Langsung ke konten utama

Kurowo Nelongso Bab 11: Lolipop Berakar

Chapter 11: Lolipop Berakar


______________________________________________


Dalam falsafat kuno, ada sebuah petuah: Jangan meremehkan sesuatu meskipun itu tampak seperti tak berguna, sebab di lain waktu bisa jadi hal itu sangat kamu butuhkan.


Rupanya hal itu selaras dan berbagai kejadian dalam hidup yang pernah kita alami, mengamini jika petuah tersebut benar-benar tidak main-main.


______________________


HAPPPPPH.


Muidah janda cantik yang membuat banyak lelaki tertarik, entah hanya sebatas pemuja rahasia atau bahkan yang berani unjuk peruntungan untuk menaklukkan dan memiliknya, namun nyatanya tak ada satupun yang nyangkut dan berhasil merengkuh hatinya.


Disamping taraf ekonominya yang cukup tinggi untuk sekelas wanita desa, juga diperkuat oleh pancaran wibawanya yang acap kali menjadi pemicu ciut nyali bagi pria-pria yang ingin berusaha mendekati.


Segan, sadar diri atau minder.

Rata-rata begitulah yang terjadi.


Akan tetapi kini, Muidah secara sukarela menjatuhkan wibawanya, di hadapan manusia kelas low-end, meskipun pria bujang bajang yang beruntung ini masih dalam keadaan tak sadar diri terbuai mimpi, tidurnya cukup lelap. Andai tahu apa yang sedang dia alami, mungkin dia akan mengganggapnya sebagai momen paling fenomenal dalam hidupnya.


Dia mungkin akan mengundang wartawan, melakukan konferensi pers dan memaklumatkan di hadapan publik. Tapi itu mustahil, buat beli makan aja dia ngap-ngapan, pilih paling murah kalau perlu yang gratis.


Muidah, setelah puas dengan orgasme pertama yang ia dapatkan dari penetrasi sepihak. Kini, ia genggam batang kemaluan yang memberikannya kenikmatan, lalu, kepalanya mendekat ke arah batang yang pongah menjulang, ketika hidungnya telah dekat dengan ujung penid Gianto.


Dihirup aromanya untuk memastikan tidak ada bau yang menyengat dari keringat, ya maklum timbul pemikiran demikian dari Muidah, kan yang dihadapi manusia sampah.

"Hmmmmm, cuma bau gara-gara cairan memekku". gumam lirih Muidah.


Dan dijulurkan lidahnya, hingga menyentuh ujung kepala penis yang seharusnya dinistakan itu, malah Muidah yang masih dalam pengaruh birahi tiada henti memberikan keistimewaan.


Pelan tapi nggak ngebut. Cok.

Lidah Muidah menyapu setiap mili dari ujung penis Gianto, sembari meresapi sensasi birahi juga mengawasi barangkali si tengik ini tiba-tiba melek.


Slereeeepppp, sep sepppp sepppp.


Untaian liur tertaut dan nyangkut di penghujung palkon durjana, lalu prosesi jilatan beranjak tidak hanya pada ujung, namun seluruh bagian dari batang tegang menantang itu, turun naik turun naik turun naik truuuuus.


Pada bagian kantung kemih durjana, hanya tumbuh akar-akar halus tak lebat.

Sehingga menyingkirkan rasa risih, membuat Muidah semakin terpacu untuk menggunakan lidahnya dalam rangka menelusuri seluruh bagian batang penis Gianto.


Lidahnya yang sudah bertahun-tahun tak diaplikasikan dalam rangka oral-mengoral namun rupanya hal itu tak lantas membuat levelnya turun menjadi amatir. Masih tetap mahir.


Selaras dengan kelincahannya lidahnya, jemari dari tangannya rupanya tak ingin tinggal diam sementara si pemilik telah direndung birahi, melalui dua jarinya ia gunakan untuk menggesek-gesek daerah kewanitaannya, liang vagina yang masih tampak haus terhadap kepuasan itu menuntut untuk kembali dipuaskan.


Sembari menjilat manja kemaluan durjana, iya substansikan secara swalayan terhadap vagina hausnya dengan jemari yang juga lincah dalam personal stimulasi a.k.a. masturbasi.


Shhhhhh shhhhhh.


Desahnya lembut, menikmati momen yang paling mendebarkan dan memacu adrenalin serta nafsu birahinya. Dari ujung ke pangkal, dari bawah ke atas, lidahnya menyapu dengan lincah seakan tidak ingin melewatkan satu mili pun dari bagian batang menjulang dari pemiliknya yang masih tumbang.


Tak cukup hanya dengan menjilat-jilatnya, inisiatif alamiahnya menggiring bibir dan lidah terhormatnya, untuk melumat batang kemaluan durjana.


