalah bedes anggora, kamu pakai seberapa banyak sabun cairnya? dari yang bau bangkai Salamander jadi wangi gini?" gerutu Muidah namun diutarakan dalam hati, yang sekaligus senang karena tidak ada bau-bau tempat pembuangan akhir yang dihasilkan oleh keringat biadap Gianto, si pemuda setengah baya.


Bau wangi sabun cair kesukaan dan andalannya itu malah membuatnya kian terjerumus, semakin mengompori untuk berbuat lebih jauh.


Apalagi ketika wanita itu merasa mantab, jika si kunyuk memang benar-benar masih terlelap, pikirnya mungkin karena kelelahan, akibat aktivitasnya yang super sibuk itu, sibuk dalam ketidak-produktif-an serta kegiatan yang sama sekali tidak perlu digiati.

Nganggur, ngawur dan ngelantur.


Kini, Muidah beranjak dari bersimpuhnya kemudian dia berdiri, mengangkangi Gianto, ia singkap dasternya sedikit ke atas, lalu.

Ia tepatkan vaginanya tepat di ujung palkon (pala kontol) Gianto yang masih berdiri pongah nan angkuh itu.


Rupanya Muidah berinisiasi untuk melakukan penetrasi, meski tidak bersentuhan secara langsung antara penis durjana dan vaginanya, karena masih ada satu pertahanan berupa celana dalamnya.


Muidah dengan perlahan melakukan gerakan maju mundur, ia gesek perlahan-lahan sembari matanya fokus ke muka biadap yang lagi mujur meski dalam kondisi mendengkur.


Seeet seeeet seeeet.

Pelan tapi pasti, maju mundur manjaaah, demi hasrat seksualnya yang sudah menggebu-gebu meminta penuntasan. Seeet seeeettttthhh.


"Uuuuuh"

"Aaaahhh"

"Shhhhhhhh" lirih nada-nada sendu sembilu, isyarat birahi menggebu yang keluar dari bibir manis janda cantik yang eksotik. Tak terbendung cairan kewanitaannya ikut unjuk rasa sebagai dukungan secara kongkrit, bahwa birahinya harus dituntaskan.


Basah, kian basah celana dalamnya, lalu hal itu menggiring inisiatif lebih intensif ketika gejolak nafsunya menggerakkan tangannya untuk menyingkap kesamping celana dalamnya, memberikan udara segar bagi vaginanya yang tengah mual mual, perlahan tapi pasti memuntahkan lahar birahi.


Saat, ujung penis Gianto terasa nyata menyentuh ujung vaginanya, gemetar hebat terasa yang membuat Muidah terasa kehilangan akal sehatnya. Terbuai indahnya rayuan nafsu yang menuntut pelampiasan.


"Ayooo lanjut, ayooo jangan ragu dan sungkan, ini peluang, kapan lagi kau akan mendapati kenikmatan yang telah lama kau rindukan ini?" Seru bujuk rayu dari hasrat yang telah lama tertambat.


Bersambung

Komentar