Langsung ke konten utama

CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 7 [TAMAT]

Cerita panas - Anisa, Ibuku yang Nakal bag. 7 (END) 

Esoknya lagi-lagi Anisa bersikap normal seperti tidak terjadi apa-apa tadi malam. Anisa mengajak Panji mengobrol seperti biasa, Panji berusaha menanggapi obrolan Anisa sebisanya walau sebenarnya hatinya gundah.


Hari-hari selanjutnya juga demikian, istrinya bersikap seperti biasanya. Anisa memang tidak pernah memperlihatkan perbuatan bejatnya itu padanya secara langsung saat siang hari, tapi ia yakin kalau istrinya memang melakukan hal bejat di belakangnya. Semua itu dilakukan sembunyi-sembunyi, tapi terkesan terang-terangan. Panji tidak ingin lagi terbangun malam hari untuk menyaksikan perbuatan istrinya. Dia juga tidak peduli apakah saat dirinya berkerja atau tidur mereka melakukan perbuatan bejat itu lagi. Dia tidak ingin menganggap kejadian itu benar adanya, dia tidak ingin menerima kenyataan bahwa itu benar-benar terjadi meski itulah kenyataan sebenarnya. Panji sendiri tidak tahu sifat diamnya itu apakah sebuah bentuk pemaafan darinya atau rasa kecewanya terhadap istrinya, dia benar-benar bingung. Jika itu sebuah pemaafan, rasanya mudah sekali dia memaafkan perbuatan istrinya itu, karena itu berarti dia menerima dan menyetujui perbuatan terlarang istrinya. Mungkinkah ia memang menyukai melihat istrinya begitu? Panji benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.


“Pa.. lihat nih..” kata Anisa menunjukkan lembaran uang seratus ribuan pada Panji saat pagi hari. Tentu saja Panji bingung maksud Anisa itu. Anisa lalu tersenyum pada Panji.


“Ini uang jual dvd dari adegan yang kemarin Papa rekam itu loh..” kata Anisa menjelaskan. Apa? gila!! geram Panji. Ternyata rekaman itu benar-benar dijual. Hati Panji semakin kacau, istrinya sudah terkesan seperti pelacur dan bintang porno saja. Anisa kini malah memberikan uang itu pada Panji sambil tersenyum, entah apa yang ada dipikiran Anisa malah memberikan uang itu pada suaminya. Tapi Panji lebih bingung lagi kenapa dirinya malah menerima uang itu.


“Ntar malam datang ya pa..” kata Anisa sambil beranjak dari sisi Panji. Meninggalkan Panji yang tertunduk menggenggam lembaran uang di tangannya itu. Istrinya memintanya untuk datang lagi nanti malam? Ini sungguh keterlaluan. Panji sudah tak kuat lagi. Naruninya sudah memberontak. Dia tidak kuat untuk terus di sini menyaksikan ini semua. Semua pasti gara-gara bocah itu, Ya.. Jaka, anak itu, pikir Panji. Tangannya meremas kuat lembaran uang di tangannya itu.


Malamnya, Panji sedikit ragu apakah ia harus menerima ajakan istrinya itu lagi. Tapi entah apa yang membuat langkah kakinya berangsur dari kamarnya hingga akhirnya dia telah berada di ruang tengah. Tampak istrinya, Niko dan Jaka di sana.


“Ayo Pa.. sini..” ajak Anisa menarik tangan suaminya.

“Apa lagi Ma yang mau kau tunjukkan? Apa semua itu belum cukup hah?” tanya Panji kesal. Tampak istrinya masih berpakaian lengkap, Jaka dan Niko juga telah ada di sana. Dia betul-betul muak melihat wajah Jaka ini. Wajahnya memerah saking marahnya. Ini semua pasti gara-gara kamu bocah brengsek! Sungut Panji dalam hati.


“Kenapa Om? gak suka ya? Hehe.. Tantenya nih malah ketagihan.. iya gak tante?” kata Jaka cengengesan.

