Langsung ke konten utama

Cerita Seks Sedarah | Gara-Gara Sapi 3

Malam itu merupakan malam yang tak
terlupakan. Aku dan ibu selalu telanjang.
Rasanya kontolku dan memek ibu tak
pernah terpuaskan. Hingga akhirnya
tertidur. Jam sepuluh aku bangun. Ayah
datang. Kukatakan ibu masih tidur. Ayah
ke kamarnya, lalu menyadari ibu tidur di
ranjangku. Saat ia ke kamarku, hanya
kaki ibu yang tertutupi selimut hingga
kami bisa lihat tubuh telanjang ibu yang
sedang tidur. Ayah tampaknya menyadari
apa yang terjadi dan sebelum ia bicara
kuajak ayah keluar dan mengingatkan
janjinya bahwa ia akan membiarkan apa
pun yang terjadi.
“Apa yang ayah harapkan saat ayah
tidur dengan adiknya?”
“Meski begitu. Kamu tetaplah anaknya.
Ya tuhan!”
“Memang. Ia tak menerimanya. Jadi ku
…”
“Kau apa?”
“Ayah tahu kan…”
“Kau perkosa ibumu? Ibu kandungmu
sendiri?”
“Sudah kubilang aku menyukai ibu. Dan
lagi ayah malah ngentot adik ipar
sendiri.”
“Tetap saja…”
“Yah. Ayah takkan menggangu milikku
dan aku takkan mengganggu milikmu.
Juju tahu ayah tak terangsang oleh ibu.
Aku cinta ibu seperti ayah cinta bibi. Jadi
gini saja. Tutup mulut ayah dan aku juga
akan tutup mulut. Ibu memang istrimu,
tapi seperti bibi dan ayah, ibu milikku.
Jadi jangan merusak segalanya!”
“Tapi dia ibumu. Belum tentu dia
setuju?”
“Ibu tetaplah wanita. Dan wanita mana
yang menoleransi suaminya ngentot
adiknya?”
“Ya tapi dia yang memulainya.”
“Dialah yang ayah sakiti. Dia sangat
percaya ayah sementara ayah …”
Ayah terdiam.
“Istri yang tersakiti sangatlah rentan.
Dan juju ada selalu ada di sisi ibu. Juju
memang anak ibu, tapi juju juga lelaki.”
“Lalu dia percaya padamu? Pelacur
itu!”
“Tidak. Ibu masih percaya pada ayah.
Tapi ayah tak ada. Jadinya aku yang
ada.”
“Ia takkan rela dientot.”
“Akankah ayah lihat ia telanjang di
ranjangku pagi ini jika ibu tak mau
dientot?
Ayah terlihat bingung.
“Kupaksa ibu hanya saat yang
pertama.”
“Apa maksudmu? Kau entot lebih dari
sekali?
“Ayah tak perlu tahu.”
“Pelacur itu!”
“Ayah. Yang ibu lakukang tak jauh beda
dengan ayah!
Ayah masih terlihat marah.
“Ini tak adil. Ayah selingkuh tapi saat
istri ayah juga mengikuti ayah malah
marah. Apa yang ayah harapkan saat
ayah meniggalkan ibu dan ngentot orang
lain? Tiap orang punya perasaan dan
nafsu!”
Ayah gelisah. Lalu ia berteriak.
“Ke neraka saja kau dan pelacur itu!”
Ayah lalu ke kamarnya, kuikuti. Lalu ayah
keluar dan ke kamarku. Ibu terbangun,
mungkin karena keributan tadi. Ibu lalu
menyadari posisinya lalu bangun dan
menutup tubuh telanjangnnya dengan
selimut. Ayah melihatnya.
“Dasar pelacur. Kau tidur dengan
anakmu sendiri? Beraninya kau!”
Ayah mencoba memukul ibu, tapi
kuhentikan.
“Jangan yah!”
Ibu ketakutan dan mulai menangis. Ayah
melihat ibu dengan penuh kebencian dan
berlalu. Ibu bangun dan meminta maaf.
Ibu lalu melihatku dan terus menangis
saat kupeluk ibu. Kutenangkan ibu. Lalu
ayah kembali dan melihat kami. Ibu
kembali bicara.
“Hentikan dia. Aku ingin bicara!”