Tanpa basa-basi, HAAAAAPPPP.


Bibir mungil nan seksinya, kini berusaha memasukkan ujung kepala penis Gianto, hanya dari kepala saja, Muidah menyadarkan bahwa ini terlalu besar untuk mulut kecilnya, tapi namanya sudah terhipnotis oleh birahi, tak ada kata berhenti sebelum tujuan hasratnya teratasi.


Mppphhhhh, mphhhhhh.


Pelan pelan dan pelan, dia berusaha melahap batang besar itu. Lalu.


"Hah hah hah" terengah-engah nafas Muidah, dihirupnya udara untuk tarik nafas dan HAPPPPPHHH.


Mmpppph mphhhhh, wanita cantik itu pun melanjutkan aksi dalam upaya menyepong kontol, kontol besar milik Gianto, bujang durjana yang sedang tertimpa musibah, musibah yang menyenangkan. Ahhh bajingan lu To.


Saking besar dan panjangnya kemaluan dari sosok memalukan itu, membuat Muidah kesulitan sangat ingin menelan seutuhnya, gampangnya deep throat, jangankan seluruh, separuh aja mulutnya sudah penuh sesak.


"HUAAAAHHH HAHH HAAAHHHHFFF" tersengal nafas Muidah, setelah kembali melepaskan percobaan kuluman maksimalnya. Sadar akan hal itu, dia hanya mengoral semampunya, dia nikmati fase-fase dalam rangka menstimulus birahinya sendiri, meskipun kelewat batas tapi gengsinya masih ada.


Upaya nyepongnya bukan ditujukan untuk membuat si bangsat itu merasa nikmat toh yang punya kontol masih molor, pikirnya.


Yang ia kejar ya pemuasan atas hasrat pribadinya, yang kebetulan ada media untuk subtitusi, simplenya dia sedang memanfaatkan fasilitas yang ada.


Sluruppppphhhh srup sruppp.

Beradu suara yang dihasilkan dari hisap dan jilatan. CLOOOG CLOOOG, dan saat penis itu penuh mengisi mulut seksinya. Yang seharusnya terhormat malah dijatuhkan sendiri akibat, gagalnya melawan godaan.


Di lain pihak, jari-jari Muidah juga kian kranjingan dalam mengobok-obok vaginanya sendiri, basah dan semakin basah, cairan kewanitaannya meluber membasahi lantai, pertanda nafsu birahinya kian menguat, menuntut penuntasan.


Memahami situasinya, Muidah melanjutkan fase selanjutnya, cerita inti dan adegan yang sesungguhnya baru akan dimulai.

Ketika kembali janda cantik itu, mengangkangi penis tegap Gianto, yang belum ada tanda-tanda akan tertidur meski pemiliknya masih ngelantur mungkin, di alam mimpinya.


Barangkali dia juga bermimpi sedang bersenggama sehingga memperkuat alasan mengapa penisnya dari tadi tak kunjung ada tanda-tanda pelemasan.


Dengan posisi setengah jongkok dan mengangkang lebar, ia sibak liang vaginanya lalu diarahkan penis Gianto, memberikan akses batang besar itu agar masuk ke dalam liang kewanitaannya. Hal itu seperti menjelaskan jika nafsu telah menguasai serta mengontrol penuh akal sehat Muidah.


Tepat saat ujung penis Gianto di muka liang peranakan Muidah, wanita itu perlahan menurunkan tubuhnya, dan LEEEPPPHHH.


Seperempat dari kontol durjana berhasil masuk, Muidah naikkan lagi perlahan tubuhnya, lalu ia turunkan lagi perlahan, sebagai bentuk pemahamannya jika memeknya yang lama tak dimasuki kontol itu, tentu perlu penyesuaian ulang, terlebih kontol yang ini besar jauh jika dibandingkan milik mantan suaminya.


Seperempat sudah sukses masuk, dan itu saja cukup menciptakan perasaan nan dahsyat yang menyelimuti syaraf-syaraf birahi Muidah, betapa dia merasa ini benar-benar nikmat, merinding, bergetar, berkedut dan campuraduk yang ia rasakan.


Dan ketika penetrasi satu pihak yang ia lakukan, ia tahu bahwa ini tidak mungkin jika harus memaksakan vagina sempit nan mungilnya untuk menelan penuh batang besar dari durjana yang ia kangkangi ini.


"AHHHH GI, bangsat elu ya, gini doang bikin aku kelojotan" suara umpatan hati Muidah yang direndung birahi.


Namun rupanya, hasrat seksualnya tak puas jika hanya menaklukkan seperempat saja dari kemaluan durjana, ia menuntut lebih, menggiring syaraf motorik Muidah agar melanjutkan lebih jauh lagi.