“Hush.. ngomong apaan sih kamu, ntar dihajar Om lho..” kata Anisa sambil melihat ke arah suaminya.

“Yah, cemen itu mah tante main hajar anak kecil, kita selesaikan aja di ranjang. Siapa yang paling bisa bikin tante kelojotan.. hehe” Panji geram mendengar omongan kurang ajar anak ini. Dia pikir istrinya itu apaan?


“Berani gak Om? Takut ya punya Om lebih kecil dari Jaka? Hehe..” kata Jaka melecehkan dan sungguh menghina Panji di depan istrinya sendiri.

“Mungkin sama tuh kecilnya kayak Niko” kata Jaka yang juga meremehkan anak Anisa yang dari tadi hanya berdiri di sana.

“Brengsek!!” Kata Panji mengejar Jaka dan ingin menghajarnya, tapi langkahnya dihalangi istrinya.


“Sabar Pa..” Anisa mencoba menenangkan suaminya, lalu menggoyangkan telunjuk didepannya memberi isyarat jangan. Panji kini menjadi kesal ke istrinya karena menghentikan langkahnya ini, tapi akhirnya dia bisa sedikit meredakan emosinya.


“Gimana Om? Berani tanding sama Jaka?” ajak Jaka lagi dengan nada meremehkan. Sungguh tidak mungkin rasanya menerima ajakan kekanak-kanakan bocah ini, lagian pertandingan macam apa pula itu. Apakah memang ini alasan istrinya mengajaknya lagi malam ini? Sepertinya begitu. Namun Panji akhirnya menerima ajakan Jaka bertarung dengannya. Memang gila sepertinya, tapi ia tidak ingin diremehkan bocah tanggung seperti Jaka. Lagian bisa apa bocah ini?


“Tante.. kali ini juga pakai hadiah kan?”

“Hmm? Kamu mau pakai hadiah juga? Bukannya kamu cuma mau tanding sama suami tante?”

“Iya.. biar lebih semangat tante..hehe.. “

“Dasar, emang kamu mau hadiah apa kalau menang?”


“Ngg.. gimana kalau Jaka dibolehin menghamili tante? Betul-betul sampai tante hamil anaknya Jaka. Jaka penasaran gimana anak Jaka kalau lahir dari rahim tante.. hehe” Anisa terkejut mendengarnya, terlebih Panji. Sebuah permintaan yang begitu biadab, bahkan meminta hal itu di depan suaminya sendiri.


“Hihihi.. gila kamu. Kayanya kamu emang penasaran banget yah mau bikin mama temanmu ini hamil? Tapi masa itu sih hadiahnya sayang? Gak ada yang lain?”

“Yah.. masa yang seperti kemarin-kemarin lagi sih hadiahnya.. move on dong..” kata Jaka sembarangan.


“Brengsek!! Jangan seenaknya kalau ngomong!!” geram Panji memaki bocah itu.

“Pah.. tenang.. lagian Papa gak mungkin kalah kan Pa? jadi gak apa kan Pa kalau taruhannya Jaka boleh menghamili istri Papa kalau dia menang? Mama yakin Papa pasti menang kok..” kata Anisa menenangkan. Panji sebenarnya begitu geram dengan permintaan Jaka ini. Mana mungkin ia menyetujui permintaan itu. Dia masih belum gila untuk membiarkan hal itu terjadi pada istrinya. Tapi dia merasa omongan istrinya ada benarnya, tidak mungkin ia kalah dari bocah ingusan ini. Panji tidak ingin dia diremehkan remaja tanggung seperti Jaka ini.


“Masih belum selesai tante..” potong Jaka lagi.

“Hmm? Apa lagi?” kata Anisa heran.


“Sampai tante benar-benar hamil gak boleh ada yang nyetubuhin tante, termasuk suami tante. Biar Jaka yakin kalau itu benar-benar anak Jaka.. hehe” Gila! Sungguh gila permintaan Jaka ini.


