Langsung ke konten utama

Aktivis cabuli adik asuhnya di hotel dan gereja

Share
0
Tweet
Send
Share
Merdeka.com - Sering diancam, CC (12),
siswi kelas VII di salah satu SMP Swasta
di Surabaya, Jawa Timur terpaksa
menyerahkan kehormatannya kepada
kakak asuhnya, seorang aktivis gereja di
wilayah Surabaya Timur, Fenny Hanns
Paays (28), warga Jalan Pogot. Tak
urung, akibat perbuatannya itu, Hanns
harus berurusan dengan anggota Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
Polrestabes Surabaya.
Menurut Kanit PPA Polrestabes
Surabaya, AKP Imaculata Sherly
Mayangsari, perbuatan cabul yang
dilakukan tersangka terhadap korban
terjadi sejak Oktober hingga Desember
2014 lalu.
"Pelaku sudah tiga kali mencabuli korban,
tapi pengakuannya hanya sekali," kata
Imaculata di Mapolrestabes Surabaya di
dampingi Kasubag Humas Kompol
Wijanarko.
Gilanya lagi, perbuatan tak senonoh yang
dilakukan tersangka itu dilakukan di
gereja tempat keduanya beribadah.
"Perbuatan itu dilakukan di hotel satu
kali, kemudian dua kali di gereja tempat
tersangka dan korban beribadah," lanjut
dia.
Polwan tiga balok ini menceritakan,
perkenalan tersangka dan korban ini
sendiri, ketika keduanya menjadi
anggota komunitas di salah satu gereja
di Surabaya Timur. "Tersangka sendiri,
menjadi pengurus perkumpulan itu dan
menjadi kakak asuh korban," ceritanya.
Kemudian, pada bulan Oktober tahun lalu,
tersangka mengajak korban pergi ke
hotel yang ada di kawasan Pantai Ria
Kenjeran dan melakukan hubungan
layaknya suami istri.
"Tersangka mengancam korban, jika
tidak mau menuruti keinginannya,
korban tidak akan dianggap lagi sebagai
anggota perkumpulan dan adik asuhnya,"
kata Imaculata.
Tak berhenti di situ, setelah berhasil
mengajak korban berbuat mesum,
tersangka mengulangi lagi
perbuatannya. Kali ini dilakukan di
gudang yang berada di kompleks gereja
tempat mereka beribadah.
"Di tempat ini, tersangka melakukannya
dua kali. Jadi sejak Oktober hingga
Desember, sudah tiga kali tersangka
mencabuli korban disertai ancaman,"
paparnya.
Sementara itu, karena kerap diancam,
korban selalu menutup rapat rahasia
perbuatan tersangka tersebut. "Rahasia
ini terbongkar saat orang tua korban
menemukan SMS di HP milik korban.
Tersangka memang sering mengirim
pesan singkat kepada korban untuk
memastikan apakah korban hamil atau
tidak," ungkapnya lagi.
Untuk memastikan korban tidak hamil,
masih kata Imaculata, tersangka
meminta korban agar sering minum-
minuman ringan. "Tersangka juga sering
kirim SMS yang isinya, menanyakan
apakah korban mens (datang bulan),
atau sudah telat," ujarnya.
Di hadapan penyidik, tersangka mengelak
perbuatannya itu. Namun, tersangka
tetap mengakui perbuatannya itu hanya
sekali saja, bukan tiga kali. "Cuma sekali
saja, bukan tiga kali," elak dia tanpa
mengatakan alasan dia mencabuli adik
asuhnya itu.
Selanjutnya, atas perbuatannya itu,
tersangka dijerat Pasal 1 dan 2 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang
dirubah ke Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Ancaman hukuman penjara maksimal 15
tahun," tegas Imaculata.
(mdk/hhw)

Komentar