“Tidak bu. Ia sedang tak mood bicara.”
“Hentikan dia. Aku ingin meminta
maaf!”
“Ibu tak perlu meminta maaf.”
“Tidak. Aku telah bersalah!”
Ucapan itu menyakitkanku. Kulempar ibu
ke ranjang. Kulepas dan kulempar
selimut yang menutupi tubuhnya. Aku
bersandar padanya. Kuelus memeknya
dan kumasukan jariku.
“Akulah yang memuaskan ibu semalam
saat suami ibu sibuk ngentot adikmu.
Akulah yang menemani ibu dan melayani
hasrat ibu. Ibu tak bersalah. Kulakukan
semuanya demi ibu cintaku.”
Kucabut jariku lalu mandi dan pergi ke
luar rumah. Ibu masih di ranjang saat
aku pergi. Di kebun kulihat ayah sedang
mengurus perkebunan. Ia melihatku saat
ia bicara pada para pekerja. Setelah
beberapa saat, para pekerja pergi dan
hanya tinggal aku dan ayah.
“Kukira kau sibuk ngentot dia.”
“Tentu tidak. Lebih baik istirahat
dulu.”
“Tak pernah menyangka ibumu akan
membiarkanmu me … “
“Aku juga tak pernah menyangka.
Kurasa ia juga punya nafsu!”
“Oh tuhan. Dia punya seseorang yang
bisa mengurusnya.
Ayah berkata sakrasme. Aku diam saja.
“Ibumu masih menangis?”
“Saat aku pergi sih iya.”
Kami kerja lagi. Siangnya bibi mengirim
makanan untuk ayah. Jadi aku pulang
sendirian. Ibu masih tak mau bicara
sampai kami mau makan.
“Ayahmu tak pulang?”
“Tidak. Bibi mengirim makanan.”
“Ia mencoba segala cara agar bisa
memiliki suamiku. Iya kan?”
“Ia memang sudah memiliki suamimu
bu.”
Ibu makan sambil diam.
“Apa makanannya dibawa olehnya
sendiri?”
“Ya.”
“Maaf tadi ibu telah berkata kasar pada
juju!”
“Gak apa – apa bu”
“Apa juju marah sama ibu?”
“Tentu tidak.”
Selesai makan, kami semua membereskan
meja makan. Saat aku akan pergi, ibu
menyuruh menunggu untuk makanan
lainnya.
“Makanan lain apa bu?”
“Ini.”
Ibu merentangkan tangannya. Aku sih
sebenernya masih marah tapi aku juga
terangsang. Ibu membuka dasternya dan
kubuka cd dan bhnya. Lalu kami ke kamar
ibu dan ngentot lagi. Setelah selesai, aku
pun santai sambil tiduran. Ibu melirik
dan tersenyum padaku.
“Mungkin ayahmu takkan dapat
makanan ini.”
“Tentu tidak. Anak perempuannya
membawakan dia makanan. Jadi dia
takkan dapat makanan ini kecuali …”
“Kecuali apa?”
“Kecuali ayah ngentot dia juga.”
“Dasar kau aneh. Dia masih 5 tahun.”
“Tapi punya lubang juga kan.”
“Kau ngentot ibumu bukan berarti
seluruh desa juga kacau.”
“Jika dia bisa ngentot adikmu, dia juga
bisa memberi pelajaran pada anak itu.”
Ibu terdiam.
“Kenapa kau mencabut selimut tadi pagi
jika takkan ngentot ibu?
“Untuk meyakinkan ibu siapa bos di
sini!”
“Juju pikir ibu tak tahu hal itu? Coba
beritahu ibu, ibu telanjang di ranjang
anak sendiri saat suami ibu datang. Apa
tak ada yang lebih memalukan dari pada
itu? Coba apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan memanggil anakku dan
memintannya mengentotku dihadapan
dia!”
“Wah … wah … mudah dikatakan …
susah dilakukan …”
“Setidaknya sekarang dia tahu siapa
suamimu yang sebenarnya. Dan aku tak
perlu bilang apa – apa!”
“Dasar lelaki. Bangga saat mereka bisa
menaklukan memek ibunya!”