Pandangan Anisa menuju ke suaminya, meminta tanggapan suaminya tersebut.

“Terserah, dia gak bakal menang, dan kalau aku menang aku mau kamu hentikan semua ini” jawabnya. Panji pikir dia harus mengakhiri ini semua meskipun dengan cara seperti ini. Jaka sendiri hanya tertawa cengengesan mendengar persetujuan Panji itu.

“Iya pa.. tentu saja” jawab Anisa tersenyum.


Maka dimulailah pertandingan yang sebenarnya tidak masuk akal itu. Peraturannya adalah siapa yang keluar lebih lama dia yang menang. Mereka akan melakukannya bergantian dengan Niko sebagai saksinya. Jaka yang maju duluan.


“Sini tante.. Jaka tunjukin ke suami tante kalau Jaka lebih hebat.. hehe” Anisa hanya tersenyum pada Jaka dan menghampiri bocah tengik itu. Jakapun langsung menindih tubuh Anisa, mencium dan menggerayangi tubuh perempuan itu seenak hatinya di depan suaminya.


“Jaka masukin sekarang yah tante” kata Jaka sambil melirik ke Panji. Sekali lagi, Panji menyaksikan istrinya disetubuhi di depan matanya, tetapi ia tetap tidak kuasa menolak untuk menikmati pemandangan ini, sepertinya ia sudah gila.


“Ogghh.. enak tante” erang Jaka kenikmatan sambil melirik melecehkan ke Panji, membuat Panji mengepal erat tinjunya. Melihat Panji yang terpancing emosinya malah membuat Jaka cengengesan.

“Pa.. ngmmhh.. jangan.. marah yah.. Pokoknya ntar Papa harus menangin” kata Anisa menenangkan suaminya.


Cukup lama dalam posisi itu, tidak terlihat tanda-tanda Jaka akan orgasme. Anisa tidak ingin suaminya kalah dari Jaka, diapun meminta berganti posisi supaya berada di atas. Anisa ingin dia yang memegang kendali, berusaha sebisa mungkin agar Jaka cepat keluar dengan mempercepat tempo adukan penis Jaka dalam vaginanya. Sebuah pemandangan yang begitu ganjil, seorang wanita dewasa dengan tubuh ideal sedang menunggangi bocah ingusan yang kurus, hitam dan dekil, bergoyang dengan liar dan binalnya layaknya pelacur profesional, yang gilanya dilakukan di depan suaminya sendiri, dan di atas ranjang yang biasanya menjadi tempat percumbuan dia dan suaminya.


“Ayo sayang... setubuhi tante, entotin tante di depan suami tante sesuka hatimu… aargghh” erang Anisa yang sebenarnya untuk membuat Jaka semakin horni dan segera orgasme.

“Entotin tante sayang….. entotin mama temannya kamu ini, jangan kasih ampunnnn… Bikin mama temanmu ini hamil sayang… tunjukin ke suami tante bagaimana istrinya kamu setubuhi sampai hamil… ngmmhhh…”


Tapi ternyata Jaka lebih tangguh dari yang Anisa perkirakan, malah sekarang dirinyalah yang merasa akan segera orgasme. Goyangan liarnya ternyata malah menjadi bumerang baginya, membuat dia merasakan kenikmatan yang luar biasa, terlebih sensasi karena disaksikan langsung oleh suaminya.


“Tante sampaaaaaaaaiiii…. Ngmmhhhh… Pa…. Aaaaaaaaahhhhh” raung Anisa sejadi-jadinya sambil melentikkan badan. Panji tidak pernah melihat istrinya orgasme sehebat itu sebelumnya, ironisnya hal itu tidak di dapatkan dari dirinya, melainkan dari remaja buruk rupa yang tidak jelas ini. Saat orgasme, Anisa bahkan melirik ke Panji dan memanggilnya, entah apa maksudnya, yang jelas membuat perasaan Panji semakin tidak karuan saat itu.


