Langsung ke konten utama

Cerita Seks - Demi Kebaikan Putraku

Arisan ibu-ibu selalu saja memiliki gosip
yang berbagai ragam. Mulai
dari gosip berlian, gosip hutan piutang,
bahkan gosip seks. Kali ini
aku terkejut sekali, ketika seorang
teman membisikkan padaku, kalau
Ibu Wira itu, suka rumput muda. Justru
yang dia sukai adalah laki-
laki belasan tahun. Rasany aku kurang
percaya. Ap ia? Bu Wira yang
sudah berusia lebih 50 tahunmasih doyan
laki-laki belasan tahun?
“Woalaaah…Bu Tuty masya enggak
percaya sih?” kata Bu Lina lagi.
Aku sudah janda hampir 10 tahun, sejak
perkawinan suamiku dengann
istri mudanya. Aku tak nuntut apa-apa,
keculi Julius putra tunggalku
harus bersamaku dan rumah yang kami
benagun bersama, menjadi
milikku. Aku sakit hati sekali sebenarnya.
Justru perkawinan
suamiku, karena katanya aku tidak bisa
melahirkan lagi, sejak
peranakanku diangkat, ketika aku
dinyatakan terkena tumor rahim.
Suamiku mengakui, kalau permainan
seksku masih sangat Ok. Dalam usia
37 tahun, aku masih keliahatan cantik
dan seksi.
“Lihat tuh, Bu Tuty. Matanya asyik
melirik anak bu Tuty terus tuh,”
kata Bu Salmah tetanggaku itu. Kini aku
jadi agak percaya, ketika
aku melihat dengan jelas, Bu Wira
mengedipkan matanya ke putra
tunggalku Julius. Rasanya aku mau
marah, kenapa Bu Wira mau
mengincar putraku yang masih berusia
hampir 15 tahun berkisar 12
hari lagi.
Sepulang dari arisan, aku sengaja
mendatangi tetangga yang lain dan
secara lembut menceritakan apa yang
diceritakan Bu Salmah kepadaku.
Tetanggaku itu tertawa cekikikan. Dari
ceritanya, suami bu Wira
sudah tak sanggup lagi, bahkan suaminya
sudah tahu kelakuannya itu.
Bu Wira memang suka burung muda, kata
mereka. Bahkan putra
tetanggaku titu pernah digarap oleh Bu
Wira. Karean malu ribut-
ribut, lagi pula anaknya yang sudah
berusia 18 tahun dibiarkan saja.
“Laki-laki kan enggak apa-apa bu.
Kalau anak perempuan, mungkin
perawannya bisa hilang. Kalau anak laki-
laki, siapa tahu perjakanya
hilang,” kata tetanggaku pula. Bulu
kudukku berdiri, mendengarkan
celoteh tetanggaku itu. Aku kurang puas
denga dua informasi itu. Aku
bertandang lagi ke tetanggaku yang lain
masih di kompleks
perumahan …..(Dirahasiakan) Indah.
Tetangku itu juga mengatakan,
kalau itu soal biasa sekarang ini.
Malamnya aku ngobrol-ngobrol dengan
putraku Julius. Julius
mengatakan, kalau Tante Wira sudah
mengodanya. Bahkan sekali pernah
menyalaminya dan mempermainkan jari
telunjuknya di telapak tangan
putraku. Pernah sekali juga, kata
putraku, Tante Wira mengelus
burung putraku dari balik celananya,
waktu putraku bermain ke rumah
Tante Wira.
Aku sangat terkejut sekali mendengar
pengakuan putraku Julius
menceritakan tingkah laku Bu Wira. Tapi
tetanggaku mengatakan, itu
sudah rahasia umum, dan kini masalah itu
sudah biasa. Bahkan
tetanggaku mengajakku untuk berburu
burung muda bersama-sama.
Malamnya aku tak bisa tidur. AKu sangat
takut, kalau putraku akan
menjadi korban dari ibu-ibu di kompleks
itu. Sudah sampai begitu?
Semua sudah menjadi rahasia umum dan
tak perlu dipermasalahkan?
Lamat-lamat aku memperhatikan
putraku. Trnyata dia memang ganteng
seperti ayahnya. Persis fotocopy
ayahnya. Walau masih 15 tahun,
tubuhnya tinggi dan atletis, sebagai
seorang pemain basket. Gila
juga pikirku.
Rasa takutku marah-marah kepada Bu
Wira, karean aku juga mungkin
pernah dia lihat berselingkuh dengan
teman sekantorku. Mungkin itu
akan jadi senjatanya untuk
menyerangku kembali, pikirku. Hingga
aku
harus menjaga anak laki-lakiku yang
tunggal, Julius.