Pelan tapi pasti, dia turun naik dia turun naik dia turun naik teruuuus, ini udah kayak soundtrack andalan warga tiktod.


Dan sekali lagi meski direndung birahi tak lantas mengendurkan kewaspadaannya, ia masih tetap sembari mengamati perubahan ekspresi Gianto.


Yang anehnya bujang bajang ini malah masih mendengkur, tanda-tanda gerak menggeliat atau semacamnya khas orang tidur pun tidak ada, sementara penisnya sedang termanjakan yang punya masih terlelapkan.

Benar-benar kayak orang mati andai tidak terdengar dengkuran halusnya.


SLEEEEPPPP.


Sukses, separuh dari batang itu berhasil dilahap oleh vaginanya, sekujur badan Muidah merinding dibuatnya, hanya oleh upaya menelan separuh dari batang penis durjana, menghasilkan kenikmatan yang uaaaah, susah dijabarkan dalam bentuk kalimat.


Namun ternyata itu menjadi pemicu mencapainya klimaks, bergetar hebat tubuh Muidah. "AHHHHHHH" dia tutup mulutnya dengan tangan, karena meski sedang mengalami orgasme maha dahsyat, dia tetap harus waspada, gengsinya benar-benar luar biasa untuk tetap menjaga dirinya agar tak lepas kontrol.


Betapa akan runyam urusan ketika dia membiarkan mulutnya teriak mendesah sebagai pengekspresian atas nikmat yang ia rasakan.


SERRRRR SEERRRRR SRRRRRRR

Hanya dalam penetrasi yang relatif singkat itu, hanya demi berhasil menelan setengah dari batang kontol yang masih pongah.

Cukup membuat Muidah kalah, tercapai puncak orgasme yang keduanya.


HUUUUUFHHHHHH ESHHHHH ESHHH


Fiuuuh, sembari melepaskan diri dari batang kemaluan Gianto, Muidah beranjak dan ia pun tepar, agak sedikit menjauh dari tempat Gianto tertidur.


"HAH HAH AHHHHHHHSSSH" nafas dari insan yang diperas nafsu, terengah puas dan lega.


"Asuuuu nyuukk munyuk, gini doang gue orgasme". Ia raba vaginanya, sangat becek sekali di bawah sana. Meski bukan tipikal yang mudah squirt tapi ini sudah tanda-tanda akan muncrat jika diteruskan ke ronde selanjutnya, Muidah tidak mau terjadi hal itu, meskipun nikmat tapi dia sadar situasinya tidak tepat.


Jika muncratan orgasmenya mengenai muka durjana dan dia bangun karenanya, wow kiamat sugro bagi Muidah tentunya.



Beralih ke lain tempat.

__________________________


"HAH HAH HAH HAH."

"Asu asu, apes tenan nasibku, niat coli menuntaskan birahi malah berakhir dapat tai" suara parau dari seorang pria malang yang saban harinya malang melintang di dalam ketidak-mutuan. Sukasmin.


Setelah berhasil melarikan diri dari ruang penyiksaan, sebagai akibat dari perbuatan tololnya, coli kokya sambil ngintip orang ngobrol. Tapi juga ada peran bangsat dari teman sejembutnya, Miyadi yang iseng tapi diluar batas itu.


Kendati demikian, Sukasmin belum tahu dalang di balik kejlungup-nya dia sampai ngguling-guling nggelundung dan menimpa Sumini, yang mengakibatkan ia harus menerima balasan pem-bully-an.


Seandainya tahu jika pelakunya ternyata sohib keparatnya.

Geger geden mungkin akan terjadi saat keduanya berpapasan nanti.


"Asu asu, cangkemku rasane mambu silit bajingan Sumini, ayu-ayu kemproh, jooooghhh" dia usap-usap mulutnya yang beberapa saat sebelumnya, dioles-olesi jari yang habis nyolek silit dan hidungnya yang digesekin lubang anus oleh Sumini, si durjana Sukasmin mendapati perilaku humiliation.


Bau? ya jelas, bau semerbaknya bahkan masih menempel erat melekat seakan enggan disingkirkan. Bikin gusar? ya barangkali, sebab bisa jadi Sukasmin justru menikmati bau jancuk itu, terlebih itu dari lubang anus janda cantik. Sebab kan banyak manusia-manusia diluar sana yang fetish-nya aneh-aneh, jangankan bau tai doang lha wong makan tai juga ada.


Tergerak langkah kaki Sukasmin untuk menuju sumber air. Di sebuah sungai, meskipun hilir, alirannya benar-benar deras.


Deru suara alirannya menentramkan telinga, ditambah dingin bersihnya air yang mengalir, sebuah hadiah hayati yang sepatutnya disyukuri.