Anisa akhirnya rebah dalam pelukan Jaka, tapi dia segera bangkit dan melanjutkan goyangannya lagi, dia tidak ingin berlama-lama. Jakapun akhirnya keluar beberapa menit kemudian, tentu saja juga menumpahkan spermanya di dalam istri orang itu. Lima belas menit, itulah waktu Jaka.


“Pa.. harus menang yah.. jangan sampai mama hamil anaknya Jaka..” Kata Anisa pada Panji saat gilirannya. Tentu saja ia harus menang, pikir Panji.


Niko merasa aneh juga melihat orang tuanya bersetubuh secara langsung di depannya. Tapi ternyata semua itu masih kalah panas dibandingkan menyaksikan mamanya bersetubuh dengan pria lain. Anisa ternyata tidak merasakan sensasi seperti tadi bersetubuh dengan Jaka, bahkan dia berpura-pura orgasme karena gengsi dan malu pada Jaka dan suaminya. Anisa berusaha mengatur goyangannya agar suaminya tidak segera ejakulasi. Namun ternyata Panji terlalu meremehkan Jaka, Panji ternyata hanya mampu 10 menit. Mungkin karena tekanan yang terlalu besar pada dirinya. Ya.. Jakalah yang ternyata memenangkan pertandingan gila ini.


“Brengsek..!!” teriak Panji geram.

“Kenapa Om? marah? Terima dong kekalahan Om.. Jaka yang menang dan Om gak boleh nyentuh tante lagi.. hehe”

Tidak! apa-apaan ini! Dia tidak terima kalah dari bocah ini. Sebenarnya bukan karena masalah dia lebih cepat keluar dari Jaka, tapi istrinya akan diambil oleh bocah ini. Bahkan mungkin sampai dihamili olehnya. Ini masalah harga diri, masalah kehormatan. Kenapa aku menyetujui permintaannya tadi? Sial. Walaupun ia terlanjur menyetujuinya dan akhirnya memang kalah, tetap saja ia tidak bisa begitu saja membiarkan hal ini akan terjadi. Pandangannya beralih ke Jaka, dia begitu murka melihat bocah ini.


“Dasar brengsek!! Bajingan kamu!!” kata Panji mencengkram leher Jaka. Tapi terlihat ekspresi Jaka malah memandang remeh ke Panji.


“Semua pasti gara-gara kamu.. kau apakan istriku sampai ia jadi begini, bajingan??!”

“Ckckck.. Apa benar-benar Jaka yang salah Om? hehe..”

“Apa maksudmu brengsek?!”


“Apa Om tau Istri Om itu yang memang nakal, dia itu binal Om”

“Jangan sembarangan kalau ngomong bajingan!”

“Hehehe… Jadi selama ini Om tidak tahu? Apa om kira istri Om itu sebaik yang Om kira? Betul-betul kasihan Jaka melihat Om.. Apa om kira dia selama ini duduk manis menunggu Om pulang?”


Cengkraman tangan Panji perlahan melunak karena mendengar yang dikatakan Jaka ini.

“Apa Om kira ciuman tante Anisa waktu itu untuk Om? Apa Om kira tubuh erotisnya hanya Om yang menikmati? Apa Om juga kira hanya kita berdua yang sudah menikmati tubuh tante? Hmm? hehehe..”


“Ke.. kenapa?” kata Panji lirih. Tangan Panji kini benar-benar telah lepas dari Jaka.

“Entah lah.. mungkin karena tante Anisa memang… pelacur”

Panji begitu marahnya mendengar ucapan Jaka ini, tanpa sadar tangannya mengepal dan sudah mengangkat tinjunya.


“Stop Pa..!!” teriak Anisa membuat Panji berhenti.


“Gak ada gunanya main pukul begitu, Itu tidak akan menyelesaikan masalah” kata Anisa.