Ketika Julius pergi naik sepeda mootr
untuk membeli sesuatu
keperluan sekolahnya, aku memasuki
kamarnya. Aku melihat majalah-
majalah porno luar negeri terletak di
atas mejanya. Ketika aku
menghidupkan VCD, aku terkejut pula,
melihat film porno yang
terputar. Dalam hatiku, aku haru
semnyelamatkan putraku yang tunggal
ini.
Sepulangnya dari toko, aku mengajaknya
ngobrol dari hati ke hati.
“Kamu kan sudah dewasa, nak. Mami
tidak marah lho, tapi kamu harus
jawab sejujurnya. Dari mana kamu
dapat majalah-majalah porno dan CD
porno itu,” kataku. Julius tertunduk.
Lalu menjawab dengan tenang
dan malu-malu kalau itu dia peroleh dari
teman-temannya di sekolah.
“Mama marah?” dia bertanya. AKu
menggelengkan kepalaku, karena sejak
awal aku mengatakan, aku tidak akan
marah, asal dijawab dengan
jujur. AKu harus menjadikan putra
tunggalku ini menjadi teman, agar
semuanya terbuka.
“Kamu sudah pernah gituan sama
perempuan?” tanyaku.
“Maksud mami?”
“Apa kamu sudah pernah bersetubuh
dengan perempuan?” tanyaku lagi.
Menurutnya secara jujur dia kepingin
melakukan itu, tapi dia belum
berani. Yang mengejutkan aku, katanya,
minggu depan dia diajak kawan-
kawannya ke lokalisasi PSK, untuk cari
pengalaman kedewasaan. Aku
langsung melarangnya secara lembut
sebagai dua orang sahabat. Aku
menceritakan bagaimana bahaya
penyakit kelamin bahkan HIV-AIDS. Jika
sudah terkena itu, maka kiamatlah sudah
hidup dan kehidupannya.
“Teman-teman Julius, kok enggak kena
HIV, MI? Padahal menurut
mereka, merekaitu sudah berkali-kali
melakukannya?’ kata putraku
pula. Ya ampun….begitu mudahnya
sekarang untuk melakukan hal
sedemikian, batinku.
“Pokoknya kami tidak boleh pergi. Kalau
kamu pergi, Mami akan mati
gantung diri,” ancamku.
“Tapi Mi?”
“Tapi apa?”
“Julius akan kepingin juga. Katanya
nikmat sekali Mi. Lalu bagaimana
dong? Julius kepingin Mi. Katanya kalau
belum pernah gituan, berarti
belum laki-laki dewasa, Mi?” putraku
merengek dan sangat terbuka.
Aku merangkul putraku itu. Kuciumi
keningnya dan pipinya denga penuh
kasih sayang. Aku tak ingin anakku
hancur karean PSK dan
dipermainkan oleh ibu-ibu atau tante
girang yang sering kudengar,
bahkan oleh Bu Wira yang tua bangka itu.
Tanpa terasa airmataku menetes, saat
aku menciumi pipi putraku. Aku
memeluknya erat-erat. Aku akan gagal
mendidiknya, jika anakku semata
wayang ini terbawa arus teman-
temannya ke PSK sana.
“Kamu benar-benar merasakannya,
sayang?” bisikku.
“Iya Mi,” katanya lemah. Aku
merasakan desahan nafasnya di
telingaku.
Yah…malam ini kita akan melakukannya
sayang. Asal kamu janji,
tidak mengikuti teman-temanmu mencari
PSK, kataku tegas.
“Berarti aku sama dengan Tony dong,
Mi?”
“Tony? Siapa Tony?” tanyaku ingin
tahu, kenapa dia menyamakan
dirinya dengan Tony. Menurut cerita
Julius putraku, Tony juga
dilarang mamanya mengikuti teman-
temannya pergi mencari PSK, walau
Tony sudah sempat juga pergi tiga kali
bersama teman-teman
sekelasnya. Untuk itu, secara diam-diam
Tony dan mamanya melakukan
persetubuhan. Katanya, Tony memakai
kondom, agar mamanya tidak
hamil. Aku terkejut juga mendengarnya.
“Kamu tidak perlu memakai kondom,
sayang. Mami yakin, kalau mami
tidak akan hamil,” kataku
meyakinkannya. Seusai makan malam,
Julius
tak sabaran meminta agar kami
melakukannya. AKu melihat keinginan
putra begitu mengebu-gebu. Mungkin dia
sudah pengalaman melihat CD
Porno dan majalah porno pikirku. AKu
secepatnya ke kamar mandi
mencuci paginaku dan membuka BH dan
CD ku. AKu memakai daster miniku
yang tipis. Di kamar mandi aku menyisiri
rambutku serapi mungkin dan
menyemprotkan parfum ke bagian-
bagian tubuhku. Aku ingin, putraku
mendapatkan yang terbaik dariku, agar
dia tidak lari ke PSK atau
tante girang. Putraku harus selamat.
