Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 6: Pujinah

Chapter 6: Pujinah (Puancen Jiancuk Ora Nggenah)


_____________________________________________________________________________________


Pagi-pagi picek, keheningan tak lagi mendominasi suasana, bermacam perkusi pagi hari mulai bersahut menceritakan berbagai dongeng dengan irama-irama hayati, pengantar menuju pada sibuknya hari.


Dalam interaksi kalbu: "Apa sebenarnya hidup itu? kenapa aku terlahir seperti ini? miskin dan memiliki tabiat pemalas, padahal aku diberi modal otak yang pintar, mengapa aku tak mampu memaksimalkan dalam bentuk upaya?".


Interaksi pada diri sendiri, Gianto dalam kegamangan dan kebimbangan hati menanyakan pada dirinya sendiri, bentuk tamparan dan introspeksi yang entah bagaimana bisa hadir dari manusia yang pola pikirnya dihanyutkan oleh pahitnya takdir.


Gokil.


Sedang di hadapannya terbujur jasad dari wanita yang eksotis, Muidah. Yang masih belum siuman dari pingsannya.


Pingsan hanya oleh persoalan tikus yang menjilat kontol durjana dan dikibaskan sehingga tikusnya nangkring manja tepat di wajah manisnya si janda, membuatnya pingsan seketika akibat shock yang tiada tara.


Takut tikus? oooo sewajarnya wanita, tapi juga tergila-gila tikus? juga umumnya sebagian wanita, yang terlena. Oleh pesona tikus versi berdasi yang duduk manis di gedung pejabat negeri. #ngeri


Dari semalam hingga pagi, Muidah si janda mardiah (marem guwedi bikin terpancing gairah). Belum juga siuman, mungkin ruhnya diculik siluman di bawah alam sadarnya, sementara si durjana Gianto yang merupakan aktor utama penyebab pingsannya si janda manis ulala, masih terjaga dari tidurnya dengan perasaan bersalah dia bersimpuh dan menunggui wanita cantik di depannya.


Terbesit dalam benak Gianto, keinginan untuk menyeruput bibir manisnya dalam rangka memberikan nafas buatan, tapi dia khawatir, kalau-kalau pas Muidah bangun dan sadar langsung panik dan main gampar, mengusir dia yang sedang dalam rangka ngumpet dari dua teman biadapnya. Bisa nyonyor urusan jika ketemu dua temannya yang tentu marah besar itu.


Meskipun sering kali pikirannya pendek, namun kali ini Gianto masih berpikir panjang sepanjang nasib apes dalam hidupnya.


Sementara di lain tempat.


Pujinah, Sumini, Karsini dan Sofiatun.

Empat sekawin yang juga merupakan janda-janda dengan berbagai latar belakang permasalahan yang membuat mereka sama-sama dalam naungan janda fi sabilillah wal naudzubillah.


Jumlah janda memang meningkat drastis di negara ini, seiring meningkatnya utang negara yang berimbas pada kenaikan harga BBM dan bahan pokok. Banyak pria-pria pejuang, pekerja pencari uang mati ngenes ya ini, gara-gara banyaknya tuntutan sedangkan pemasukan tak berimbang.


"Pujinah yang terhormat tolong jangan bikin emosi warga memuncak karena cerita sampean yang ngegantung, cepet lanjutin" ujar Sumini, yang memang sedari awal paling menampakkan sisi penasaran.

"BETUL" sambung tegas dari dua lainnya, Karsini dan Sofiatun.


"Jadi pas pak RT udah naik, dan dia terbaring merintih kesakitan, karena terkilir pikirku, aku pun lantas spontan menawarkan untuk mijit hihihi, kalian tau? sensasi menggoda terjadi, ketika berdua dengan lawan jenis dalam kondisi sama-sama telanjang?! woooo deg deg seerrrr uaaaaahhh".


"……"


"Pak RT gugup ahihihihi, dan karena di depannya ada wanita tanpa busana, lalu secara auto focus pupilnya ngeliat nenenku yang gondal-gandul tak terkendali, ehhhhh manuknya perlahan bangun, pak rt keki dong sepontan menggapai handuknya yang basah kuyup untuk nutupin rudal balistiknya".