“Apa maksudmu ma?”

“Yang dikatakan Jaka memang benar, dan Papa sudah menyaksikannya bukan? Bahkan Papa sendiri yang merekamnya. Sebenarnya Mama tidak ingin Papa mengetahui rahasia Mama ini, Mama juga sebenarnya hanya ingin sedikit bersenang senang dan mencoba sesuatu yang baru, tapi mama terlanjur menikmati sensasi ini. Mama juga ingin tahu, apa Papa menikmati melihat ini semua? Papa suka kan melihat istri Papa disetubuhi orang di depan mata sendiri? Papa suka kan Mama jadi pelacur orang lain?”


“Tidak.. mana mungkin!!”

“Lalu kenapa Papa hanya diam? Marahin kek, tampar kek.. lakukan sesuatu untuk menyelamatkan istrimu!!”


Panji terdiam mendengar ucapan istrinya. Menyelamatkannya? Apa maksudnya?


“Apa papa tahu bahwa walaupun mama menikmati sensasi itu mama juga sedikit berharap kalau Papa melakukan sesuatu untuk menghentikan mama? Apa papa tahu kenapa mama hanya tersenyum melihat Papa tidak berbuat apa-apa? Mama merasa kecewa di balik itu!”


Hati Panji remuk mendengar itu. Jadi itukah arti senyuman istrinya? Senyuman yang dipancarkan istrinya karena dirinya yang hanya bisa diam selama ini? Istrinya berharap pada dirinya untuk menyelamatkannya dibalik itu, tapi.. kenapa dia malah menikmati istrinya disetubuhi di depan matanya!! Istrinya disana disetubuhi pria lain dan dia hanya diam!! Dia seharusnya melakukan sesuatu. Bukan hanya diam dan malah terhanyut menikmati pemandangan itu. Ini salahnya, dia betul-betul merasa seperti sampah karena tidak bisa menyelamatkan istri dan keluarganya. Dada Panji terasa sesak. Langit bagaikan menghimpitnya saat itu.


“L..lalu bagaimana hubunganmu dengan anakmu sendiri itu?” Katanya melihat ke arah Niko.

“Itu memang salah mama, mama terlalu menikmatinya. Tapi bukankah tadi sudah mama bilang kalau mama hanya mencoba menikmati sensasi yang baru? dan sebenarnya tugas Papalah yang menghentikan itu semua setelah mengetahuinya!! Bukan malah diam dan menikmati itu juga!!”


Hatinya makin remuk mendengar kenyataan itu, Panji jatuh tersimpuh. Jadi itukah yang sebenarnya diharapkan istrinya? Walaupun istrinya menikmati permainan nakalnya tapi ternyata di lubuk hatinya ia juga ingin diselamatkan olehku? Dia berharap aku untuk membawanya kembali dan menyadarkannya. Tapi.. aku malah membiarkannya makin tenggelam, tidak berusaha menariknya keluar dan malah ikut menikmatinya? Tuhan.. apa yang aku lakukan… kenapa jadi begini? Sial.. brengsek!!


“M..maaf..” kata Panji lirih, hanya itu yang bisa dia katakan setelah menyadari kesalahannya. Air matanya menetes menyesali dan mengutuk perbuatannya sendiri. Anisa tersenyum pada Panji.


“Terlambat Pa.. Seharusnya Papa melakukannya saat pertama kali mengetahuinya. Sekarang sudah terlalu dalam untuk mama kembali, mama sudah terlanjur menikmatinya. Sekarang mama malah tidak bisa hidup jika tidak melakukan hal itu. Walaupun tadi mama sangat berharap kalau Papa menang, tapi ternyata cara itu juga tidak membantu. Jadi sekarang istrimu ini milik Jaka dan akan mengandung anaknya, begitu kan Pa perjanjiannya?”


Anisa hanya melihat suaminya yang tertunduk dan menangis karena penyesalannya itu.