“Menaklukan memek ibu adalah hal yang
paling sulit. Impian terindah seorang
pria adalah melihat ibunya bangun
disertai sperma yang menyucur dari
memeknya!”
“Seperti sekarang. Mungkin kau harus
pergi. Kita tak mau ayahmu marah
lagi!”
“Ia mungkin sudah menyangkanya. Tapi
lebih baik aku pergi.”
Aku bangkit dan berpakaian. Ibu juga
bangkit dan mulai memakai cd dan bh nya.
“Kenapa ibu melakukan ini dengan
juju ?”
“Melakukan apa?”
“Ngentot!”
“Ibu kan mesti menyenangkan pria ibu.
Ada banyak gangguan di luar sana.”
“Jadi ibu anggap aku sebagai pria
ibu?”
“Kau tak berlaku seperti anakku… jadi
…”
“Lalu cium priamu sebelum dia pergi.”
Saat aku akan beranjak, aku ditahan ibu.
Lalu dia menciumku dan kubalas. Kami
berciuman. Lalu aku pergi. Aku ke kebun
tapi ayah tahu aku agak telat. Lalu aku
kerja dan beberapa saat kemudian aku
dan ayah ngobrol.
“Sepertinya kau beruntung siang ini!”
“Kukatakan ayah dapat makanan dari
bibi”
“Kau cepat memanfaatkan situasi
ya!”
“Juju juga punya cara sendiri!”
Ayah membereskan pekerjaan sore itu
dan sikapnya tak lagi sama dengan saat
tadi pagi. Setelah selesai ayah pulang ke
rumah dan mulai bicara pada ibu. Saat
kami mau makan, anak perempuan bibi
datang. Mungkin disuruh bibi mematai –
matai ayah. Kami mengajak anak
perempuan bibi makan bersama. Setelah
makan, aku dan ayah keluar.
“Mungkin ayah harus pergi!”
“Tapi ibumu takkan suka!”
“Ya, tapi ayah hanya punya waktu
sampai akhir minggu untuk bersama
bibi!”
“Ibumu pasti marah!”
“Sekarang ibu tahu. Takkan ada
bedanya. Ibu bakal normal lagi minggu
depan saat ayah pulang!”
“Sepertinya kau lebih suka ayah
pergi!”
Aku lalu mendekat dan berbisik.
“Juju telah kerja keras belakang ini
agar ibu mau sama juju. Jika ayah
tinggal, usaha juju sia – sia. Ayah
beruntung bisa mendapatkan ibu dan bibi.
Sedangkan juju hanya ingin ibu. Beri
kami seminggu yah. Setelah ayah pulang,
kita tahu ibu bakal kembali pada ayah.
Sampai hari itu setidaknya beri juju
kesempatan!”
“Menarik mendengarmu ingin tidur
dengan istri ayah!”
“Karena aku ingin terus terang di
hadapan ayah.”
“Ok. Ayah tak ingin tahu lagi. Ayah
hanya berpikir ayah meninggalkan istri
ayah sendirian dengan anak ayah.”
“Terimakasih.”
Setelah itu kami berdua masuk rumah.
Ayah bilang ke ibu dia akan pergi ke
rumah bibi. Ibu tak bicara sepatah kata
pun. Setelah ayah pergi, ibu menangis.
“Dia baik – baik saja sampai wanita itu
datang.”
Aku tetap diam.
“Ia bahkan bilang ia akan tidur bersama
ibu.”
“Kusuruh ayah pergi, bu!”
“Kenapa? Bukankah ibu kasih apa yang
juju mau?”
“Ayah hanya punya waktu minggu ini
untuk tidur dengan bibi. Dan juju juga
butuh waktu berdua dengan ibu!”
“Lalu kenapa mesti berubah jika ayahmu
dengan ibu?”
“Karena ibu pasti tidur dengan ayah!”
“Dia suami ibu. Ibu miliknya dan ibu
telah tidur selama 20 tahun
dengannya!”
“Itulah kenapa juju suruh ayah pergi ke
mana pun ayah suka!”
“Juju bilang ke suami ibu agar pergi
meniduri ibu dan dia setuju?”
“Jika ingin tentu dia takkan pergi.”
“Tidak. Ibu tak percaya sama juju!”
