Langsung ke konten utama

Cinta Sejati Ibu dan Anak 2

BAB DUA

Selama dua tahun itu, aku adalah anak yang mesum. Otakku dipenuhi birahi kepada ibuku sendiri. Apalagi ibu mulai ikut aerobik ketika aku masuk SMP, pinggangnya makin ramping dan perutnya makin rata saja. Saat ia memakai dalaman saja waktu berdandan, aku dapat melihat bahwa tubuhnya mulai berbentuk perlahan-lahan. Pada saat aku kelas 2 SMP, body ibuku walaupun ramping namun mulai berbentuk. Hampir seperti model swimsuit di majalah. Aku semakin lama semakin tidak puas hanya memandang dan berfantasi mengenai ibu. Perlahan aku mulai dapat memahami bahwa cintaku terhadap ibu kini lebih meluas lagi. Aku tidak hanya mencintainya sebagai seorang anak, tetapi aku mulai melihat ibu sebagai lawan jenis, dan aku mempunyai hasrat besar untuk dapat mengawini ibuku. Hasrat yang sudah dimiliki seorang manusia semenjak jaman purbakala. Hasrat yang dimiliki juga oleh binatang. Dan karena binatang kadang mengawini ibunya sendiri, maka aku menjadi iri kepada binatang yang tidak memiliki peraturan dan norma di alam liar.

Dalam kurun waktu itu juga, sahabatku mengajarkan kepadaku teknik untuk mengurut penisku menggunakan minyak yang entah dia bawa dari mana, dia tidak mau bilang. Dia bilang teknik itu dapat membantuku agar burungku menjadi besar dan gagah. Biasanya ia bermain ke rumahku, dan kami biasanya membuka buku porno atau majalah dewasa, yang entah dia dapat dari mana juga, untuk bermasturbasi membayangkan cewek-cewek yang ada di buku atau majalah itu. Sebenarnya aku tidak percaya, tetapi dia menunjukkan burungnya padaku dan memang lebih besar dari burungku, padahal kami memiliki postur tubuh yang sama. Dia bilang, cewek itu suka barang cowok yang besar. Jadi nyesel kalau aku tidak ikut memperbesar kemaluanku seperti dia. Akhirnya aku menurut saja dan tiap hari ketika pulang sekolah, aku mengurut penisku dengan atau tanpa temanku itu.

Di kemudian hari aku mengetahui bahwa ibu temanku itu adalah orang pintar yang pekerjaannya khusus mengurut alat vital pria agar lebih besar. Sejenis Mak Erot-lah. Itulah mengapa ia tidak pernah mengajakku ke rumahnya. Karena walaupun rumahnya besar, tapi ia malu kalau ada temannya yang melihat plang nama ibunya di depan rumah yang bertuliskan, "Dini Dyah Pitaloka, ahli perbesar alat vital dan mencegah ejakulasi dini".

Ketika aku kelas 2 SMP, alat vitalku sudah sepanjang 17 senti, entah kenapa temanku kalah dariku. Ia malah hanya sekitar 15 senti saja. Kata temanku itu, sebut saja namanya Sam, tergantung bakat keturunan. Aku sendiri tidak begitu percaya, karena dulu waktu masih kecil aku pernah mandi bareng ayah dan milik ayahku jauh lebih kecil dari milikku saat aku 2 SMP. Atau mungkin gen ini dibawa dari sisi ibu, bukan dari sisi keluarga ayah. Dan saat itu pun tinggiku sudah mencapi 158 cm. Sudah hampir setinggi ibu. Mungkin saja urusan urut penis menyebabkan tinggiku juga bertambah dengan tidak normal. Entahlah.

Mulai saat itu, aku mulai berfikiran untuk merealisasikan segala angan-anganku selama dua tahun ke belakang. Aku senantiasa mengingat kemolekan tubuh ibu, dari membayangkan berubah menjadi pengharapan dan akhirnya menjadi obsesi. Apakah yang harus kulakukan agar segala impianku dapat tercapai? Lebih dari sekali aku berdiri di depan kamar mandi lalu masuk ke dalam saat ia gosok gigi dan berniat untuk membuka pintu itu lalu mengutarakan maksudku kepada ibu. Tetapi aku selalu mengurungkan niatku karena aku masih takut. Aku selalu bilang aku sakit perut. Yang menjadi satu hal yang positif adalah, sudah beberapa minggu belakangan, pintu kamar mandi tak pernah lagi dikunci ibu. Mungkin ia merasa bahwa ini adalah kebiasaanku dan karena aku memang tulus sedang kebelet, sehingga ia tidak mengunci lagi kamar mandi.