“Sudah selesai Pa ngomongnya? Mama mau lanjutkan bermain dengan Jaka dan Niko, apa Papa masih mau lihat?”

Panji masih tertunduk sambil bersimpuh di sana. Panji semakin tidak kuat menahan beban di hatinya. Ini sungguh menyiksanya.


“Ups.. sepertinya tidak yah? Ya sudah.. sampai nanti Pa” kata Anisa beranjak dari sana berbalik dari hadapan suaminya, hingga ia hilang dari pandangan Panji dibalik tembok.

“Hehehe.. Sampai jumpa Om..” tambah Jaka.

“Maaf pa..” kata Niko juga sambil berlalu meninggalkan Papanya.


Tinggallah Panji seorang diri disana yang terus meraung menyesali perbuatannya. Sakit, sakit dan sakit, itulah yang Panji rasakan saat ini. Dia tidak menyangka kenyataannya malah menjadi seperti ini. Ternyata yang sebenarnya terjadi tidak seperti yang dia pikirkan, ini di luar dugaannya, termasuk pertandingan aneh itu yang sebenarnya ditujukan padanya agar bisa menyelamatkan istrinya, tapi dia tetap tidak bisa. Sampai nanti? Seharusnya ucapan selamat tinggal yang diucapkan istrinya karena ia tidak sanggup untuk melihat wajah istrinya lagi setelah ini. Lebih baik ia yang pergi dari sini,membawa semua rasa sakitnya itu.


Panji putuskan untuk keluar dari rumahnya sendiri saat itu juga. Biarlah ia bawa semua lukanya dari rumah itu. Dia memutuskan untuk tidak akan pernah kembali lagi. Dia kehilangan istrinya. Kehilangan orang-orang terkasihnya. Semua karena sifat keragu-raguan dan plin-plannya itu.


Panji akhirnya memutuskan hidup sendiri di rumah barunya di luar kota, ia tidak tahu dan tidak ingin tahu bagaimana keadaan istrinya lagi. Anisa dan Niko pun juga demikian, mereka tidak tahu sama sekali kabar suami dan ayahnya itu.


Berbeda dengan mereka semua, Jaka memperoleh kesenangan dibalik penderitaan mereka tersebut. Dia kini betul-betul sepuasnya menyetubuhi istri Panji tersebut, ya.. hingga betul-betul Anisa hamil anaknya. Niko sendiri hanya diperbolehkan mendapat bagian selain menikmati vagina yang hanya khusus untuk Jaka. Niko hanya boleh menyetubuhi ibunya lewat belakang atau mulut ibunya saja, begitu juga dengan teman–teman Jaka yang masih sesekali datang.


Anisa kini telah hamil lima bulan. Saat Anisa hamil, Niko dan Jaka masih juga menyetubuhinya. Bahkan melakukan trisome dengan tubuh hamilnya dijepit tubuh Jaka dan Niko.


“Puas kamu Jaka? Sekarang tante.. udah betul-betul hamil anak kamu..” kata Anisa terengah-engah karena permainan mereka bertiga barusan. Jaka dan Niko sendiri sedang asik menyusu pada Anisa.

“Benar tuh anaknya Jaka tante? Sebelum hari itu kan tante juga pernah dikeroyok mereka, Niko juga ikut..” kata Jaka disela-sela aksinya meminum susu.


“Ihh.. kan kamu yang paling banyak tumpahin di dalam.. anggap aja anaknya kamu.. hihi”

“Hehe.. iya deh, makasih yah tante.. Jaka jadi penasaran gimana hasilnya anak Jaka” kata Jaka mengusap-ngusap perut Anisa yang sudah membuncit itu.


“Huu.. yang pasti anaknya bakal cakep kaya mamanya dong.. hihi” tawa Anisa renyah.

“Jadi maksud tante, Jaka jelek gitu??” kata Jaka pura-pura kesal.

“Hahaha… iya dong.. emang kamu ganteng gitu??” Mereka pun tertawa dengan riangnya.