Ini satu-satunya cara, karea
nampaknya dia sudah sulit dicegah,
pengaruh teman-temannya yang
kuat. Jiwanya sedang labil-labilnya,
sebagai seorang yang mengalami
puberitas.
Begitu aku keluar dari kamar mandi,
putraku sudah menanti di kamar.
Dia kelihatan bingung melihat
penampilanku malam ini. Tidak seperti
biasanya.
“Kamu sudah siap sayang,” kataku.
Putraku mengangguk. Kudekati dia.
Kubuka satu persatu pakaiannya. Kini dai
telanjang bulat. AKua
melapaskan dasterku. Aku juga sudah
telanjang bulat. Aku melihat
putraku melotot mengamati tubuhku
yang telanjang. Mungkin dia belum
pernah melihat perempuan telanjang
sepertiku di hadapannya. Aku
duduk di tempat tidur. Kutarik
tangannya agar berdiri di sela-sela
kedua kakiku. Aku peluk dia. Aku kecip
bibirnya dengan mesara.
Pantatnya kusapu-sapu dengan lembut,
juga punggungnya. Dengan cepat
terasa burungnya bergerak-gerak di
perutku. Kujilati lehernya. dia
mendesah kenikmatan. Liodahku terus
bermain di pentil teteknya. Lalu
menjalar ke ketiaknya dan sisi perutnya.
Aku merasakan tangan anakku
mulai memagang kepalaku.
Kuperintahkan dia untuk duduk di
pangkal
pahaku. Kini dia duduk di pangkal pahaku,
dengan kedua kakinya
bertumpu ke pinggir tempat tidur. Tiba-
tiba aku merebahkan diriku ke
tempat tidur. dia sudah berada di atasku.
Kuminta agar dia
mengisap puting susuku. Mulutnya mulai
beraksi. Sementara burungnya
terasa semakin keras pada rambut
paginaku. Dengan cepat pula,
kurebahkan dirinya. Kini aku yang balik
menyerangnya. Kujilati
sekujur tubuhnya. Batang burungnya,
telur yang menggantung di
pangkal burungnya. Ku kulum burungnya
dan kupermainkan lidahku pada
burung itu.
“Mami…geli,” putraku mendesah.
“Tapi enakkan, wayang,” tanyaku.
“Enak sekali Mi,” katanya. Aku
meneruskan kocokanku pada burungnya.
Dia menggelinjang-gelinjang.
Kuteruskan kucokanku. Kedua kakinya
menjepit kepalaku dan…croot.croot
.crooooooot! Spermanya keluar.
Kutelan sepermanya dan kujilati
batangnya agar spermanya tak
tersisa. Aku senagaja memperlihatkann
ya kepadanya.
Kini dia menjadi lemas. Terlalu cepat dia
keluar. Mungkin sebagai
pemula, dia tak mampu mengontrol diri.
Kuselimuti dirinya. 20 menit
kemudian, setelah nafasnya normal, aku
memberinya air minum segelas.
Lalu aku membimbingnya ke kamar mandi
untuk membersihkan diri.
Kusabuni burungnya dan kulap pakai
handuk. Kini kami sudah terbaring
berdua di tempat tidur.
“Enak sayang?” tanyaku. Dia
menagngguk.
“Tapi Mi, kita kan belum begituan.
Katanya kalau begituan, burung
Julius masuk ke lubang mem*k Mami,”
katanya polos. Aku menganguk.
Kamu harus segar dulu. Nanti kita ulangi
lagi. Nanti kamu boleh
memasukkannya ke lubang Mami, kataku.
“Kenapa nanti Mi? Kenapa tidak
sekarang?” dia mendesak.
Dia sudah begitu menginginkannya
pikirku. Langsung kulumat bibirnya.
Kujulurkan lidahku ke dala mulutnya. Dia
langsung meresponsnya. Kini
dia berganti memberikan lidahnya
padaku. Aku mengemutnya dengan
lembut. Tanganku terus membelai-belai
tubuhnya dan burungnya kuelus-
elus. Sebentar saja burung itu bangkit.
“Naiki Mami, sayang,” kataku. Dia naik
ke tubuhku.