Selain itu, aku selalu masuk kamar tidur ibu saat ia berdandan. Aku selalu mencari alasan-alasan. Salah satunya adalah mencari buku pelajaranku. Di rumah ini, kamar yang ada AC adalah kamar ayah dan ibu, sehingga aku sering tidur siang di situ. Aku selalu bawa buku pelajaran dan dengan sengaja menaruhnya di tempat yang tidak terlihat langsung, sehingga aku ada alasan untuk masuk dan melihat tubuh ibu. Kadang aku hanya ingin bicara saja, alasanku kepadanya dan ibu tidak terlalu memikirkannya, karena sedang buru-buru untuk bersiap ke kantor, dan mungkin juga karena aku anaknya, ia tidak terlalu ambil pusing.

Pada waktu itu, aku tidak hanya puas dengan masturbasi di pagi hari menggunakan celana dalam ibu. Aku mulai mencuri celana dalam ibu, agar tiap saat aku horny aku akan menggunakannya di kamarku. Celana dalam yang kucuri itu tidak ku jilati, agar bau memek ibu tidak berkurang. Aku hanya mengendus-endus dan menggosokan wajahku di bagian selangkangan, sementara aku masturbasi. Sehari kemudian aku akan mencuri kembali satu celana dalam, sehingga pada tiap harinya aku akan punya 2 celana dalam ibu dan satu BH. Ibu memang punya banyak celana dalam dan BH yang sehari diganti dua kali, yaitu tiap ia mandi. Hari ketiga, aku akan mengembalikan satu celana dalam ke keranjang kotor dan mengambil satu yang lebih fresh lagi.

Saat dua celana dalam aku miliki, aku akan menggunakan satu celana dalam yang sudah seharian aku pakai sebagai pembungkus kontolku, sementara celana dalam yang fresh kupakai di wajahku. Aku selalu menyembunyikan celana dalam-celana dalam curian itu di dalam lemari bukuku, dalam ATLAS yang besar, dengan plastik kedap udara yang sudah aku beli untuk menjaga bau memek ibu agar sebisa mungkin fresh.

Suatu ketika, pada pagi hari, sebelum aku masturbasi, aku seperti biasa menunggu agak lama sehingga bila sudah waktunya ibu gosok gigi, aku lalu ketok-ketok pintu. Hari itu ibu membuka pintu dan seperti biasa menyuruhku menunggu dengan mengangkat tangannya. Setelah ia membilas mulut, ia berkata,

"Lain kali masuk aja langsung deh. Biar cepet. Ibu buru-buru. Capek juga harus buka kunci, terus pintunya."

Aku menjadi girang. Sempat aku berfikir, ketika ibu mandi aku langsung saja masuk, tapi aku berkeputusan untuk melakukannya nanti saja. Jangan langsung. Nanti mencurigakan. Maka untuk beberapa hari, aku selalu masuk tanpa mengetuk pintu, menunggu ibu selesai gosok gigi, lalu mengunci pintu untuk melanjutkan masturbasi di kamar mandi dengan pakaian dalam fresh ibu yang akan kucuri selanjutnya, sementara celana dalam dua hari yang lalu kukembalikan, tentu saja dengan dijadikan tatakan spermaku terlebih dahulu.

Seminggu kemudian, adalah hari yang tak terlupakan bagiku. Saat kudengar ibu gosok gigi, aku langsung masuk, namun menemukan ibu telanjang bulat! Ibu sedikit kaget, namun melambaikan tangan padaku seperti biasa agar aku menunggu. Sementara, dalam keadaan setengah syok aku memperhatikan tubuh telanjang ibu yang ternyata sangat seksi dan melebihi bayanganku sebelumnya.

Memang kutahu tetek ibu besar bila melihatnya saat hanya memakai BH, namun aku membayangkan bahwa tetek itu bila terlepas dari BH nya, akan jatuh ke bawah tanpa dukungan BH dan akan memperlihatkan payudara yang sudah mengendur seperti bayanganku bila melihat foto-foto wanita stw di internet. Tetapi tidak demikian dengan kedua tetek seksi ibuku. Kedua tetek ibu hampir bulat di bagian yang membulat, dan pentilnya tidak jatuh ke bawah, melainkan tegak hampir di tengah dan pentilnya tidak sebesar yang kubayangkan. Pentilnya yang coklat mengacung tegak seukuran setengah kelingkingku waktu itu dengan bagian areola yang berwarna lebih gelap dari putingnya sedikit lebih besar dari rautan pensil bulat dengan kaca model tahun 90an. Sementara ada lembah dalam di antara dua tetek ibu yang mancung dan menggairahkan itu. Tubuhnya masih basah karena sepertinya belum handukan, menyebabkan kilauan air terkena cahaya lampu seakan menyihirku dalam keindahan lekuk tubuh ibu yang sangat sempurna. Apalagi perutnya, walau bukan perut six pack dan terlihat memiliki beberapa lipatan kecil, tidaklah buncit. Apalagi area selangkangannya yang penuh dengan jembut yang ikal dan hitam.

Aku terpesona dan bagai tersihir dan baru menyadari bahwa ibu sedang memanggil-manggil namaku.