“Hehe.. biarin, yang penting bisa hamilin cewek cakep..”

“Dasar..” kata Anisa sambil mencubit gemas perut Jaka.


“Niko.. berarti sekarang gue ini bapak lo ya.. huaahahahaa..” kata Jaka ke Niko dengan tawanya yang menyebalkan itu. Niko hanya berusaha tersenyum, di hatinya tentu saja dia tidak terima temannya itu menggantikan posisi Papanya.


“Dasar kamu.. jangan mau ya Niko manggil dia Papa.. gak pantas.. hihi” kata Anisa sambil tertawa ke Niko.

“Dari pada Papa lo yang pengecut yang kini ntah kemana, mending gue aja yang lo panggil Papa.. huahahaha..” ejek Jaka melecehkan, terdengar sangat menyakitkan bagi Niko karena Papanya dihina begitu.

“Ihh.. kamu kok ungkit-ungkit lagi sih, pokoknya gak pantas kamu dipanggil Papa sama anak-anak tante..” balas Anisa.

“Pa..pa..”

Mereka terkejut siapa yang ngomong barusan, tapi ternyata itu Windy. Windy yang selama ini hanya bisa ngomong mama akhirnya bisa ngomong papa.


“Windy..?” Anisa terkejut sekaligus senang akhirnya bayinya bisa ngomong papa, diapun bangkit untuk menggendong Windy dari atas kereta bayinya.

“Hehehe.. tuh Tante, Windy aja bilang papa.. huahahaha..”

“Coba lagi sayang.. pa..pa.. coba” kata Anisa mendikte bayinya dan menghadapkannya ke Jaka.

“Papa..” balas Windy imut lalu tertawa sendiri dengan lucunya. Sungguh tragis memang, kata papa yang pertama terucap bukan ditujukan pada Papa kandungnya Panji, tapi malah ke remaja buruk ini.


“Kamu nakal yah sayang.. udah Mama bilang jangan panggil Om Jaka Papa.. ya udah deh.. nih sama Papa kamu.. hihihi” kata Anisa cekikikan meletakkan Windy ke pelukan Jaka.

“Duh.. tante, Jaka gak bisa gendong bayi..”


“Ye.. belajar dong.. kamu kan Papanya.. rasain, jagain tuh anak kamu.. iya kan Windy cayang.. coba panggil lagi papanya” Dan lagi, Windy mengatakan kata papa berkali-kali dengan lancarnya.

“Hehe.. jangan papa papa terus dong Windy.. coba bilang kontol, memek, peju.. ayo coba..” kata Jaka mulai mengajarkan yang tidak-tidak ke Windy, tapi Anisa malah tertawa mendengar hal tersebut.


“Hihihi.. Jaka! kamu ini.. masa ajarin ngomong gitu sih.. bikin rusak anak tante aja” Bisa-bisanya Anisa ngomong gitu, padahal dia lah yang lebih sering memperdengarkan omongan vulgar ke Windy, bahkan memperlihatkan mamanya bersetubuh didepan anaknya.

“Biarin tante.. kan Jaka yang sekarang jadi Papanya..”

“Dasar kamu.. Papa baru kamu cabul banget tuh Windy.. Hihi”


Untung saja Windy tidak langsung bisa mengatakan hal-hal yang baru saja diajarkan Jaka. Tapi usianya akan terus bertambah, bisa saja beberapa waktu ke depan Windy yang semakin terbiasa mendengar hal-hal cabul mulai bisa mengucapkannya. Ntah perkataan apa yang bisa diucapkan Windy setelah ini. Terlebih Anisa sampai saat ini masih sering memperlihatkan mamanya sedang bersetubuh dan memperdengarkan kata-kata vulgar ke Windy.