“Masukkan,” pintaku. Dia mencari-cari
lubangku. Kuarahkan burungnya
dengan tanganku. Setelah burung itu
terasa di tengah bibir paginaku,
kuminta dia menekannya. Dia menakan
burungnya dan langsung masuk,
karean paginaku sudah basah. Aku
memang sudah sangat lama merindukan
ada burung memasuki paginaku. Setelah
terhenti 5 tahun
perselingkuhanku dengan seorang duda
teman sekantorku (sejak dia
pindah) aku tak pernah lagi selingkuh.
Burung yang besarnya cukup itu, terasa
sudah mengganjal di liang
paginaku. KUkangkangkan kedua kakiku.
Aku membiarkan burung itu
tenggelam di dalamnya. Tak lama
kemudian, aku merasakan putraku
sudah mulai menarik-cucuk burungnya.
Aku biarkan saja, walaupun
sebenarnya aku sudah agak gatal ingin
meresponsnya. Lama kelamaan,
aku tak tahan juga. Aku pun
meresponnya dengan hati-hati, seakan
aku
hanya melayaninya saja, bukan karean
kebutuhanku. Sambil memompa
burungnya, kuarahkan mulutnya untuk
mengisap-isap pentil payudaraku.
Dia melakukannya. AKu sudah melayang di
buatnya. Sudah lama sekali
aku tidak merasakan kenikmatan itu,
sementara usia yang 37 tahun,
masih membutuhkannya. Kujepit kedua
kakiku ke tubuh putraku. Aku
orgasme dengan cepat. Aku tidak
memperlihatkan, kalau aku sudah
orgasme. Perlahan-lahan aku tetap
meresponsnya, sampai aku normal
kembali.
“Jangan digenjot dulu, sayang. Mami
Capek. Isap saja tetek mami,
sayang,” pitaku. Aku tak ingin dia sudah
orgasme, sementara aku
masih jauh. Dia menjilati tetekku dan
mengisap-isapnya. Atas
permintaanku, sekali-sekali dia juga
menggigit putingku. Libidoku
bangkit. Aku mulai melayang. Aku mulai
menggoyang tubuhnya dari
bawah. Dia merespons dengan kemabli
menggejotku, menarik dan
mencucuk burungnya ke dalam liang
paginaku. Aku mendengar, suara
begitu becek pada paginaku. Aku sedikit
malu, karena selama ini, aku
sudah tidak merawat lagi paginaku. Tapi
dia semakin semangat
mengocokkan burungnya.
“Mami…aku sudah mau keluar nih…”
katanya. Saat itu aku juga
sudah mau muncrat. Aku percepat
goyanganku, agar aku lebih dulu
sampai pada puncak kenikmatan itu.
Dan…dia memelukku erat sekali.
Bahuku digigitnya dan sebelah tangannya
mencengkeram rambutku.
Ternyata kami bisa sama-sama sampai.
Aku masih mampu mengatur irama
permainan ini, pikirku.
Aku keringat dan putraku juga
berkeringat. Perlahan dia ku baringkan
ke sisiku dan aku menyelimuti tubuh kami
dengan selimut tipis,
sekaligus melap tubuh kami dari keringat.
Setelah 15 menit aku
bangkit dan meneguk segelas air putih.
Segelas kuberikan kepdanya.
Julius berjanji untuk merahasiakan ini
kepada siapa saja, termasuk
kepada teman dekatnya. Walau menurut
Julius, temannya sudah
berhubungan dengan beberapa wanita di
lokalisasi PSK, namun
behubungan dengan ibunya jauh lebih
nikmat. Aku juga memberi yang
terbaik buat putraku, demi keselamatan
hidupnya, terhidar dari PSK
dan tante giang.
Aku menyangupi, memberinya cara lain
bermain seks, seperti yang dia
lihat di CD porno dan majalah-majalah,
seperti doggystyle dan
sebagainya. Malam itu, Julius juga
bersumpah, tidak akan pergi
mencari PSK, walau pun teman-
temannya menuduhnya laki-laki Kuper
dan
ketinggalan zaman, karea dia sudah
mendapatkannya dariku dengan baik.
Sejak saat itu, kami selalu melakukannya
secara teratur, tidak
serampangan. Tenatu saja di tempat
tidur, di dapur, di sofa dan
tempat-tempat lai di rumah kami dengan
suasana yang indah. Bahkan
kami pernah juga melakukannya di hotel,
ketika kami wisata ke bogor.
Semua orang memuji kegantengan
putraku yang wajahnya imut-imut dan
manja itu.
Kini putraku sudah SMA, AKu sudah persis
40 tahun. Orang bilang aku
masih tetap cantik, karean aerobik.
Sebeanranya, selain aerobik, aku
juga melakukan hubungan seks yang
sangat terataur.

Komentar