"Memet! Kamu kayak orang bego aja bengong di situ. Ambilkan handuk ibu di lemari dulu. Handuk ibu tadi jatuh."

Aku bergegas lari ke atas tanpa menutup pintu lalu sekejap sudah kembali dengan handuk di tangan. Ketika di depan pintu aku berjalan lambat-lambat. Dari luar aku melihat pintu masih terbuka dan terdengar bunyi ibu menyiram air dengan gayung ke tubuhnya. Mungkin ia kedinginan dan tidak ingin masuk angin sehingga menyiramkan air.

Berhubung bak mandinya di hadapan pintu jadi aku melihat ibu dari belakang. Tubuh belakang ibu yang putih juga tampak sangat indah. Tampak tonjolan belikatnya menghiasi punggung ramping tapi tidak kurus, menunjukkan otot punggung yang indah yang menurun menuju pantat yang sungguh sekal dan bulat dengan lipatan pantat yang begitu rapat sehingga tidak dapat melihat apa-apa di baliknya. Paha dan betisnya yang putih tidak tampak kurus, tetapi berisi namun ramping. Lama juga aku di situ.

Ibu membalikkan badan setelah dua atau tiga menit dan melihatku sedang menjelajahi tubuh telanjangnya. Ia menaruh gayung lalu perlahan mendekatiku yang di depan pintu. Ibu tidak mengatakan apa-apa hanya menjulurkan tangan kanannya, lalu aku memberikan handuk. Dalam proses itu entah kenapa aku tak malu-malu menatapi kedua toketnya kemudian jembutnya bolak-balik berusaha mengingat-ingat lekuk yang begitu sempurna.

Mataku menatap matanya dengan tidak sengaja, kulihat alisnya agak terangkat tanda ia seakan bertanya 'apa lihat-lihat?' tapi tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia handukan sambil terus melihat aku. Aku yang merasa di atas angin menjelajahi lagi tubuh ibu yang molek itu. Ketika ia menggosok ketiaknya, aku melihat bahwa ketiak ibu ternyata memiliki rambut yang jarang-jarang. Membuat kontolku makin saja mengeras. Kuperhatikan ibu menghanduki ketiak sebelahnya, lalu tangannya, lalu dada dan kedua payudaranya, menuju perut dan kemudian beberapa saat jembut dan memeknya, sebelum ia menghanduki kedua kakinya.

Gerakan ibu tidak cepat juga tidak lambat. Biasa saja. Namun ia tidak tergesa-gesa. Baru kemudian ia menggosok punggungnya dengan menaruh handuk dibelakang dan dipegang dengan kedua tangan kiri di atas kepala dan tangan kanan disamping badan. Agak lama juga, bahkan badannya agak melengkung kedepan agar punggungnya dapat terkena handuk dengan baik. Kemudian ia ganti tangan kanan di atas lalu tangan kiri di samping badan, dengan waktu yang sama dengan sebelumnya. Ibu hanya berjarak satu langkah dariku. Aku mulai bernafas agak berat menahan nafsuku. Barulah ibu kemudian membelitkan handuknya dan meninggalkan kamar mandi. Aku agak minggir namun karena aku masih tercengang gerakanku lambat, sehingga saat ibu melewatiku lengan kirinya menggesek lengan kiriku. Setelah itu aku masturbasi bagai orang kesurupan dan memuntahkan banyak sperma di celana dalam ibu.

Ibu tidak bilang apa-apa ketika kami berangkat sesuai jadwal. Tidak juga ketika malamnya. Aku tidak tahu apakah yang dipikirkan ibu dan ini membuatku bagai orang gila. Apakah ibu marah? Mengapa ibu tampak tidak terganggu ketika aku melihatnya telanjang? Tapi yang jelas aku menjadi bahagia karena aku dapat melihat ibu tanpa sehelai benangpun menutupi keindahan tubuhnya itu.

Esoknya ketika aku masuk kamar mandi, ibu memakai handuk, yang membuatku kecewa. Kali ini ibu cuek saja tanpa melambaikan tangan seakan aku tidak ada di situ. Aku menjadi hilang nafsu untuk masturbasi. Jadi saat itu aku hanya menukar celana dalam ibu saja untuk bekal siang, sore dan malam.

Tiga hari ke depan, tiap kali gosok gigi, ibu selalu memakai handuk yang membuat kekecewaanku semakin menjadi-jadi. Tapi kalau dipikir-pikir, masak ibuku akan membiarkan dirinya telanjang ketika anaknya membuka pintu tanpa alasan jelas? Waktu itu kan handuk ibu basah, jadi dia tidak pakai handuk basah. Aku simpulkan bahwa ibu tidak marah aku melihatnya telanjang, tetapi ia juga tidak akan memperlihatkan tubuh telanjangnya secara sengaja kepada anaknya.

Komentar