“Kalau gitu Jaka juga boleh dong manggil tante Mama atau sebut Anisa aja? Hehe”

“Huh, dasar kamunya gak mau kalah.. iya-iya, suka-suka kamu deh”


“Hehe.. Anisa, kita ngentot lagi yuk..” pinta Jaka cabul tanpa sungkan-sungkan lagi. Niko sendiri merasa aneh mamanya dipanggil hanya dengan nama begitu oleh temannya.

“Hah? Belum puas apa kamu?”


“Belum.. hehe..”

“Huh dasar.. Niko.. kamu keluar dulu yah.. Mama sama Papa baru kamu mau lanjutin mesra-mesraan dulu, kayanya Papa baru kamu ini belum puas juga pejuin rahim Mama kamu, padahal kan udah hamil gini. Kamu tolong jaga Windy dulu yah..” kata Anisa mengambil Windy dari Jaka lalu menyerahkannya ke Niko.


“Kamu main ama kakak kamu dulu yah cayang.. masa liat mama ngentot terus sih.. ntar badan kamu bau peju lagi.. gak mau kan? hihi” kata Anisa ke bayinya. Mau tidak mau Niko akhirnya keluar juga meninggalkan mereka berdua bermesraan di dalam sana. Ya.. ibunya telah diambil Jaka seutuhnya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, walau perih tapi Niko tetap berusaha menikmatinya juga.


“Ma..” panggil Niko ke mamanya sebelum keluar menutup pintu.

“Ya sayang? Ada apa?”

“Besok ini Niko yang gantian hamilin Mama boleh yah Ma?” pinta Niko memelas. Anisa tersenyum mendengar permintaan anaknya itu. Sepertinya anaknya juga penasaran bagaimana rasanya menghamili ibu kandungnya sendiri, bagaimana rasanya membuat anak sekaligus adiknya dari rahim ibunya kandungnya itu.


“Iya.. boleh sayang.. boleh banget malah..” jawab Anisa lembut sambil tersenyum manis pada anaknya itu.

“Wah.. Makasih Ma..” Niko kegirangan mendengar persetujuan mamanya.

“Duh.. kayanya Mama bakal punya banyak anak deh habis ini.. hihihi” sambung Anisa bercanda disertai gelak tawa mereka.


TAM.. bentar!! mari mundur sedikit ke belakang...


……….


“…….Jadi sekarang istrimu ini milik Jaka dan akan mengandung anaknya, begitu kan Pa perjanjiannya?”


“Sudah selesai Pa ngomongnya? Mama mau lanjutkan bermain dengan Jaka dan Niko, apa papa masih mau lihat?”

Anisa melihat suaminya itu masih saja tertunduk bersimpuh di sana.


“Ups.. sepertinya tidak yah? Ya sudah.. sampai nanti Pa” kata Anisa beranjak dari sana berbalik dari hadapan suaminya. Air mata Anisa jatuh dengan derasnya. Kenapa Pa? kenapa tidak kau coba selamatkan aku sekali lagi?


Tarik aku Pa!! tarik!! Sebelum aku berjalan lebih jauh darimu dan menghilang dari balik tembok itu..!! Batin Anisa sambil terus berjalan menjauh berharap suaminya memanggilnya. Tapi kenapa? Kenapa kau masih saja diam di sana menatap lantai!! Kau pikir ini betul-betul sudah terlambat!? Aku kecewa padamu… Panji ternyata benar-benar tidak memahami suara hati istrinya itu.



Anisa terus berjalan hingga akhirnya hilang dari pandangan suaminya. Panji benar-benar membuang kesempatan terakhirnya, membiarkan istrinya yang masih berharap terus berlalu dan hilang dari hadapannya. Ya.. kerena setelah detik itu semuanya benar-benar sudah terlambat. Setelah detik itu dia benar-benar kehilangan orang-orang terkasihnya, untuk selamanya.


TAMAT



Baca Chapter sebelumnya di link di bawah ini

CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal
CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 2
CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 3
CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 4
CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 5
CERBUNG | Anisa Ibu Yang Nakal 6

Komentar