Saat tiba, dicuci lah muka apesnya yang terhinakan itu, diludahi, diolesi jari berbau tai, masih disiliti sehingga aroma-aroma terapi masih tersaji menusuk hidung nista yang juga secara alami memiliki bau busuknya tersendiri. Menjijikkan memang tapi apa mau dikata, lha wong yang tertimpa juga manusia dengan perilaku yang menjijikkan.


Usai mencuci mukanya, Sukasmin menarik nafas dalam-dalam, memastikan lagi dan lagi, agar tak terendus sisa-sia bau tai Sumini. Meski demikian, otak guobloknya malah ber-flashback ria tentang peristiwa yang dialami sebelumnya.


"Jancuk silite Sumini warnane pink, gak ada jembutnya, bersih sih sih kayak pemain bokep, tau gitu tadi ku jilati aja, bau bau sekalian yang penting juga dapat kenikmatan hakiki." Uwasuuuuu hakiki jare.


"Oooh Sumini Sumini, bajingan ayu-ayu kemproh tapi aku sukaaaaakkkk, silitmu yu mbakyu, aaahhhh andai tadi bisa menikmati lebih lama tanpa harus tersiksa, coba tadi hanya berdua, bersedia dengan ikhlas hati aku Yu, andai disuruh menjilati anusmu, menghirup kentut setai-taimu Yu." Woooo, lhadalah ternyata benar tebakan saya, Sukasmin memiliki kecenderungan fetish terhadap silit.


Oalah dancuk kan yang bikin cerita saya sendiri.


"Tapi kenapa tadi malah sok-sokan berontak? harusnya kan malah pasrah kalau perlu mangap sekalian padahal tadi juga keluar kentut dari lubang anus Sumini, mana kenceng lagi, oalah goblokmu Min Sukasmin" umpat sesal pada dirinya sendiri, penyesalan pada hal yang buaaajingan duancuk kemproh pooool.


Namun ketika pikirannya traveling ke fantasi yang tidak bermutu sama sekali itu, ia dikejutkan dengan penampakan yang lewat di depan matanya, di antara derasnya aliran air yang baru saja ia gunakan untuk mencuci muka biadapnya.


"WUU'EK EHHHHHHH???!!!! KUWI OPO?"

"Kok kayak darah ya?" kerling Sukasmin terkejut berbalut tanda tanya besar, atas ikhwal yang dilihatnya.

Di antara derasnya aliran air, ada air yang berwarna kemerah-merahan.


Penasaran dengan hal tersebut, Sukasmin pun turun ke dalam aliran sungai yang deras itu, dia bermaksud menulusuri sumber dari mana air berwarna merah itu, tinggi dari debit air hanya sepusar Sukasmin yang tubuhnya relatif tinggi, meski ia merasakan derasnya arus yang membuat langkahnya agak berat, namun hal itu jauh lebih baik sebab jika menulusuri jalur darat, medannya tidak mudah untuk dilewati.


Semakin ia menuju dan mengikuti sumber air merah darah pekat, yang artinya semakin dia melawan kuatnya arus, hingga tak Sukasmin sadari. BLUUUUNG.


"Uaancuuuuk, lha kok sansoyo jeru ngene coook?!" (Sial kok malah semakin dalam begini?!). Umpatnya ketika tinggi air semakin menelan tubuhnya. Akan tetapi hal itu tak membuat gentar Sukasmin, untuk mengobati rasa penasarannya terhadap hal ganjil yang ia temukan, pantang mundur sebelum ketemu.


SRUURRRRRRRRRRR.


"UAKHHHHHHH" tiba-tiba aliran deras air berubah menjadi pusaran, tubuhnya seakan terhisap oleh pusaran air itu, pertahanan kakinya goyah lelaki durjana itupun tenggelam, bukan karena tak bisa berenang, Sukasmin sangat mahir untuk urusan berenang.


Tatkala kian gigih perlawanannya untuk menaklukkan pusaran air yang menenggelamkannya, hal itu justru membuatnya semakin dalam terseret oleh arus, usaha untuk melepaskan diri dari ganasnya putaran air telah takluk.


BLUUGGG LUUGGHH LUGHHH BLUGGLUKUK.


Nafas yang ia pertahankan pun jebol. Megap-megap setengah mati mempertahankan diri, ketika tubuhnya melemah, sementara arus putaran air semakin kuat, terhempas tubuhnya dengan kecepatan tinggi, hingga BLUGH.


Bagian belakang tubuhnya adalah yang menerima impact secara langsung, dari kaki, punggung hingga yang terparah tengkuk kepalanya menghantam telak pada tebing dari sisi bagian dalam sungai, sontak hal itu membuatnya tak sadar diri, karena saking keras menghantam dinding sungai yang tersusun atas bebatuan.


BERKABUNG

Komentar