"….." tiga rekannya hanya terbengong-bengong sementara Pujinah dengan kobaran proklamasi, memproklamirkan kisah jiaaamput.


"Gilaaaak, itu aduuuh duh, meskipun hanya melihat sebentar tapi dapat ku pastikan, itu kuontoool yang paling besar seumur hidup yang pernah ku lihat, awwww jadi ngeri ngebayangin memek nganggurku yang udah menyempit kayak prawan ini mboook, kalau ditusuk pakai itu terong hidup, bisa tembus sampai tenggorokan kali ya?! HAHAHAHAHA".


Sementara tak begitu jauh dari lokasi geng jendes rasan-rasan.


"Sudi Gali, Sudi Gali susu gedi gawe nyepit peli" ialah Miyadi ia melenggang dan bernyanyi-nyanyi gak jelas seperti nasib hidup dan asmaranya, sembari melakukan gerakan seolah orang yang mendribel bola padahal aslinya memang tidak bisa main bola, kalau bola kontol bapuknya sih baru lah mahir.


Langkahnya terhenti ketika kedua matanya mendapati dua pemandangan berbeda, di dataran yang sedikit lebih tinggi di antara semak belukar yang menjulang, membuatnya tampak tersamarkan, sehingga sosok manusia yang gak layak disebut manusia, bebas berekspresi untuk berpenetrasi manual. Sedang asyik mengintip empat janda yang tengah sibuk dalam urusan mengobral perihal tak bermoral, di lereng tanah dari bukit tempat Sukasmin berinteraksi antara tangan dan kontol ngenesnya.


"Oalah Min Kasmin, blas gak mutu diapuranmu, bisa-bisanya coli hanya dengan ngintip orang ngobrol, fantasi guoblok, dapat ide dari genre pilem apa itu kunyuk?!!!" gumam Miyadi yang gak habis pikir, dengan tindakan absurd dari temannya, meski sama-sama manusia absurd tapi ada kalanya Miyadi sedikit lebih waras, sedikit.


Muncul ide iseng dari Miyadi, ia rogoh saku celana untuk mengambil handphonenya lalu ia rekam adegan tidak senonoh dari rekannya.


"Dikocok kocok dikocok kocok, manuknya dikocok-kocok ada benih bayinya kecil-kecil pada keok" sembari bersenandung lirih dalam rangka memberikan efek backsound ketika sedang memfokuskan kamera untuk mengabadikan momen dapuq yang seharusnya dimusnahkan saja.


Tapi namanya juga sama-sama manusia tidak bermutu, baik Miyadi maupun Sukasmin, ya ada saja tindakan yang diluar nalar, yang satu sedang coli sambil ngintip orang ghibah, yang satunya malah merekam diam-diam, emang bedebah.


"Mmmmm tapi ngomong-ngomong gede juga itu rudal si bangsat". Gumam Miyadi menyadari jika ketidakmaluan sohibnya yang besar.


Dirasa kelar dengan urusan dokumentasi, dari benak dancuk Miyadi muncul keisengan yang lebih liar.

Pelan tapi pasti, dan memastikan diri agar kehadirannya tak disadari teman sejawat gawatnya. Ia berjalan ke arah tempat Sukasmin yang sedang meresapi penetrasi swalayannya.


Begitu sudah dekat: *DUAAAAGGGHHH* Miyadi dengan sekonyong-konyong menempong pantat Sukasmin yang karena saking khusuknya mengintip sambil coli, hingga pertahanan kakinya pun lemah, ketika tak menyadari ada serangan dadakan dari yang katanya teman sejati, CS kentelnya.


Sontak diapun tersungkur dan nggelundung ke bawah, tepat dimana para janda punokawin sedang meng-ghibah riya.

Meskipun bukit kecil namun turunannya cukup curam, membuat tubuh durjana nggelinding dengan rotasi yang lumayan cepat.


BERSAMBUNG

Komentar