“Hadapi saja bu. Ayah tak suka ngentot
ibu. Ia ngobrol dengan ibu karena tadi
pagi ayah marah. Setelah itu ayah
pergi.”
“Tapi dia janji akan bersamaku malam
ini!”
“Sekarang ibu tahu kekuatan anakmu!
Jujulah yang menyuruh ayah pergi lalu
ayah pergi!”
“Tak ada suami yang akan pergi untuk
bersenang – senang dengan yang lain!”
“Suamimu lakukan itu!”
Ibu terdiam.
“Bu, tak ada gunanya kembali ke ayah.
Juju tahu hubungan ibu telah sangat
lama sekarang jaraknya semakin lebar.
Ibu mesti move on dan mencari hal baru.
Jika ibu terus – terusan melihat ke
belakang, ibu bakal tersakiti! Tataplah
masa depan. Kita memang ibu dan anak.
Zaman ayah di rumah ini sudah selesai.
Sekarang zamanku. Tapi ibu takkan
berubah. Ibu tetaplah satu – satunya
wanita di rumah ini. Ibu memang ibuku
tapi aku akan lebih bertanggung jawab
pada ibu. Ibu mesti membuat ranjang
ayah tetap hangat! Sekarang aku yang
mengambil tempat ayah jadi ibu mesti
mengurus agar aku dan ranjangku tetap
hangat!”
“Bagaimana kau bisa bicara begitu pada
ibumu?”
“Aku hanya menyampaikan kenyataan.
Saat ibu ribut dengan ayah, datanglah
padaku dan beri aku ‘makanan’ itu.
Tapi saat ayah datang dan bermanis –
manis pada ibu, ibu ada di belakangnya
dan kita jadi ibu dan anak lagi!”
“Dia suamiku. Apalagi yang bisa
kuperbuat?”
“Itulah kenapa ayah memanfaatkan
ibu. Apa ibu tak menyadarinya?”
“Mungkin. Tapi aku istrinya!”
Aku menggeleng.
“Apapun, ibu bakal tetap bicara hal
yang sama! Jika ayah memang suami
yang baik, bilang agar dia datang dan
menyelamatkan ibu.”
Lalu kulepaskan dasternya. Ibu berdiri
tanpa emosi saat aku ternganga melihat
dadanya. Lalu kutatap matanya.
“Ayah takkan datang. Karena kusuruh
begitu. Karena ayah sibuk ngetot adik ibu
tersayang. Hadapi saja. Jujulah satu –
satunya buat ibu. Jujulah yang akan
melindungi ibu dan akulah satu – satunya
yang menjarah ibu. Ayah hanya suami ibu
di depan orang – orang.
Aku terdiam sesaat.
“Juju mencoba agar ibu mengerti. Juju
mencoba agar ibu nyaman dan bahagia
dengan juju. Tapi ibu lebih suka dipaksa.
Dan itulah yang akan juju lakukan!”
Lalu kulepaskan celanaku dan
menunjukan kontolku pada ibu.
“Lihat ini bu. Inilah untuk ibu untuk
selamanya. Sekarang berlututlah dan
hisap kontol anakmu!”
Ibu terkejut mendengarnya tapi aku
tetap kukuh dan berteriak.
“SINI! SEKARANG!”
Ibu lalu mendekat dan berlutut. Lalu
kumasukan kontolku ke mulut ibu.
“Aku ingin ibu sebagai kekasihku. Tapi
akan kujadikan ibu sebagai pelacurku!
Sekarang hisap!”
Ibu mulai menghisap kontolku pelan.
Rasanya sungguh nikmat. Tak pernah
kusangka aku akan disepong ibuku. Aku
sungguh menikmati setiap momennya.
Kumulai ngentot mulut ibu hingga
akhirnya keluar di mulutnya.
Setelah keluar, aku ke kamar mandi dan
kencing. Ibu menyusul dan membersihkan
mulutnya. Setelah selesai, ibu pergi ke
kamarnya. Aku datang saat ibu akan
memakai daster. Ibu lalu berbicara.
“Kau akan tidur denganku.”
“Telanjang! Buka pakaian ibu dan ke
kamarku telanjang!”
Lalu kupakai kembali celanaku dan pergi
ke kamarku. Beberapa menit kemudian ibu
datang telangjang. Lalu ibu menutup
pintu, berbaring dan memakai selimut.
