Langsung ke konten utama

Haruskah TNI turun tangan tengahi konflik KPK vs Polri?

Merdeka.com - Perseteruan antara
Komisi Pemberantasan Korupsi dengan
Polri belum menampakkan tanda-tanda
akan berakhir. Malah keadaan sepertinya
memburuk dengan adanya penebaran
ancaman kepada sebagian pegawai
lembaga antirasuah itu.
Berawal dari penetapan Komisaris
Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai
tersangka, KPK terus menerus digempur
dengan berbagai masalah. Satu persatu
pimpinannya dilaporkan ke polisi. Salah
satu puncaknya adalah saat beberapa
penyidik Badan Reserse Kriminal Polri
menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang
Widjojanto, pada Jumat 23 Januari lalu.
Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan mengarahkan saksi memberikan
kesaksian palsu dalam sidang sengketa
pemilihan kepala daerah Kabupaten
Kotawaringin Barat di Mahkamah
Konstitusi lima tahun silam. Buntut
pertengkaran itu adalah adanya aksi
teror kepada KPK. Yang kena bukan cuma
penyidiknya, tapi juga meluas ke pegawai
biasa.
Bentuknya ancamannya macam-macam.
Mulai dari pesan pendek, telepon gelap,
dikuntit orang tidak dikenal, ancaman
lisan, fisik, hingga menakut-nakuti
dengan senjata api.
Hal itu diketahui dari kejadian di belakang
Kavling C1, sebutan Gedung KPK, pada
Selasa (10/2). Saat itu seorang pria
yang hendak menjemput keluarganya
bekerja di KPK diancam oleh beberapa
orang yang membawa senjata api.
Bambang mengatakan bentuk teror ini
melebihi dari perkiraan KPK. Sebelumnya
KPK memang sering diteror saat menyidik
kasus korupsi. Tetapi kali ini terasa lebih
berat.
"Menurut kami stadium ancamannya
sudah eskalatif sampai berkaitan dengan
urusan nyawa. Ancaman seperti ini
memang sudah sering terjadi tapi harus
diberi konteks bahwa ini rangkaian
proses, ada suatu situasi yang begitu
sistematis yang terjadi," kata Bambang.
Pendapat lain diutarakan oleh mantan
Panglima Tentara Nasional Indonesia,
Jenderal (Purnawirawan) Endriartono
Sutarto. Dia mengakui ternyata konflik
KPK-Polri kali ini lebih ruwet dan butuh
cara berbeda buat menyelesaikannya.
"Yang saya lihat situasi sekarang
memang lebih kompleks. Lebih berat,
sehingga apakah langkah-langkah yang
kita lakukan waktu itu masih valid atau
tidak," kata mantan Kepala Staf
Angkatan Darat saat melawat ke Gedung
KPK.
Endriartono menyatakan KPK memang
harus diselamatkan. Bahkan dia tidak
menampik TNI bisa ikut menengahi
perseteruan itu asalkan memang
diperintahkan oleh pemimpin tertinggi
saat ini, Presiden Joko Widodo.
Menurut Endriartono, pengerahan
kekuatan TNI dalam menengahi konflik
lembaga negara tidak bisa tergesa-gesa
dilakukan. Tetapi menurut dia bila hal itu
terpaksa mesti dilakukan, maka yang
bisa memerintahkannya hanya Presiden
Jokowi.
"Lebih baik TNI dikerahkan melalui
institusi presiden. Oleh karena itu
biarkan presiden mengambil keputusan
apa yang harus dilakukan sesuai
kapasitas beliau. Lalu kalau harus
mengerahkan TNI juga harus atas
perintah beliau," ujar mantan Komandan
Pasukan Pengamanan Presiden itu.
Menurut Endriartono, TNI pasti akan
menjalankan perintah Presiden Jokowi
bila hal itu memang diminta. Meski begitu,
dia mengakui sebenarnya tidak bisa
dibenarkan kekuatan militer ikut campur
dalam penanganan konflik antarlembaga.
Tetapi dia meyakini sampai saat ini hal itu
belum perlu dilakukan.
"Dalam aturan memang tidak dibenarkan.
Tapi kalau Presiden kemudian yang
memerintahkan maka itu harus
dilakukan, dan saya percaya ini situasi
belum mengharuskan turunnya TNI,"
ucap Endriartono.

Komentar