Lalu kelebarkan paha ibu dan kuentot dia.
Kukeluarkan spermaku di memek ibu. Ibu
bangkit, ke kamar mandi dan kembali lagi
lalu tidur.
Esoknya aku bangung saat ayah datang
dan ibu terkejut melihatnya dan mulai
menutupi tubuhnya.
“Taka pa – apa!”
Ayah tenang saja saat dia lihat istrinya
telanjang lagi di ranjang anaknya lalu ke
kamarnya sendiri. Ibu mencoba bangkit
lalu menyadari pakaiannya ada di
kamarnya.
“Mau sarapan?”
Ibu bertanya sambil tetap berbaring di
ranjang. Ayah bilang mau. Jadi ibu
bangkit sambil menutupi badan dengan
selimut dan ke kamarnya. Aku tersenyum
melihatnya. Lalu aku ke kamar mandi.
Setelah keluar, kulihat ayah sedang
sarapan ditemani ibu. Mereka berdua
duduk dalam diam. Aku ingin
mempermalukan ibu lagi dan menunjukan
siapa bosnya. Jadi kupanggil ibu lalu
bicara pada ayah.
“Permisi yah! Juju ingin sarapan di
ranjang.”
Ibu melihat ayah sambil curiga.
“Silakan saja. Lagian ayah juga udah
makannya dan mau pergi lagi!”
Kupanggil lagi ibu agar datang
sementara ayah hanya melihat. Lalu
bicara pada ayah.
“Tidakkah kau katakan sesuatu saat
dia meminta istrimu ke ranjangnya?”
Ibu mencemooh ayah.
“Kenapa harus kuhentikan pelacur yang
telanjang tanpa malu di ranjangnya?”
“Jadi ini salahku! Kamu dan anakmu tak
ada urusannya.”
“Bahkan jika dia mendekatimu,
dimanakah rasa malumu?”
“Dimanakah rasa maluku? Saat
diperkosa disitulah rasa maluku! Kau
seharusnya melindungiku. Dimana kamu
saat anakmu memaksaku menanggalkan
pakaian dan memperkosaku? Kau malah
senang – senang dengan pelacurmu.
Rasa maluku hilang saat suamiku tak
datang untuk melindungiku! Anakku
menelanjangiku dan menantangku agar
aku meminta suamiku menyelamatkanku!
Tapi kamu sibuk di ranjang orang lain!”
Ibu menangis. Ayah menatapku. Aku
tetap diam. Ibu kembali bicara.
“Kau melakukan semuanya dan malah
menyalahkanku! Kau ngentoto pelacur
itu dan tak peduli pada istrimu sendiri?”
“Pelacur itu melayaniku lebihbaik
dibanding kamu!”
Ayah marah. Ibu berteriak.
“LALU PERGILAH KE PELACUR ITU!”
“Iya. Lebih baik tinggal sana daripada di
lubang neraka ini!”
Ibu terkejut. Ayah melanjutkan.
“Kau tahu? Kau berhak apapun yang
juju lakukan. Aku bahkan akan
menyemangati juju saat ia
memperkosamu di depanku dan aku
takkan menyelamatkmu.
Ayah ke wastafel mencuci tangannya.
Itulah yang ingin kudengar. Sebelum ibu
bicara lagi kudekati ibu dari belakang dan
dan kuangkat ibu sambil bicara ke ayah.
“Itulah yang ingin juju dengar, yah!”
Kuangkat ibu ke ranjangnya. Ibu teriak
agar meninggalkannya sendiri. Ibu
meminta ayah agar menolongnya tapi ku
kubawa ibu ke ranjang lalu ku tutup
pintu. Setelah itu ibu tak protes dan
mengangkat dasternya. Kubuka cdnya
dan kuentot ibu.
Duapuluh menit kemudian kubuka pintu
kamar dan keluar. Ayah masih dirumah.
Aku tak berharap ayah masih ada tapi
aku senang ngentot istrinya saat ayah
ada dirumah. Sebelum ayah pergi dia
menunjuk ibu dan bilang bahwa ibu
pelacur dan pantas mendapat itu. Aku
lalu berpakaian dan pergi ke ladang.
-- Bersambung --

Komentar